Namaku Inaya, aku baru lulus di sekolah menengah atas. Keseharianku membersihkan rumah, memasak, dan memberi makan ayam. Suatu hari, aku bertemu dengan seorang nenek yang kebingungan mencari kendaraan. Dia meminta bantuanku. Awalnya aku menolak, namun karena kasihan, akupun membantunya. Setelah itu, dia memberiku sebuah gelang. Aku sudah menolak, namun dia kekeh memaksaku menerimanya. Semenjak memakai gelang, kejadian aneh mulai bermunculan.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya Hari ini ialah hari idul fitri. Aku dan keluargaku biasanya ziarah kemakam sang kakek dan nenek. Setelah itu kami pergi berkunjung kerumah nenek atau ibu dari ayahku. Diperjalanan, kecelakaan tak terelakkan terjadi. Aku terbang melayang dan jatuh keaspal. Tubuhku terguling-guling hingga memasuki sebuah empang atau biasa disebut kolam ikan. Aku sempat menatap gelang pemberian nenek tak kukenal, hingga kesadaranku pun hilang. Lalu setelah aku membuka mata kembali, aku berada ditempat asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zakina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 HUKUMAN GANTUNG
Setelah membeli kucing, aku menitipkan kucing-kucing tersebut pada para pengawal.
Lalu kami semua ke tempat tukang jahit. Aku, Putri Irha dan Putri Andini melihat-lihat gaun-gaun yang terpajang di dinding.
"Semua gaun disini jelek," Ucap Putri Irha.
"Gak ada yang bagus? Masa aku harus pakai gaun kampungan ini sih," Ucap Putri Andini.
'Gaun lengan panjang enggak ada disini? Apa aku suruh tukang jahit aja kalik ya, untuk membuatkanku gaun lengan panjang. Tapi gimana caranya aku kasih visual gambar gaunnya? Aku kan enggak bisa menggambar tanpa meniru gambar orang lain. Waktu ujian desain yang diharuskan menggambar sesuai imajinasi aja, aku enggak bisa. Huh, aku harus apa? Oh iya, mungkin Putri Andini dan Putri Irha bisa menggambar,' Batinku.
"Kakak, Adek, kalian bisa menggambar tidak?" Tanyaku.
"Buat?" Tanya Putri Irha dan Putri Andini bersamaan.
"Kita gambar desain baju yang kita inginkan, terus kita kasih ke tukang jahit untuk menjahitkan gaun kita. Tapi masalahnya aku enggak bisa menggambar, makanya aku tanya ke kalian, siapa tau kalian bisa menggambar," Ucapku.
"Gambar gunung aja aku gak bisa, apalagi gambar gaun," Ucap Putri Andini.
"Aku gak bisa menggambar," Ucap Putri Irha.
"Yah, terus gimana cara kita kasih tau tuh tukang jahit soal gaun yang sesuai kriteria kita coba," Ucapku.
Aku mulai meminjam kertas dan pena ke tukang jahit. Ku coba menggambar desain gaun lengan lanjang dan tertutup. Setelah selesai menggambar, ku perlihatkan gambar tersebut pada Putri Irha dan Putri Andini.
"Sudah jadi, nih lihat. Bagus kagak?" Tanyaku.
"Hahahaha," Tawa Putri Irha dan Putri Andini.
"Pufffttt," Tahan tawa Putra Mahkota Ilyas dan kedua pangeran.
"Sudahlah, ini kertas di sobek aja," Kesalku hendak merobek kertas, namun di tahan oleh Pangeran Arjuna.
"Sini biar aku perbaiki," Ucap Pangeran Arjuna.
"Pangeran bisa menggambar?" Tanyaku.
"Iya," Ucap Pangeran Arjuna.
"Kenapa tidak bilang dari tadi," Kesalku.
"Hahaha," Tawa Pangeran Arjuna.
"Ish, pake ketawa. Gak lucu tau...auh ah, aku ngambek," Ucapku.
"Jangan marah, nanti cepat tua," Ucap Pangeran Arjuna.
