Sejak kecil mendapatkan perlakuan berbeda dari kedua orang tuanya membuat Aira menjadi gadis yang kuat dan mandiri. Akankah ia akan mendapatkan kebahagiaan pada akhirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_OK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Masih Ratu Lalat
💖Cinta adalah perasaan yang sensitif. Tapi seringkali perasaan itu hadir tanpa disadari💖
Setelah mendapatkan apa yang Juna cari, Aira dan Juna berniat pulang. Mereka berjalan dengan masih saling melempar canda. Tangan kiri Juna melingkar di bahu Aira. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang kencan di mall.
Aira memang biasa menerima perlakuan itu dari Juna. Sepanjang jalan mereka menjadi pusat perhatian. Juna Yang tampan dan Aira yang manis walaupun dengan gaya mereka yang berbeda, menjadi pemandangan yang menarik. Apalagi keduanya terlihat bahagia dengan tawa yang terdengar pada setiap langkah mereka.
"Hai Juna." sapa Bela, salah satu teman mereka di sekolah. Walaupun berbeda kelas, baik Juna maupun Aira tahu betul siapa gadis di depannya. Dia adalah siswi paling cantik dan paling digilai di SMA Bakti Nusa. Bisa dibilang The Most Wanted nya lah. Cantik dan Sexy didukung penampilannya yang menarik dan sedap dipandang mata.
"Hem."
Aira yang mendengar jawaban Juna hanya menahan tawa. Bagaimana bisa secepat itu Juna merubah gayanya. Baru saja Juna tertawa denganya, sekarang hanya berdeham untuk menjawab sapaan seseorang dengan wajah dinginnya yang khas.
"Cari apa Jun?" Bela melihat peperbag yang dibawa Juna.
"Yang pasti bukan cari masalah." Aira yang menjawab, sedangkan Juna hanya diam tanpa berniat menjawab.
"Gue nggak tanya lo cewek jadi-jadian."
"Ups. Sorry. Jawab Na. Dia tanya lo tu." Aira menusuk pipi Juna dengan jarinya. Pemandangan itu membuat Nela and the gengnya meradang. Seorang Queen kan selalu punya dayang yang selalu mengekor padanya. Bela tidak sendirian saat itu, ada dua cewek yang ada bersama Nela, Dira dan Megan. Kedua cewek itu juga cantik. Walaupun Levelnya masih di bawah Bela.
"Bukan urusan lo." Juna segera menarik lengan Aira dan segera pergi dari sana.
"Bye Bela." Aira melambaikan tangannya pada Bela saat dia melewati gadis itu. Aira cekikikan melihat Bela mengepalkan kedua tangannya. Jangan lupakan wajah cantiknya yang telah dipoles bedak dan teman-temannya itu ditekuk karena diabaikan Juna. Kedua temannya tak kalah masam dsri wajah Bela. Sungguh solidaritas yang patut diacungi jempol.
"Kenapa nggak Nela aja Na?" tanya Aira saat mereka sudah berada jauh dari Bela.
"Apa?" pertanyaan Juna sukses membuat Aira menjitak kening Juna dengan keras. Bisa-bisanya Juna selalu telmi(telat mikir) saat seperti itu. "Aduh. Woy bar-bar. Sadis banget sih lo jadi cewek." Juna mengusap keningnya yang terasa ngilu.
"Hahaha gue kan cewek jadi-jadian. Lo lupa?"
"Lo bisa kalem dikit nggak sih?"
"Enggak. Udah kembali ke Bela."
"Ngapain? Udah jauh juga." Tangan Aira sudah bersiap menyentil kening Juna untuk kedua kalinya. Beruntung tangan Juna sigap melindungi salah satu aset ketampanannya.
"Bukan balik ke sana maksud gue."
"Lalu?"
"Ish. Maksud gue kenapa nggak Bela aja yang jadi ratu lalat? Secara diakan cewek paling berkuasa di sekolah. Udah gitu ada dayangnya lagi. Banyak yang bantuin dia jauhin lalat-lalat dari lo."
