Lintas Waktu Putri Jenderal

"Bagaimana dokter?" Pria itu kembali bertanya saat melihat dokter keluar dari kamar pasien.

"Kami akan lakukan pemeriksaan bagian kepala kembali. Mungkin saja ada yang terlewatkan atau baru terjadi pada pasien. Melihat reaksi dari pasien tadi." Jelas dokter.

"Baiklah dokter. Terimakasih."

"Sama-sama, saya permisi dulu." Dokter melenggang pergi, meninggalkan pria itu dengan pemikirannya sendiri. Menghela napas, tangannya mengambil ponsel di saku celananya. Bertepatan dengan dering yang menandakan panggilan.

"Halo?" Ujarnya.

"Iya, dia sudah sadar tadi. Tapi, tiba-tiba saja dia tampak kesakitan. Dokter akan melakukan pemeriksaan kembali, terutama bagian kepala." Jelasnya memberitahu.

"Iya, aku akan tetap disini." Setelah itu, panggilan terputus. Pria itu kembali melangkah maju. Matanya menatap bulatan kaca yang menampilkan sosok yang terbaring tak sadarkan diri itu.

********************

Rasa sakit dan pegal dihampir seluruh tubuhnya membuat mata yang terpejam semalaman kembali terbuka. Dia kembali melihat pemandangan yang sama, dengan nuansa yang sama. Dan...... Tidak ada pria itu lagi.

Dia kembali mengangkat tangannya, benda itu masih menancap di punggung tangannya. "Selamat pagi nona." Suara sapaan lembut terdengar, tampak seorang wanita dengan senyuman ramah dengan pakaian putih dan topi kecil yang tampak hiasan kepala di atas kepalanya yang begitu asing baginya.

"Nona butuh sesuatu?" Tanyanya kembali. Hui Wen menatap lekat wanita itu, dia begitu lekat melihatnya. Dia rasanya bukan hanya ke masa yang jauh, tapi juga berada di tempat dimana dihuni orang-orang yang berbeda dari kehidupan sebelumnya.

Kulitnya putih, tapi tidak pucat, dengan bagian tubuh curvy. "Nona?" Panggil wanita itu kembali.

"Nona bisa dengar saya?" Perawat itu menjadi khawatir karena tidak melihat reaksi dari pasien yang diajaknya bicara.

"Nona Sera!" Nama itu membuat Hui Wen tersadar, dia adalah pemilik tubuh dari nama itu sekarang.

"Air!" Ujarnya seketika. Telinganya mendengarkan perbedaan bahasa, tapi mulutnya seolah sudah disetting untuk mengatakan bahasa yang berbeda dari tempat kelahirannya.

"Baik nona." Perawat itu kembali dan memberikan air yang tak jauh dari sana. Sera menerimanya, kebetulan... Kerongkongan nya juga terasa begitu kering.

"Terimakasih."

"Sama-sama nona. Apa nona butuh yang lain?" Tanyanya, Sera menggeleng. Matanya menatap ke luar.

"Cahaya matahari terlihat bagus hari ini. Nona mau lihat? Saya akan bukakan!" Perawat itu menuju jendela dan menekan sesuatu yang membuat penutup jendela itu terbuka dengan sendirinya. Sera memperhatikan nya, sungguh ajaib, mungkin ini kecanggihan teknologi di masa yang ia datangi.

"Bagaimana nona? Bagus kan?" Sera mengangguk, dia masih memindai area sekitar, dia ingin tau apa dan bagaimana cara dunia ini bekerja, setidaknya untuk ukuran kecil disini.

"Saya akan memeriksa sarapan untuk nona. Kalau butuh sesuatu nona bisa panggil saya. Tekan saja tombol nya." Jelas perawat dan tak lama meninggalkan ruangan.

Sekarang hanya dia sendiri, sambil ditemani oleh cahaya matahari yang menyinari tumbuhan yang ada dibalik jendela kaca itu. "Aku butuh mempelajari dunia ini. Dan tentunya dengan orang-orang yang ada disekeliling ku. Aku tidak tau pasti, kenapa dan apa yang menjadi masalah bagi pemilik tubuh ini. Hanya sebuah ingatan kecil, itu tidak bisa membantunya.

"Aku hanya bisa mengandalkan diriku sendiri. Dan untuk pria itu.... Pria itu....."

"Oh, kau sudah sadar rupanya! Ternyata yang dikatakan perawat benar. Kau sudah sadar." Tapi Sera hanya diam, tentu saja dia mengamati.

"Karena sakit kau jadi pendiam. Biasanya kau terus bicara, dan......"

"Dan sekarang kau yang terus bicara." Pria itu langsung membulatkan matanya tanpa sengaja. Dia terkejut, tentu saja. Apalagi wanita dihadapannya ini.

"Kau bilang apa?" Tanyanya kembali dan lagi-lagi mendapatkan respon tak terduga.

"Dua telinga sudah diciptakan dengan posisi yang pas, aku rasa tidak perlu pengulangan." Nadanya terdengar biasa saja, tapi terasa menohok.

"Kau......"

Nona, ini sarapannya!" Perawat datang dengan sarapan dengan troli.

"Terimakasih." Lagi, pria itu terkejut dengan kata ajaib itu.

"Tuan, anda baik-baik saja?" Perawat itu bertanya cepat saat melihat botol minum yang berguling di lantai.

"Mungkin harus diperiksa, sekalian telinganya juga." Jelas Sera.

Bersambung......

Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiahnya ya terimakasih banyak 🥰🥰🙏