Naina Hilda, gadis yang selalu menghitung mundur hari pernikahannya harus menerima kenyataan ketika kekasihnya memutuskan hubungan sepihak.
Sang kekasih menemukan tambatan hati yang lain yang menurutnya lebih sesuai dengan standarnya sebagai seorang istri yang pantas digandeng tangannya ketika kondangan.
"Maaf, Na. Perasaanku ke kamu, hambar."
Dua pekan sebelum ijab kabulnya terucap dengan sang pria.
Tenda dan katering sudah di pesan bahkan dibayarkan, untung saja undangan belum sempat disebar. Namun, bukan itu yang membuat tingkat stres Naina meningkat hingga ia lampiaskan pada makanan.
Naina baru tahu ternyata mantan tunangannya memiliki kekasih dengan spek idaman para pria. Tinggi, putih, langsing, glowing, shining, shimmering, splendid.
Apa kabar dengan Naina yang kusam, jerawatan dan gendut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisyah az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Tangguh
Sesampainya di kantor. Orang yang pertama kali terkesima dengan perubahan pada Naina adalah Andri. Satpam yang selalu membantunya merapihkan motor selama ini.
"MasyaAlloh, Mbak Naina cantik banget hari ini," pujinya.
Arga yang mendengarnya tersenyum kecil, lebih ke mengejek. Hal itu diketahui Naina, sikunya pun mendarat di perut Arga.
"Pagi Pak Andri," sapa Naina yang tak memperdulikan Arga tengah meringis kesakitan.
"Terimakasih Pak, selanjutnya saya pastikan tidak akan ada Naina si kucel lagi yang membuat mata Pak Andri sakit."
"Pagi Mbak Naina. Saya sampai lupa tidak menyapa. Tapi bagus Mbak Naina, saya dukung dan tunggu revolusinya." Pak Andri memberi dua ibu jarinya. Arga masih senyum-senyum dengan ucapan pak Andri.
"Ngomong-ngomong, Pak Arga dan Mbak Naina kok bisa berangkat pake satu motor. Ada apa, nih?"
"Hm, ngojek Pak. Saya ngojek ke Naina," jawab Arga gugup. Naina menatap tajam pada Arga sehingga ia segera berpamitan dari hadapan pak Andri dan Naina.
Bagi Naina tak masalah Arga yang ngacir begitu saja. Yang jadi masalah, Arga nebeng tanpa mengucapkan terimakasih malah mengatakan ngojek.
'Dasar manusia kikir,' batin Naina. Rupanya, yang Naina pikir Arga mau mentraktir bubur ayam malah pura-pura dompetnya ketinggalan pada waktunya bayar.
"Saya masuk dulu ya, Pak."
"Siaap, Mbak Naina," ujar pak Andri. "Semangat kerjanya ya, Mbak."
"Iya, Pak, terimaksih." Naina berjalan sambil terseok-seok. Pasalnya ini pertama kalinya Naina mengenakan sepatu dengan hak di atas lima senti.
Sepanjang langkah yang Naina lewati, semua mata tertuju padanya. Memang Naina masih dengan wajah dan badan yang sama seperti sebelumnya, namun dengan perubahan penampilan yang sangat berbeda.
Tak hanya itu yang membuat Naina menjadi pusat perhatian. Lebih pada tas pakai ulang dengan logo sebuah minimarket yang dijinjingnya memasuki sebuah perusahan besar.
Tingkat kepercayaan diri Naina masih sangat tinggi.
"Mbak Naina, dipanggil ke ruangan kepala divisi," ucap Mega salah satu partner-nya mendesain.
Jika Naina adalah seorang ilustrator yang menggambar secara manual. Mega adalah UI yang menerapkan gambar Naina pada perangkat komputer.
"Sepagi ini? Bahkan aku tidak terlambat," gerutu Naina, meletakkan tas pada meja kerjanya. Mega hanya mengendikkan bahu. Keduanya sama bingungnya.
Naina berjalan dengan suara hak sepatu dan lantai beradu mengisi seluruh ruangan marketing. Sesampainya pada pintu kaca yang dilapisi sandblast, Naina berdiri sejenak, menghirup napas sebanyak-banyaknya. Sebelum mendengar ucapan kepala divisi yang begitu dingin dan menusuk.
"Masuk, Na!" Perintah Arga sesaat setelah Naina mengetuk pintu.
"Duduk," ucapnya memberi perintah dengan tangannya menunjuk pada kursi di depannya.
Naina duduk sesuai perintah atasannya. Hatinya masih diremas kecemasan, padahal Naina tak merasa melakukan kesalahan bahkan datang lebih pagi dari sebelumnya.
"Makasih, ya, Na. Udah mau saya tebengin."
Bukankah di luar ekspektasi. Seharusnya hal ini bisa diucapkan Arga tanpa memanggil Naina secara formal. Yang bisa dilakukan Naina saat ini adalah berekspresi datar.
"Terimakasih juga untuk bubur ayam, juga maaf untuk tragedi air kotor yang muncrat ke kamu. Itu benar-benar reflek."
Naina mengerjakan mata beberapa kali. Seharusnya dia marah jika Arga tidak mengatakannya dalam suasana kantor seperti ini. Apalagi di sini Naina hanya seorang karyawan biasa.
"Apa Bapak memanggil saya hanya untuk membahas semua ini?" tanya Naina masih cukup serius.
"Jangan panggil saya, pak." Arga mencondongkan tubuhnya ke arah Naina. "Kita hanya berdua saja di sini," ucapnya lagi.
Naina semakin tidak mengerti dengan sikap sang atasan. "Jika tidak ada hal yang penting. Saya akan kembali ke meja saya, Pak. Permisi."
"Tunggu, Naina." Arga mencegah Naina yang telah berdiri dari duduknya. Ia sendiri ikut berdiri, berjalan dan kemudian kembali duduk bersandar meja di depan Naina.
"Masalah pengambilan cuti kamu. Saya belum mengkonfirmasi pada kantor pusat. Kamu sudah yakin kan, tidak jadi mengambil cuti?"
"Iya, Pak. Buat apa saya mengambil cuti, acaranya tidak jadi dilakukan," jawab Naina dengan menahan perih di hatinya.
"Saya salut dengan kamu, Naina. Masalah sebesar itu kamu hadapi dengan berpikir dan bertindak positif." Arga bicara dengan menatap lawannya yang menunduk.
Jarak sedekat itu membuat Naina merasa canggung di hadapan atasannya. Ia khawatir terjadi kesalahpahaman jika karyawan lain melihatnya.
"Saya hanya ingin mengkonfirmasi hal itu sebelum saya melaporkan pada atasan. Apa kamu benar-benar tidak jadi mengambil cuti."
"Iya, Pak. Saya akan tetap masuk kerja."
"Bukan karena terpengaruh ucapan saya sebelumnya, kan?"
"Sedikit," jawab Naina jujur. Membuat Arga merasa bangga dan menarik sudut bibirnya ke belakang.
"Sudah, silahkan jika mau Kembali bekerja." Arga mengakhiri percakapan.
Naina pamit kemudian berjalan menjauhi Arga yang masih menatap kepergiannya. Dalam hati Arga tersimpan kekaguman yang besar pada Naina.
"Wanita yang sangat tangguh. Mengapa aku sebagai pria, yang diciptakan lebih kuat dari perempuan tidak bisa melupakan pengkhianat wanita jal*ng itu, meski sudah tiga bulan berlalu. Kenapa kamu lemah sekali Arga," gumamnya pada diri sendiri sambil memukul dadanya yang terasa sesak.
BERSAMBUNG.....