"Kenapa nggak lo aja sih Ra?"
"Ogah gue."
"Kenapa?"
"Lo masih tanya kenapa Na?"
"Iya lah. Lo kasih gue alasan yang jelas."
"Gue kasih dua alasan. Hahahaha. Pertama, gue nggak mau repot ngurusin lalat-lalat itu se-ti-ap ha-ri. Udah cukup selama ini. Gue pengen pensiun. Kedua, kalo gue yang jadi ratu lalat itu berarti kan gue jadi pacar lo, dan gue bukan pacar lo."
"Kalo gue minta lo jadi pacar gue, lo mau?" Juna menghentikan langkahnya. Memandang Aira penuh harap. Dia sungguh-sungguh meminta gadis di depannya itu untuk menjadi pacarnya.
Aira yang ditatap seperti itu menjadi salah tingkah. Dia melihat kesungguhan dari mata Juna. Tapi dia sendiri tidak yakin. Aira bahkan tidak mempunyai perasaan apapun terhadap Juna selain seorang sahabat.
"Na, lo kayaknya salah makan deh." Aira melengoskan wajahnya. Dia tidak mau melihat wajah Juna.
"Lupakan apa yang gue bilang tadi Ra. Lo bener kayaknya gue salah makan." Juna menghela napas. Dia tahu Aira hanya menganggapnya sebagai sahabat. Tidak lebih. Dengan menjadi sahabatnya saja Juna merasa bahagia. Yang penting masih bisa berada di sisi Aira.
"Na, lo besok mau nggak temenin gue ke kantor AMT." Aira berusaha menghilangkan kecanggungan yang terjadi antara mereka. Sungguh situasi yang dibenci Aira.
"Kenapa?"
"Lo lupa, besok kan tanggal satu. Kita ambil dana."
"Ok. Besok pulang sekolah gue temenin lo."
"Makasih. Lo emang sobat Jones gue. hahaha. Hidup Jomblo!" Aira dan Juna melakukan hi five sebelum tertawa bersama.
Aira memandang Juna yang sedang mengemudikan mobilnya dengan tenang. Dalam hati dia meminta maaf pada temannya itu. Dia tahu Juna sebenarnya mempunyai perasaan lain terhadapnya. Tapi dia bisa apa?
Rasa cinta yang seperti Juna rasakan sepertinya sudah hilang dari hati Aira. Mungkin karena dia sudah lama terjebak dalam penampilannya yang tomboy. Dia merasa bebas dengan dirinya yang seperti itu. Atau mungkin dia masih belum menemukam seseorang yang bisa membuatnya jatuh cinta. Entahlah.
*****
"Dari mana saja kamu?" suara menggelegar Andra menyambut Aira yang baru saja melewati pintu yang baru saja dibuka oleh mbak Ida. Aira hanya diam. "JAWAB!" suara Andra semakin tinggi.
"Ke Mall. Nganterin teman."
"Dari pagi sampai malam?"
"Tadi pagi Salsa ke rumah... " perkataan Aira lagi-lagi terpotong.
"Berani-beraninya kamu pergi ke rumah cowok! Kamu selalu membuat malu keluarga. Tak bisakah sekali saja kamu membanggakan keluarga. Atau kalau itu begitu sulit kamu lakukan. Minimal kamu tidak membuat malu keluarga."
"Terserah." Aira pergi meninggalkan laki-laki yang menjadi Papinya saat belum selesai berpidato.
"Salsa! Papi belum selesai ngomong. Nggak sopan kamu!"
"Papi yang duluan nggak sopan." kata Aira sebelum naik tangga. Benar kan! Tadi Andra juga memotong perkataan Aira, bukankah itu juga kurang sopan?
"Motor kamu papi sita."
"Ok." Aira mengangkat jempolnya sambil menggoyang-goyangkan di udara untuk menjawab ancaman sang papi.
