WARNING!!! BIJAKLAH MEMBACA!!! NOVEL 21+!!! JIKA TIDAK SUKA SKIP SAJA . MARI SALING MEMPERMUDAH URUSAN ORANG LAIN MAKA HIDUP ANDA PASTI JUGA AKAN DI MUDAHKAN OLEH TUHAN.
Laura Elsabeth Queen tidak menduga ia akan bertemu kembali dengan Zafran Volkofrich mantan kekasihnya, di acara ulang tahun teman sekelas mereka, 10 tahun yang lalu mereka berpisah dengan tidak damai, orang tua Laura menentang keras hubungan mereka karena Zafran pria miskin. Zafran masih sakit hati pada Laura dan ingin membalas dendam.
Di sisi lain Laura mengetahui rahasia kedua orang tuanya setelah mereka meninggal, dan kini beban berat berada di pundak Laura.
Sedangkan Zafran pria miskin itu kini telah berubah menjadi penguasa dunia bisnis.
Bagaimana kisahnya yuk baca kelanjutannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 11
Semoga kalian semua di berikan kesehatan dan rejeki Lancar. Selalu patuhi protokol kesehatan dan pakai masker. TERIMA KASIH~
***
"Aku akan membersihkan sebagian dulu, penginapan ini memiliki 3 kamar dan aku haus memulainya dari kamar yang akan ku tempati baru ruangan yang lainnya. Semangat!!!" Kata Laura menyemangati dirinya sendiri.
Matahari kian tenggelam dan Laura hampir selesai membersihkan seluruh ruangan hanya tersisa di bagian dapur serta ruang kerja ayahnya.
Pelan-pelan gadis itu terus membersihkan ruangan kerja ayahnya dengan sesekali membuka-buka surat-surat atau buku-buku yang dirasa mengundang rasa penasarannya, kemudian matanya tertuju pada buku besar yang tebal, tepat di atas meja kerja ayahnya.
"Buku tamu..." Kata Laura lirih.
Gadis itu mengambil buku yang berdebu dan terasa sedikit berat kemudian duduk di lantai dan membukanya secara perlahan lembar demi lembar.
Namun tiba-tiba Laura meneteskan air matanya, ia mencermati dengan seksama, tepat setelah kepergiannya meninggalkan kedua orang tuanya, penginapan tidak pernah ada lagi pengunjung yang datang.
Daftar tamu hanya sampai pada tahun dimana ia masih bersama kedua orang tuanya dan itupun tidak banyak, hanya beberapa orang saja dalam satu bulan.
"Pada tahun itu ayah dan ibu sibuk memisahkan aku dan Zafran apa karena itu penginapan menjadi sepi? Ayah ibu apakah ada lagi yang kalian sembunyikan dariku? Maafkan aku karena telah menjadi anak yang bahkan belum pernah berbakti sekalipun pada kalian."
Laura duduk lemas bersandar pada rak-rak besar yang penuh dengan buku, memeluk dan mendekap buku besar bergambarkan rumah penginapan milik kedua orangtuanya, ketika Laura memandangi meja kerja ayahnya ia teringat posisi inilah dulu dimana ia masih sangat kecil duduk dilantai dan bermain boneka memandangi ayahnya yang memakai kacamata sedang bekerja duduk di kursi kebesarannya, sinar memancar dari jendela di balik tubuh kurus ayahnya.
Laura berdiri dan menaruh kembali buku besar itu ketempat nya, namun ia melihat secarik kertas terselip di antara lembaran-lembaran buku besar itu dan menariknya, ternyata sebuah surat tulisan khas dari ayahnya.
Juni 30 2013
Untuk putriku tersayang.
"Hari ini genap 3tahun kepergianmu, melihatmu baik-baik saja ayah sudah bersyukur. Kamu sudah jauh dari rumah meninggalkan ayah serta ibu mu begitu lama, tidak kah kau merindukan kami nak?
Namun aku dan ibu mu paham, kau sangat terluka dengan keputusan dan sikap kami dulu namun harus kau tahu itu semua kami lakukan semata-mata untuk kebahagiaanmu, kami tidak ingin kau merasakan apa itu penderitaan dikelilingi begitu banyak hutang piutang.
Setiap pagi dan sore ayah selalu melihat mu berangkat bekerja dan pulang dari bekerja, meski hanya dari kejauhan melihatmu baik-baik saja itu sudah cukup mengobati rasa rindu ayah pada mu nak, meski terkadang ayah harus menunggu begitu lama di tepian jalan dan selalu mengkhawatirkanmu mengapa pulang dengan terlambat atau kah terjadi sesuatu saat di jalan.
Namun ketika kau kembali baik-baik saja, ayah bisa bernafas lega dan kembali pulang.
Laura, ibu mu sudah sering sakit-sakitan katanya ia sangat merindukanmu. Namun ia takut menemui mu takut kamu menolak kami karena sikap kami yang sangat keras terhadap dirimu. Kini yang kami inginkan hanyalah kebahagiaanmu, jika kau bahagia dengan kehidupan mu sekarang ayah dan ibu tidak akan menganggu dan mencampuri hidupmu.
