Dunia dimana yang kuat berkuasa dan yang lemah di tindas, tempat dimana banyak harta karun tersembunyi dan hewan moster berkeliaran. Seni bela diri adalah kehidupan dan kehidupan adalah seni bela diri itu lah kehidupan para kultivator
Zhou Yun yang merupakan keturunan dari Klan Zhou yang agung, serta mempunyai bakat yang luar biasa ingin menyatukan seluruh upper realm dibawah namanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pengangguran Sukses, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilatih Tetua Agung
Dalam satu bulan setelah insiden dengan Fraksi Sword Thunder, Fraksi Pedang Dao Surgawi hidup dalam suasana damai namun penuh semangat.
Setiap hari halaman markas dipenuhi dengan suara pedang beradu, cahaya teknik pedang menari di udara. Zhou Yun dan Zhou Shen sering turun langsung mengajari murid-murid inti, sementara mereka yang lebih lemah tetap mendapat bimbingan. Dalam waktu singkat, fraksi itu tumbuh pesat, lebih teratur, dan bahkan mulai disegani banyak murid.
Beberapa kali murid dari tiga fraksi besar datang untuk mengintai, namun tak berani membuat keributan. Nama Zhou Yun sudah terlalu berat untuk ditantang sembarangan.
Zhou Yun sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dalam meditasi. Duduk di puncak atap istana batu, ia sering menatap jauh ke pegunungan, membiarkan angin spiritual berhembus. Aura pedangnya semakin tajam, seakan langit dan bumi menjadi perpanjangan kehendaknya.
Zhou Shen yang melihatnya hanya bisa tersenyum.
“Saudara, satu bulan tenang ini justru terasa seperti badai yang tenang… aku yakin setelah ini sesuatu yang besar akan datang.”
Zhou Yun hanya menanggapi dengan senyum tipis. “Pedang tidak pernah berhenti diasah. Jika tenang terlalu lama, akan berkarat.”
Suatu pagi, langit sekte dipenuhi cahaya emas. Suara lonceng kuno menggema dari arah puncak gunung tertinggi Sekte Pedang Surgawi.
Semua murid menoleh, berbisik heran.
“Itu suara lonceng… bukankah hanya dibunyikan bila ada panggilan langsung dari Tetua Agung?”
“Benar… siapa yang dipanggil kali ini?”
Tak lama, seorang murid inti datang membawa pesan khusus. Ia berhenti di depan markas Fraksi Pedang Dao Surgawi dan membungkuk.
“Zhou Yun, ini perintah langsung dari Tetua Agung. Kau diminta naik ke puncak gunung tertinggi—Gunung Pedang Surgawi. Beliau ingin melatihmu secara pribadi.”
“Dilatih langsung Tetua Agung!?”
“Mustahil… selama ini bahkan Lin Feng pun tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu!”
Zhou Shen menatap sahabatnya dengan mata berkilat. “Saudaraku, ini kesempatan besar. Bahkan mungkin… ini ujian yang akan menempatkanmu di jalan pewaris sejati.”
Zhou Yun berdiri tenang. Ia menatap puncak gunung yang menjulang, diselimuti awan putih dan cahaya pedang tak kasat mata.
Di matanya, kilatan tajam muncul.
“Kalau Tetua Agung memanggilku… berarti saatnya pedangku menembus batas lama. Baiklah, mari kita lihat apa yang menunggu di puncak itu.”
Dengan sekali langkah, tubuhnya melayang ke langit, meninggalkan jejak aura pedang. Para murid hanya bisa menatapnya kagum, menyadari bahwa perjalanan Zhou Yun baru saja memasuki tahap yang lebih tinggi.
Puncak Gunung Pedang Surgawi diselimuti kabut putih, cahaya pedang berkilat dari setiap celah batu. Gunung itu bukan sekadar puncak—melainkan tempat lahirnya sekte, di mana tujuh pedang kuno pernah ditanamkan untuk melindungi dunia.
Zhou Yun mendarat dengan tenang di atas dataran luas yang dipenuhi reruntuhan kuno. Suasana sunyi, hanya terdengar desir angin yang membawa gema pedang.
