NovelToon NovelToon
THE SECRET AFFAIR

THE SECRET AFFAIR

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cintapertama
Popularitas:969
Nilai: 5
Nama Author: Neon Light

Seharusnya kehidupan Serena sempurna memiliki kekasih tampan dan kaya serta mencintainya, dia semakin yakin bahwa cinta sejati itu nyata.


Namun takdir mempermainkannya ketika sebuah malam kelam menyeretnya ke dalam pelukan Nicolás Navarro—paman dari kekasihnya, pria dewasa yang dingin, berkuasa, dan telah menikah lewat perjodohan tanpa cinta.

Yang terjadi malam itu seharusnya terkubur dan terlupakan, tapi pria yang sudah memiliki istri itu justru terus menjeratnya dalam pusaran perselingkuhan yang harus dirahasiakan meski bukan kemauannya.

“Kau milikku, Serena. Aku tak peduli kau kekasih siapa. Malam itu sudah cukup untuk mengikatmu padaku... selamanya.”


Bagaimana hubungan Serena dengan kekasihnya? Lantas apakah Serena benar-benar akan terjerat dalam pusaran terlarang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neon Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9

Tubuh Gabriel masih berdiri tegak, napasnya tersengal, keringat menetes deras membasahi wajah dan lehernya. Meski matahari tepat di atas kepala, lelaki itu tetap tak bergeming dari tempatnya.

“Gabriel! Apa yang sedang kamu lakukan? Kamu tidak lihat betapa teriknya matahari sekarang? Bisa-bisa kamu pingsan,” ucap Gaby seraya menghampiri, menyerahkan botol air di tangannya.

Gabriel menerima botol itu, tapi tidak segera meminumnya. Tatapannya menajam, nadanya berubah tegas. “Jelaskan sekarang.”

Gaby menunduk sesaat sebelum akhirnya menarik napas pelan. “Serena semalam mabuk. Sekarang dia sedang istirahat di apartemen. Tidak mungkin aku biarkan dia pulang dalam keadaan seperti itu, Paman dan Bibinya pasti marah besar.”

Gabriel mengerutkan kening, matanya menatap Gaby tak percaya. “Mabuk? Kenapa kamu tidak melarangnya? Kamu tahu kan kalau Serena tidak bisa minum.”

“Aku sudah melarang,” jawab Gaby dengan nada lelah. “Tapi dia tidak mau mendengar. Katanya dia sedang punya masalah. Dia hanya ingin melupakan semuanya untuk sementara.”

Gabriel mengalihkan pandangannya ke tengah lapangan yang kosong, bola basket yang tadi tergeletak di dekat kakinya tampak diam seperti menggambarkan kebisuannya. Dalam kepalanya, berbagai kemungkinan berputar cepat. “Masalah apa yang membuat dia sampai seperti itu?”

“Maaf, aku tidak bisa memberitahu,” sahut Gaby dengan tenang. “Serena memintaku untuk tidak bercerita pada siapa pun, termasuk kamu. Dia ingin bicara sendiri kalau sudah siap.”

Gabriel berdiri cepat, wajahnya tegang. “Kalau begitu, kita pergi sekarang. Aku harus menemui dia.”

Gaby ikut berdiri, tubuhnya memotong langkah Gabriel agar tidak pergi. “Jangan sekarang. Tolong pahami kondisinya sedikit saja. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri.”

Tatapan Gabriel berubah tajam, dadanya naik turun menahan emosi. “Kamu lupa siapa aku? Aku kekasihnya. Aku berhak tahu apa yang sedang dia alami. Kamu tidak bisa melarangku, Gaby. Aku tidak akan membiarkan dia menanggung beban sendirian. Aku akan ada untuknya, kapan pun dia butuh.”

Nada suara Gabriel meninggi, bukan karena marah pada Gaby, melainkan karena rasa takut dan cemas yang tak bisa dia kendalikan.

Gaby menatapnya tanpa gentar. “Kalau begitu, datanglah ke apartemen. Tapi jangan paksa Serena untuk bicara atau menemui kamu. Aku tidak bisa memastikan kalau dia siap. Seharusnya kamu mengerti, Gabriel. Dia tidak butuh seseorang yang bersikap seperti pahlawan sekarang. Dia butuh tenang. Mungkin justru kehadiranmu akan membuatnya semakin tertekan.”

Setelah mengucapkan itu, Gaby melangkah pergi tanpa menoleh lagi. Langkahnya mantap meski hatinya berat meninggalkan Gabriel di tengah lapangan yang mulai sepi.