Saat mendengar kata tua, aku teringat dengan bayangan-bayangan masalalu yang menghantuiku. Bahkan Mama kandungku sendiripun mengataiku. Kupegang kepalaku erat-erat. Dan bayangan masalalu terus bermunculan.
"Kau itu anak tidak tau di untung. Hanya bisa menyusahkan. Harusnya kau bisa rawat diri sendiri, biar badan kau tidak bau dan wajah kau tidak terlihat tua. Kau masih muda tapi sudah terlihat tua. Padahal umurmu masih 23 tahun, kau sudah terlihat seperti nenek-nenek. Bagainana para pria suka sama kau, jika rawat diri saja tidak mampu," Ucap Mama Nurmin.
'Hiks, semua orang mengataiku tua. Aku enggak ingin berwajah tua. Aku pengen punya wajah cantik kayak dulu. Hiks, hiks, wajahku tua gara-gara stres. Semua itu akibat ulah mesum pria brengsek itu,' Batinku memegang kepalaku yang bayangan masalalu terus menerus datang.
Di tempat wisuda Kak Novi :
"Bu, Bu, bola anak Ibu, jatuh," Ucap seorang pria.
"Aku bukan ibu-ibu, dia adikku bukan anakku," Ucapku.
"Maaf," Ucapnya sembari berjalan pergi.
Aku duduk di taman kampus Universitas Muhammadiyah. Beberapa Pria tidak jelas menghampiriku.
"Hallo Ibu cantik," Ucap Pria tidak jelas.
"Suami Ibu mana? Kami boleh duduk tidak?" Tanya salah satu pria lainnya.
"Aku bukan ibu-ibu dan aku belum pernah nikah," Kesalku.
"Kalau gitu kami boleh kan, duduk di sini?" Ucap Pria itu mulai memegan tanganku.
"Jangan sentuh aku! Pergi! Pergi!" Usirku.
"Galak amat ibu-ibu ini," Ucap mereka berlalu pergi.
"Hahaha, ibu-ibu," Tawa Lia, adik sepupuku yang entah sejak kapan sudah ada didekatku.
'Sekarang Lia bahkan mengejekku,' Batinku.
"Aku cariin, ternyata disini. Yuk kita kesana Bu...ups, maksudku Kak Inaya," Ejek Lia.
°°°°°°°°°°
"Akrhtt, aku enggak tua!" Ringisku memegang kepala. Tanpa sadar air mataku menetes mengingat semua perkataan orang-orang. Baik itu dari keluarku sendiri ataupun dari orang baru yang bertamu di rumahku.
"Putri Khina?" Ucap Mereka cemas.
"Lepas!" Ucapku sembari berlari keluar tokoh. Aku terus berlari tanpa mendengarkan panggilan mereka.
"Hiks, hiks, aku lelah, Tuhan," Ucapku terus berlari.
"Gimana nih?" Tanya Putri Irha cemas.
"Sebaiknya kita berpencar, biar kita cepat menemukan Putri Khina," Ucap Pangeran Arjuna.
"Aku dan Putri Irha ke depan, Putri Andini dan Pangeran Arjuna ke arah kiri dan Pangeran Bobby ke kanan," Ucap Putra Mahkota.
Mereka mengangguk setuju, mereka mulai berpencar mencari keberadaan Putri Khina.
"Putri Khina, kau dimana," Ucap Putri Irha.
"Kau tunggu disini, aku coba tanyakan ke mereka," Ucap Putra Mahkota.
"Ya," Ucap Putri Irha.
Setelah Putra Mahkota pergi, Putri Irha mencoba mencari Putri Khina di tempat lain.
Saat sedang berjalan, Putri Irha melihat seorang Pria di keroyok oleh para Panjahat.
"Ampun," Ucap Pria itu memohon.
"Itu akibatnya kalau Kau berani melawan kami, hahaha," Ucap Salah satu penjahat.
Saat mereka hendak mengibaskan pedang ke leher Pria malang tersebut, Putri Irha berteriak histeris.
"JANGAN!" Teriak Putri Irha.