Setiap malam ibu mu sering mengigau memanggil namamu nak.
Setiap hari yang ibu mu lakukan hanyalah memandangi foto-foto mu, ketika kau masih kecil dan ketika kau masih belajar berjalan hingga foto-foto mu ketika kau lulus dengan peringkat terbaik di sekolah.
Ketika saat kau di wisuda dan kami duduk di belakang ketika kau kepanggung, ayah masih ingat mengajak ibu mu berdiri agar dapat melihatmu lebih jelas.
Sejak kepergianmu, hidup kami terasa sangat hampa, tak berarti, begitupun penginapan tua yang menjadi ladang penghasilan kini sudah lapuk tak dapat bediri kokoh seperti dulu, tak bisa ikut bersaing dengan hotel-hotel modern.
Maafkan orang tua mu yang tidak dapat memenuhi dan memberikan kebahagiaan serta perlindungan untukmu. Asal kau bahagia kami merestui semua jalan yang kau pilih.
Maafkan ayah serta ibu mu nak, semoga jika kamu menemukan surat ini kita sudah kembali berkumpul seperti dulu lagi."
"Apa yang sudah aku lakukan, pada orang tuaku selama bertahun-tahun tak lebih dari seorang anak yang durhaka."
Laura menangis terisak, ia ingin berteriak di keheningan malam itu. Dada nya sesak, penyesalannya semakin tidak bisa di bendung. Andai ia memiliki mesin pemutar waktu pastilah ia ingin memperbaiki kesalahannya.
"Seandainya 8 tahun lalu aku tidak meninggalkan kalian, hari ini aku pasti masih
merasakan kehangatan pelukan kalian, hari ini kita masih berkumpul bersama, merawat penginapan bersama."
"Ayah ibu, apapun yang terjadi penginapan ini harus di pertahakan, rumah kita sudah hilang, aku tidak ingin penginapan yang begitu banyak kenangan di dalamnya juga ikut menghilang."
Laura memeluk surat itu di dadanya, kemudian menyimpannya di dalam kamarnya.
"Aku akan menghidupkan penginapan ini lagi."
Laura berbaring di ranjangnya, ia merindukan kedua orangtuanya yang sudah tidak lagi bersamanya. Matanya tak mau terpejam, semakin malam pikiran Laura semakin dilanda penyesalan, detak jam dinding yang terdengar semakin keras karena malam kian larut menjadi teman tidurnya, dan perlahan mata sembab nya menutup karena kelelahan.
Malam yang dingin dan rapuh serta hidup yang berat bagi Laura, kehidupan yang indah di masa kecilnya dilukiskan dengan sempurna oleh kedua orang tuanya namun dibalik lukisan indah itu tersimpan begitu banyak permasalahan hidup yang kini menjerat Laura.
Kenyataan yang sesungguhnya tak pernah ia jamah dan realita kehidupan yang sesungguhnya lebih menyakitkan karena ia harus mengahadapinya seorang diri dan kini gadis itu sejenak melupakan lara di hatinya, bagai putri tidur yang sedang bermimpi dan semoga keesokan harinya datang seorang pangeran mencium bibir nya membangunkannya dari mimpi buruk itu.
***
Pagi telah datang. Udara dingin menusuk bagai jarum-jarum kecil di kulit putih Laura, rambut ikal yang panjang sedikit berterbangan karena tertiup angin yang masuk melalui jendela dapur, membuat Laura semakin terlihat cantik dengan kulit putih pucatnya.
Penginapan terletak di daerah puncak dengan suhu di bawah minus lima derajat celcius, penginapan itu memiliki pemandangan yang indah dan masih alami.
Laura sudah mulai beraktifitas membersihkan dapur, kemudian setelah dapur bersih gadis itu berniat ingin memasak untuk sarapan paginya. Namun sebelum itu ia mengambil bahan-bahan nya dulu di kebun belakang, sedikit sayuran dan tomat serta beberapa buah.
Tiba-tiba bel berdering, dan ketukan di pintu depan berbunyi beberapa kali, membuat Laura tersentak kaget.
Laura bergegas dan berjalan cepat, meninggalkan keranjang rotannya di belakang rumah dan ketika membuka pintu Laura semakin terkejut, gadis itu kemudian menelan ludah nya dengan kasar, bola matanya membulat penuh karena terkejut.
"Zafran.." Desis Laura tak percaya.
"Apa kau akan terus mematung dan membiarkan tamu mu kedinginan di luar." Tanya Zafran ketus dan kesal.
"Masuklah.." Kata Laura gugup dan melangkah mundur dari pintu.
Zafran masuk dengan sahabat sekaligus assistennya, Edward.
"Maaf Nona Laura sedikit mengejutkanmu." Edward tersenyum dengan ramah pada Laura.
.
.
.
Bersambung~