Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 ( Surga Yang Terenggut )
Semua yang berada di sana tercengang mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Dirga, apalagi Dirga terus-terusan membela Istri pertamanya sehingga membuat Bu Meri begitu murka serta semakin membenci Amira.
"Apa maksud kamu berkata seperti itu Dirga?" tanya Bu Meri dengan tatapan tajam.
"Kenapa Mama selalu menyalahkan Amira? Apa Mama tidak pernah berpikir jika selama ini Amira tak kunjung hamil karena merasa tertekan hidup bersama dengan Mama?" ucap Dirga yang mulai berani mengemukakan pendapatnya.
Selama ini Dirga tidak pernah berani mengemukakan pendapat karena tidak ingin berdebat dengan Ibu kandungnya tersebut, tapi semakin ke sini sikap Bu Meri semakin keterlaluan sehingga membuat Dirga tidak bisa tinggal diam saja, apalagi jika semua itu sudah menyangkut tentang Amira.
"Dirga, Mama kecewa sama kamu. Sekarang kamu lebih memilih membela Istri kamu dibandingkan dengan Ibu kandungmu sendiri," ucap Bu Meri dengan menangis.
"Kamu itu terlahir dari rahim Mama, Dirga. Kenapa sekarang kamu lebih membela orang luar dibandingkan dengan perempuan yang telah melahirkan kamu ke Dunia ini?" sambung Bu Meri.
"Mama memang perempuan yang telah melahirkan Dirga ke Dunia ini, tapi Amira bukan orang luar, karena dia sudah menjadi tanggung jawab Dirga di Dunia dan Akhirat, dan kelak Dirga akan diminta pertanggung jawaban atas semua yang telah Dirga lakukan terhadap Amira. Sekarang Dirga menyesal karena telah menorehkan luka pada hati Amira," ucap Dirga dengan mengacak rambutnya secara kasar.
"Apa maksud kamu? Jadi kamu menyesal sudah menikahi Regina?" tanya Bu Meri sehingga membuat dada Regina terasa sesak.
Amira yang benar-benar merasa lelah dengan drama di pagi hari yang selalu dimainkan oleh Ibu mertuanya, kembali meminta ijin kepada Dirga untuk pergi lebih dulu.
"Maaf Mas, aku duluan," ucap Amira dengan melangkahkan kaki menuju kamarnya.
Dirga bergegas menyusul Amira, karena dia tau jika Istri pertamanya tersebut pasti merasa sangat sedih.
"Mas, tung_gu," perkataan Regina terhenti ketika melihat Dirga yang berlalu begitu saja meninggalkan meja makan tanpa melihat ke arah dirinya, bahkan Dirga sama sekali tidak memperdulikan Bu Meri yang masih menangis.
"Kak Dirga benar-benar keterlaluan. Demi perempuan mandul itu dia sampai berani melawan Mama," gerutu Sinta.
"Dirga pasti sudah diguna-guna oleh si mandul, makanya dia berubah," ujar Bu Meri yang akhirnya berhenti menangis setelah Dirga pergi.
Regina pada awalnya hanya diam saat mendengar perkataan Ibu Mertua dan Adik iparnya, tapi akhirnya dia ikut angkat suara karena merasa kesal ketika melihat perhatian Dirga terhadap Amira.
"Padahal minggu ini masih jatah Regina, tapi Mas Dirga masih saja memperdulikan Mbak Amira. Sepertinya Mbak Amira sengaja mencari perhatian Mas Dirga."
Vania yang mendengar perkataan Regina akhirnya ikut angkat suara juga. Apalagi dia tidak rela mendengar Regina menuduh Amira yang tidak-tidak.
"Jangan pernah menuduh Kak Amira yang tidak-tidak, karena Kak Amira tidak seperti yang Kak Regina tuduhkan. Kak Regina harus ingat, selamanya orang ketiga tidak akan pernah menjadi nomor pertama, jadi sebaiknya Kak Regina sadar diri," tegas Vania.
"Kak Regina juga jangan pernah bermimpi bisa mengambil sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain, apalagi sampai berniat untuk menguasainya," tambah Vania.
Vania bergegas pergi dari meja makan sebelum mendengar amukan Bu Meri yang sudah menatap tajam ke arah dirinya.