"Jangan ikut campur, Nona," Ucap Bos penjahat.
"Lepaskan dia!" Ucap Putri Irha.
"Lepas? Hahahah jangan harap. Kecuali...." Ucap Bos penjahat dengan seringai jahat terukir dibibirnya.
"Apa!" Ucap Putri Irha dingin.
"Kecuali kau mau tidur semalam denganku," Ucap Bos Penjahat mengedipkan mata dengan tatapan buas. Dia berjalan mendekati Putri Irha.
"Cih, jangan mimpi," Ucap Putri Irha. Dia meludah tepat di wajah Bos penjahat.
"BERANINYA KAU!" Geram Bos Penjahat. Dia menyeret Putri Irha dan menamparnya.
"Plak."
"Awh....sakit anjir....Lo itu beraninya sama cewek, dasar banci," Ucap Putri Irha.
"KAU!" Marah Bos penjahat. Dia mendorong Putri Irha hingga terbentur di meja dagang salah satu penjual.
"Bugh."
"PUTRI IRHA!" Teriakku sembari berlari menghampirinya. Aku meletakkan kepalanya di pangkuanku.
"Putri Khina," Ucap Putri Irha tersenyum. Sebelum kesadarannya hilang.
"Putri! Putri! Bangun!" Ucapaku menepuk-nepuk kedua pipi Putri Irha.
"Srengg(suara kibasan pedang menggores lenganku)."
"Aduh," Ringisku. Darahku menetes tepat di baju Putri Irha.
"Hahaha," Tawa para penjahat.
'Aku tidak bakal bisa menang melawan mereka. Aku harus cari cara lain untuk menyelamatkan diriku sendiri dan Putri Irha. Percuma mengaharapkan bantuan para warga, mereka semua penakut,' Batinku memerhatikan sekeliling.
Aku meletakkan kepala Putri Irha dengan perlahan. Lalu aku mengambil tomat dan cabai secara diam-diam, lalu ku lemparkan tomat dan cabai tersebut ke arah para penjahat.
"Puk, Puk, Puk.....Rasain ini," Ucapku melempari mereka dengan lemparan bertubi-tubi.
"Akkkkkhh," Ringis Para penjahat.
"Mataku pedas, Bos," Keluh Anak buah.
"Kita mundur saja, Bos," Ucap yang lainnya.
"Tidak akan!" Ucap Bos penjahat.
'Gawat....ini orang enggak mau mengalah juga. Aku harus cari cara lain,' Batinku mulai berpikir. Ku liat pedang di tanah, segera ku ambil dan menusuk bahu Penjahat tersebut.
"ARRHHTTT," Teriak Bos Penjahat.
"Masih berani? Mau aku tusuk perutmu dan ku potong bagian tubuhmu, lalu ke jadikan makanan serigala," Ancamku.
"Mundur!" Perintah Bos. Suaranya sedikit lemah, akibat kehabisan darah.
Mereka pergi meninggalkan area pasar, ada yang menabrak ruko, adapula yang saling tambrak satu sama lain.
'Huh, syukurlah. Akhirnya para penjahat itu pergi,' Batinku legah.
"Putri Irha," Ucapku hendak menyentuh wajah Putri Irha Seseorang menarik bajuku dan mendorongku.
"Brak."
"Auh," Ringisku terjatuh ke tanah.
"APA YANG KAU LAKUKAN PADA PUTRI IRHA, HAH," Teriak marah Putra Mahkota Ilyas. Dia begitu khawatir setelah melihat noda darah di pakaian Putri Irha. Dia juga terkejut melihatku memegang pedang penuh darah.
"Putra Mahkota," Ucapku tersenyum senang. Aku mulai bangkit dan ingin menjelaskan semua kejadiannya.
"PLAK." Tamparan Putra Mahkota mengenai pipiku.
"BERANINYA KAU CELAKAI PUTRI IRHA. TERNYATA KAU HANYA BERPURA-PURA BAIK DI DEPAN, BUSUK DI BELAKANG," Teriak Putra Mahkota.