Aira terlalu lelah untuk berdebat dengan Andra Hari ini. Tadi ketika pulang dari rumah baca, Aira dan teman-temannya membantu mengevakuasi barang warga sekitar yang rumahnya hampir kebakaran.
Untung saja kebakaran itu cepat diketahui dan dapat segera dipadamkan. Jika tidak, pasti merembet ke rumah lainya dan menyebabkan kebakaran besar. Bahan bangunan rumah semi permanen ditambah lagi jarak antar bangunan yang mepet satu dengan lainnya akan membuat api dengan mudah menyebar.
Aira melempar dirinya ke atas ranjang Queen size nya setelah sampai di kamar. Menyalakan musik dengan suara yang keras.
tes tes tes
Buliran air matanya jatuh seiring terpejamnya kedua bola mata Aira. Sebenarnya dia juga lelah jika setiap hari harus beradu mulut dengan Andra. Tapi mau bagaimana lagi? Apapun yang dilakukan Aira akan selalu salah di mata sang papi.
Suara musik yang menghentak penuh semangat tidak sejalan dengan suasana hati si pemutar musik. Tak ada sedikitpun semangat yang dimiliki Aira sekarang. Dia benar-benar lelah untuk apapun.
Kadang Aira berfikir apakah dia bukan anak kandung dari papi dan maminya. Dia berbeda dengan Safna dalam segala aspek. Tidak ada sedikitpun kemiripan Aira dengan kakaknya dilihat dari sudut manapun.
Jika dia sudah berfikir seperti itu, maka saat itulah saat paling rapuh seorang Aira Salsabila Raharja. Merasa sendiri. Sungguh sangat tidak menyenangkan. Merasa tidak dihargai itu menyakitkan.
Apa salahnya untuk minta dihargai sedikit saja. Meminta sang papi untuk melihat dari sudut pandang dirinya sebagai Aira walaupun hanya sekali. Agar Andra mengerti apa yang dipikirkan Aira juga. Bukan menyamakan dirinya dengan Safna yang selalu sempurna di mata Andra.
Bukankan itu sama sekali tidak adil untuk Aira. Aira bukan Safna. Aira hanyalah pribadi sederhana yang tidak punya sesuatu untuk dibanggakan seperti Safna. Memang benar. Tapi tidak Bisakah sedikit menoleh padanya dengan pandangan lembut. Pandangan penuh kasih dari seorang ayah. Bukan pandangan yang tajam penuh rasa kecewa dan curiga.
Aira juga manusia biasa. Dia juga kecewa atas perlakuan yang diterimanya. Aira juga merasa jika dia berbeda. Aira juga mempunyai hati yang bisa merasa iri melihat limpahan kasih sayang yang diberikan Andra pada Safna. Tidak adakah yang bisawqa melihat itu?
Amira dan Safna memang menyayangi Aira. Tapi apakah itu cukup untuk menggantikan kasih sayang seorang ayah bagi Aira? Aira hanya butuh sedikit perhatian dari Andra, ayahnya di depan matanya.
"Sa, buka pintunya dong!" Safna mengetuk pintu kamar Aira. Sebagai kakak yang menyayangi adiknya, dia juga sedih melihat adiknya yang dimarahi Andra.
Setelah Aira pergi meninggalkan Andra, Safna segera menyusul Aira ke kamarnya. Namun sebelum dia berhasil sampai, adiknya sudah mengunci pintu kamarnya.
"Sa. Kakak pengen bicara sama kamu." Safna masih belum menyerah. Tapi dengan suara yang menggelegar dari dalam kamar Aira, mustahil suaranya terdengar sampai telinga Aira.
"Maafin kakak Sa..." Safna meninggalkan kamar Aira setelah lima belas menit mencoba masuk kamar adiknya.
*
*
*
...Terima kasih sudah menyempatkan membaca karya Author 😁...
...Jangan lupa tinggalkan jejak ya 😉...
...Klik like 👍 VOTE 😍 Rate 🌟 limanya juga....
aneh aira bisa ingat pedro
minta di cuci bersih kayaknya thor 😂
😂