Gabriel masih berdiri di tempat, memandangi punggung sahabat kekasihnya itu sampai menghilang di antara gedung kampus. Dalam diam, dia bergulat dengan perasaannya sendiri. Setiap kata Gaby terasa menusuk, namun di sisi lain, kata-kata itu juga menahannya dari keputusan gegabah.

Pikirannya kacau. Rasa ingin melindungi bertarung dengan rasa takut kehilangan. Dan di tengah panas siang yang membakar, Gabriel hanya bisa berdiri mematung, menyadari bahwa untuk pertama kalinya—dia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa untuk orang yang paling dia cintai.

*

*

Langit sore menua dengan perlahan, mewarnai cakrawala dengan gradasi jingga dan keemasan. Serena masih berdiri di balkon kamarnya, membiarkan angin sore menyentuh wajahnya yang pucat. Pandangannya kosong menatap mentari yang perlahan tenggelam di balik deretan atap rumah. Ada luka di balik ketenangan yang ditunjukkannya, luka yang tak bisa disembuhkan hanya dengan waktu.

Beberapa jam sebelumnya, Serena pulang dengan wajah pucat. Gaby mengantarnya hingga depan rumah tanpa banyak bicara. Tidak ada kalimat yang mampu menghibur, tidak ada nasihat yang sanggup menenangkan. Dalam diam, Gaby tahu sahabatnya tengah menanggung beban yang terlalu berat untuk diceritakan.

Serena melangkah pelan menuju kamarnya setelah memberi salam kepada pelayan rumah. Antonio, sang paman, belum pulang saat itu. Namun Serena tahu, amarah pria itu hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak. Sejak diadopsi bertahun-tahun lalu, hidupnya selalu dipenuhi dengan peraturan. Antonio menginginkan kesempurnaan dari anak yang bukan darah dagingnya. Semua harus sesuai dengan kehendak sang paman, mulai dari cara berpakaian, berbicara, hingga siapa yang pantas ia temui.

Beruntung Melvia, istri Antonio, selalu menjadi peneduh bagi Serena. Wanita lembut itu tak pernah membiarkan Serena merasa sendirian, meski dalam banyak hal dia juga tak mampu menentang keputusan suaminya.

Kini, di balkon itu, Serena menatap langit seolah mencari kekuatan. Ingatan malam itu masih menghantuinya. Setiap kali menutup mata, wajah Nicholas muncul—bersama rasa takut dan ngeri yang membuat tubuhnya gemetar. Segalanya terasa kotor. Bukan hanya tubuhnya, tetapi juga jiwanya.

Dia menggenggam pagar balkon erat-erat, berusaha menahan air mata yang nyaris jatuh. Segalanya tampak hancur dalam semalam. Cinta yang dulu ia jaga dengan penuh kesetiaan untuk Gabriel kini terasa tak layak lagi.

“Sayang, kamu baru pulang?”

Serena menoleh cepat. Suara lembut itu datang dari arah pintu. Melvia berdiri di sana dengan senyum yang selalu menenangkan. “Paman sama Bibi baru saja dari rumah Tante Salbara. Dia menanyakan kamu, suruh main ke sana nanti.”

Serena buru-buru mengusap pipinya. Senyum tipis terpaksa muncul di wajahnya. “Iya, Bi. Serena baru pulang. Maaf ya, Bibi. Serena tidak sempat memberi kabar dan malah membuat Paman khawatir.”

Melvia melangkah mendekat, memperhatikan wajah anaknya dengan seksama. “Kamu menangis? Matamu merah sekali.”

Serena segera memalingkan pandangan, menunduk dalam. “Ah, tidak, Bi. Anginnya kencang, jadi perih saja.” Tangannya mengusap pelan matanya yang masih basah.

Melvia tidak menjawab. Wanita itu hanya tersenyum lembut meski sorot matanya menyimpan banyak tanya. “Bibi kira kamu sedang bertengkar dengan pacarmu. Ya sudah, turun yuk. Paman pasti ingin bertemu denganmu.”

Serena menggeleng pelan. “Bibi duluan saja ya, Serena mau mandi dulu sebentar.”

Melvia mengangguk dan berlalu meninggalkan kamar. Setelah pintu tertutup, Serena kembali memandang senja yang hampir sirna. Cahaya terakhir sore itu memantul di matanya yang sembab. Dalam hati kecilnya, dia berbisik pelan.

“Andai semua ini bisa dihapus seperti warna langit yang perlahan pudar...”

To be continued…

1
Haris Saputra
Keren banget thor, semangat terus ya!
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya, trmksh🙏
total 1 replies
Nana Mina 26
Terima kasih telah menulis cerita yang menghibur, author.
riez onetwo
Ga nyangka sebagus ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!