Dari kejauhan, berdiri sosok berjubah abu-abu panjang, rambut putih terurai, mata setenang samudra dalam. Dialah Tetua Agung Sekte Pedang Surgawi.
Ketika Zhou Yun melangkah mendekat, tubuhnya serasa ditusuk ribuan pedang tak kasat mata.
“Salam, Tetua Agung.” Zhou Yun membungkuk hormat.
Tetua Agung menatapnya dengan senyum samar.
“Zhou Yun, pedangmu tajam, tapi masih terlalu muda. Kau harus belajar menundukkan pedang… bukan hanya menebas musuh dengan pedang.”
Tangannya terangkat, dan seketika langit bergemuruh. Dari dalam gunung, muncul pedang batu raksasa yang memancarkan cahaya kuno. Aura pedang itu mengguncang langit, membuat awan berputar.
“Ini adalah Pedang Warisan Surgawi. Siapa pun yang mampu menghadapinya, akan dianggap layak sebagai pewaris sejati sekte.”
Pedang itu terangkat perlahan, lalu jatuh menebas Zhou Yun dengan kecepatan tak terbayangkan.
Zhou Yun menatapnya, mata bersinar tajam. Aura pedang keluar dari tubuhnya, bergemuruh seperti badai.
“Kalau begitu… izinkan pedangku menjawab ujian ini!”
Dengan gerakan cepat, ia menghunus pedang kunonya. Tubuhnya melompat ke udara, membentuk jurus pedang yang seperti naga terbang menembus awan.
BRAK!
Dua pedang bertemu, ledakan cahaya menelan seluruh puncak. Batu-batu pecah, kabut tercerai-berai.
Namun pedang batu itu tidak berhenti. Ia terus menekan, seolah ingin menguji seberapa jauh tekad Zhou Yun.
Darah menetes dari bibir Zhou Yun, tapi tatapannya semakin tajam.
“Pedang… bukan hanya alat. Pedang adalah jiwa!”
Aura pedangnya berubah. Bukan lagi hanya kekuatan membunuh, tapi ketenangan yang menyatu dengan langit dan bumi. Dalam sekejap, pedang di tangannya bersinar lebih terang, lalu menebas lurus.
CRAAAK!
Pedang batu raksasa itu terhenti, lalu retak perlahan sebelum pecah menjadi serpihan cahaya.
Kabut kembali menyelimuti puncak. Zhou Yun berdiri tegak, napasnya berat, tapi matanya penuh kemenangan.
Tetua Agung menatapnya lama, lalu mengangguk pelan.
“Bagus. Kau telah menundukkan ujian pedang pertama. Mulai hari ini, kau bukan hanya muridku—kau adalah penerus garis pedang surgawi.”
Suara itu menggema di seluruh puncak, seolah langit dan bumi ikut menyaksikan lahirnya pewaris baru.
Zhou Yun mengepalkan tangannya, membungkuk hormat.
“Zhou Yun… tidak akan mengecewakan, Tetua.”
Sejak hari ia menaklukkan Pedang Warisan Surgawi, Zhou Yun tidak pernah turun dari puncak gunung itu lagi.
Tetua Agung membawanya ke sebuah tempat rahasia—Lembah Pedang Abadi, sebuah ruang dimensi di dalam puncak, dipenuhi ribuan pedang kuno yang tertancap di tanah. Setiap pedang memancarkan aura pembunuh, seakan pernah meneguk darah tak terhitung.
“Zhou Yun,” suara Tetua Agung bergema, “tempat ini adalah kuburan pedang. Semua pedang yang rusak dalam perang kuno bersemayam di sini. Setiap helai aura yang kau rasakan… adalah jiwa seorang pendekar pedang yang gugur.”
Zhou Yun merasakan tubuhnya bergetar hebat. Tekanan dari ribuan pedang itu seakan hendak menembus kulitnya, menghancurkan jiwanya.
Namun Tetua Agung hanya menatapnya dingin.
“Kalau kau tidak bisa berjalan di antara ribuan pedang ini dengan tenang… kau tidak layak disebut penerus pedang surgawi.”