"Tolong dengarkan aku dulu..." Ucapku terpotong.
"PENGAWAL! PENGAWAL!" Teriak Putra Mahkota.
Para pengawal berlarian ke arah Putra Mahkota.
"SERET WANITA LICIK ITU DAN PENJARAKAN DIA DI PENJARA BAWAH TANAH!" Perintah Putra Mahkota.
Para pengawal tampak ragu.
"APA LAGI YANG KALIAN TUNGGU! CEPAT SERET DIA," Perintah Putra Mahkota.
Mereka mulai meneyeretku, kepalaku mulai pusing. Aku memegang bagian lukaku yang terasa perih.
Sesampainya di istana majahpahit, mereka manyeretku ke penjara bawah tanah.
"Tolong lepaskan aku," Ucapku lemah.
Mereka seakan tuli dengan perkataanku yang berusaha menjelaskan kesalahpahaman ini.
"PANGGILKAN TABIB SEGERA!" Titah Putra Mahkota. Dia menggendong putri Irawati menuju ke kediaman.
Putri Dinibi, Pangeran Arjuna dan Pangeran Bobby bergegas menuju ke kediaman Putri Irha.
Sesampainya di kediaman, mereka memasuki kamar putri Irha.
"Bagaimana Putri Irha bisa terluka?" Tanya Pangeran Bobby
"Dimana Putri Khina?" Tanya Pangeran Arjuna.
"Jangan sebut nama wanita iblis itu!" Marah Putra Mahkota.
"Dimana Putri Khina?" Tanya Pangeran Arjuna dengan cemas.
"Dia akan menerima hukuman atas apa yang dia perbuat pada Putri Irha," Ucap Putra Mahkota.
"Apa yang terjadi? Apa yang di perbuat Putri Khina?" Tanya Putri Andini.
"Dia telah melukai Putri Irha," Ucap Putra Mahkota.
"Tidak mungkin. Kau pasti salah paham," Ucap Pangeran Arjuna.
"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, ada pedang di tangan wanita iblis itu dan noda darah di pakaian Putri Irha. Siapa lagi pelakunya kalau bukan wanita iblis itu," Ucap Putra Mahkota.
Pangeran Arjuna terduduk lemas mendengar ucapan Putra Mahkota. Dia ragu antara percaya atau tidak.
'Apa Putri Khina melakukan semua ini? Apa aku salah menilai dia? Aaaaaaaa...Kenapa, kenapa kau melakukan kejahatan ini, Putri Khina,' Batin Pangeran Arjuna meremas rambut kasar.
Di dalan sel, aku mencoba meminta minum ke para pengawal. Namun mereka tidak mendengarkanku.
"Air....tolong air," Ucapku lemah sembari menarik-narik kaki Penjaga tahanan melalui cela-cela jeruji.
"Berisik," Ucap Penjaga tersebut. Dia menginjak tanganku.
"Arkhrrrttt," Ringisku kesakitan. Saat tanganku di injak.
Pengawal lain datang dan memberikan perintah untuk menyeretku ke tampat tiang gantung berada.
Mereka menyeretku dengan paksa, aku tak mampu melawan karena tubuhku yang mulai melemah.
Sesampainya di tiang gantung, ku liat Putra Mahkota, Ratu Helena, Putri Andini, Pangeran Bobby, para selir raja dan para rakyat.
"HUKUM! HUKUM! HUKUM WANITA ULAR ITU!" Teriak para rakyat.
Para pengawal menyeretku naik ke tiang gantungan.
"Apa permintaan terakhirmu, wanita Iblis?" Tanya Putra Mahkota Ilyas.
"Aku ingin mati dan bertemu orang-orang yang ku sayangi," Ucapku tersenyum lemah.
'Percuma aku hidup, jika mereka semua menganggapku jahat. Nenek, aku akan segera menyusulmu, mungkin aku tidak bisa masuk surga, tapi setidaknya aku bisa melihat nenek dari atas surga,' Batinku tersenyum lemah.
...¤BERSAMBUNG¤...