"Vania, lancang sekali kamu berbicara seperti itu terhadap Kakak ipar kamu !!" teriak Bu Meri.
Regina termenung mendengar perkataan Vania. Dia tidak menyangka jika Adik iparnya tersebut berani berkata seperti itu terhadap dirinya.
Awas saja Vania, aku pasti akan membalas kamu, ucap Regina dalam hati.
Regina langsung memasang wajah sedih supaya Bu Meri dan Sinta semakin bersimpati terhadap dirinya.
"Regina sayang, kamu jangan pedulikan perkataan Vania ya. Dia masih kecil, jadi perkataannya jangan pernah dimasukan ke dalam hati," ucap Bu Meri dengan mengelus lembut punggung tangan Menantu kesayangannya.
"Mama tidak perlu khawatir. Regina baik-baik saja kok," ucap Regina dengan memaksakan diri untuk tersenyum.
......................
Di dalam kamar Amira, Dirga terus berusaha menghibur Istrinya yang terlihat sedih. Dia selalu merasa bersalah karena dia dan keluarganya telah menorehkan luka pada hati Amira.
"Sayang, maafin Mama ya. Mas tau kalau Mama sudah bersikap sangat keterlaluan," ucap Dirga dengan mendekap erat tubuh Amira.
"Mas tidak perlu meminta maaf. Aku sudah terbiasa mendapatkan perlakuan seperti itu dari Mama. Perkataan Mama juga ada benarnya, kalau aku hanyalah perempuan mandul, dan aku seperti Ayam yang tidak bisa bertelur," ucap Amira dengan menahan sesak dalam dadanya.
Dirga menempelkan telunjuknya pada bibir Amira. Dia tidak sanggup mendengar perkataan Amira lagi.
"Tidak sayang, jangan pernah berkata seperti itu lagi, karena bagi Mas, kamu adalah perempuan paling sempurna di Dunia ini. Selama ini, kamu yang selalu mengingatkan Mas supaya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan."
Setelah merasa lebih tenang, Amira memberanikan diri meminta ijin kepada Dirga untuk pulang ke kampung halamannya.
"Mas, aku mau minta ijin pulang ke Bandung. Aku sudah kangen sekali sama Ayah."
"Lalu bagaimana dengan Mas? Apa kamu tega meninggalkan Mas sendirian?" tanya Dirga yang merasa berat jika harus berpisah jauh dengan Amira.
"Mas tidak sendirian, karena sekarang sudah ada Regina yang akan selalu menemani Mas, apalagi Mas sama Regina mau pergi berbulan madu," ucap Amira dengan mengurai pelukan Dirga.
Dirga beberapa kali mengembuskan napasnya secara kasar. Dia sebenarnya ingin sekali mengajak Amira pergi berbulan madu dengan dirinya dan Regina, tapi Amira pasti akan menolaknya, terutama Bu Meri yang pastinya akan semakin murka.
"Mas sebenarnya ingin sekali mengajak kamu pergi bulan madu, tapi Mas tau kalau kamu pasti tidak akan bersedia," ucap Dirga dengan cemberut.
"Mas tidak usah memasang wajah seperti itu. Tentu saja aku tidak akan bersedia, karena aku tidak mau menjadi obat nyamuk, apalagi jika harus menyaksikan kebahagiaan Mas dengan Regina," ujar Amira dengan memasukan beberapa pakaian ke dalam tas.
Dirga hanya diam mendengar perkataan Amira. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena pada kenyataannya dia harus berusaha adil, meski pun sebenarnya Dirga masih belum memiliki perasaan apa pun terhadap Istri keduanya.
"Sayang, Mas antar ya," ucap Dirga ketika melihat Amira yang sudah bersiap untuk pergi.
"Tidak perlu Mas. Beberapa hari ini masih jatahnya Regina, jadi aku tidak mau mengambil hak orang lain. Lagian aku juga sudah memesan taksi online," ujar Amira dengan tersenyum.
Lagi-lagi Dirga hanya bisa pasrah dengan penolakan Amira. Meski pun merasa berat harus berpisah dengan Istri pertamanya tersebut, tapi Dirga kembali diingatkan oleh Amira supaya dia selalu berusaha bersikap adil.
*
*
Bersambung