Zhou Yun menghela napas, lalu melangkah.
Setiap langkahnya terasa seperti berjalan di tepi jurang neraka. Jiwa-jiwa pedang itu berteriak, menusuk pikiran, menggoda dan mengancam. Namun semakin lama, tatapan Zhou Yun justru semakin jernih.
“Tajamnya pedang… bukan untuk mengguncang hati. Pedang sejati adalah yang tetap tenang meski berdiri di tengah lautan darah.”
Dalam sebulan, Zhou Yun berhasil berjalan ke tengah lembah, di mana sebuah pedang hitam retak berdiri. Aura pedang itu berbeda, seolah menelan cahaya di sekitarnya.
Tetua Agung muncul di sampingnya.
“Itu… adalah Pedang Asura. Pedang yang menelan ribuan jiwa iblis di perang kuno. Jika kau bisa duduk bermeditasi di depannya selama tujuh hari tanpa goyah, maka jiwamu akan terbentuk ulang.”
Zhou Yun duduk bersila. Segera, suara tangisan, raungan, dan bisikan ribuan jiwa iblis menyerbu kepalanya. Tubuhnya gemetar, matanya hampir memerah karena amarah yang ditanamkan pedang itu.
Namun ia memejamkan mata. Dalam kegelapan jiwanya, hanya ada satu hal—pedang yang tenang.
Hari berganti malam, malam berganti hari. Pada hari ketujuh, Zhou Yun membuka mata. Tatapannya tidak lagi sekadar tajam, tapi jernih dan dalam, seperti pedang yang bisa menembus langit tapi tetap tersimpan dalam sarung.
Tetua Agung mengangguk.
“Bagus… kau telah menundukkan amarah pedang. Mulai hari ini, pedangmu bukan lagi hanya alat membunuh, tapi juga pedang yang menundukkan jiwa.”
Bulan kedua, Zhou Yun ditempa dalam teknik pedang kuno sekte—Tujuh Gaya Pedang Surgawi.
Setiap gaya mewakili aspek langit: Kilatan, Angin, Awan, Badai, Bulan, Bintang, dan Matahari.
Zhou Yun berlatih siang dan malam. Tubuhnya penuh luka, pakaiannya sering robek, tapi ia tak pernah berhenti. Saat bulan kedua berakhir, ia sudah bisa memadukan enam gaya, meninggalkan hanya satu: Gaya Matahari, yang dikenal paling sulit dan paling mengerikan.
Bulan ketiga, Tetua Agung mengajaknya ke tebing tertinggi puncak gunung. Di sana, langit dipenuhi cahaya petir dan badai spiritual.
“Ini ujian terakhir,” ujar Tetua Agung.
“Gunakan pedangmu untuk menebas langit. Jika kau bisa mengendalikan Gaya Matahari dan menembus badai ini, maka kau benar-benar telah menguasai Tujuh Gaya Pedang Surgawi.”
Zhou Yun berdiri di tebing, pedangnya terhunus. Angin kencang menyapu, petir menyambar.
Dengan napas panjang, ia menyatukan enam gaya sebelumnya, lalu mengangkat pedangnya tinggi. Cahaya emas menyelimuti pedang itu, panas dan menyilaukan.
“—Tebasan Matahari!”
Pedang turun.
Langit terbelah. Petir hancur, badai tercerai-berai. Cahaya matahari sejati menembus awan, menyinari seluruh Gunung Pedang Surgawi.
Tetua Agung menatapnya dengan sorot puas.
“Luar biasa… tiga bulan, dan kau telah menguasai apa yang bahkan murid jenius butuh sepuluh tahun untuk mencapainya. Zhou Yun… pedangmu sekarang benar-benar pedang surgawi.”
Zhou Yun terengah, tapi senyum tipis muncul di bibirnya.
“Tetua… ini baru permulaan. Aku akan menebas jalan sampai puncak langit.”
Tetua Agung mengangguk pelan.
“Kalau begitu, bersiaplah. Dunia luar tidak akan seindah pelatihanmu di sini.”