Mengisahkan tentang Ling Yi, seorang gadis desa yang mendadak kehilangan kebahagiaannya akibat suatu bencana tak terduga.
Bukan karena musibah, melainkan karena peristiwa kebakaran yang di sengaja oleh pasukan jahat dari suatu organisasi rahasia.
Di saat itu pula, Ling Yi juga menyadari bahwa ia memiliki suatu keistimewaan yang membuat dirinya kebal terhadap api.
Malam itu, kobaran api yang menyelimuti rumah mungilnya itu akhirnya menjadi saksi bisu tentang kepedihan, kesedihan, kemarahan, serta kebencian yang memuncak dalam tekadnya untuk membalaskan dendam.
"Tidak bisa aku maafkan! Penderitaan ini, aku pasti akan mengingatnya seumur hidupku!"
"Akibat ulah mereka, aku sampai harus kehilangan ibuku, ayahku, tempat tinggal, serta semua harta bendaku,"
"Aku bersumpah! Suatu hari nanti, aku pasti akan menghabisi mereka semua dengan apiku sendiri!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SSERAPHIC, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. Sumpah Di Tengah Bencana ( Part.2 )
Sayangnya, bujukan dari Ling Yi dan juga ibunya tidak cukup ampuh untuk menggoyahkan keputusan seorang Ling Chen. Pria yang di ajak bicara itu justru hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Tidak, sayang," sahutnya lembut.
Ia lalu berbalik menatap istri dan anaknya sambil tersenyum. Di raihnya kepala Ling Yi terlebih dulu dan membelainya lembut.
"Ling Yi, berjuanglah. Kamu pasti bisa menjadi lebih kuat. Ayah yakin, suatu hari nanti kamu pasti akan terkejut tentang seberapa kuat dirimu sebenarnya,"
"Ayah..."
Tangan Ling Chen yang sebelahnya lalu beralih mengusap kepala sang istri dan menatapnya lekat.
"Sayang, kalian berdua relakan aku, ya? Jaga diri kalian baik-baik. Aku sayang kalian," ucap Ling Chen lembut, lalu mengecup kening istrinya dan juga Ling Yi bergantian.
"Ck! Cukup! Seret dia kemari!" decak kesal si pemimpin pasukan.
Pasukan misterius itu lalu bergegas mendekati Ling Chen dan menarik tubuhnya.
"Tidak! Jangan bawa suamiku! Aku mohon..."
"Jangan bawa ayahku! Lepaskan! Jangan sakiti dia!"
Ling Yi dan ibunya berusaha keras mempertahankan tubuh Ling Chen dalam pelukan mereka. Namun sayang, semua usaha mereka berujung sia-sia.
Demi keselamatan istri dan anaknya, Ling Chen lebih memilih melepaskan genggamannya dari keluarga kecilnya itu dan menyerahkan dirinya, lalu berakhir dengan di seret paksa oleh pasukan misterius itu dengan mudah tanpa adanya perlawanan.
Ling Yi dan ibunya yang menyaksikan hal itu pun hanya bisa menangis pilu tak berdaya. Beda halnya dengan si pemimpin pasukan yang tengah tersenyum licik, sambil menatap ke arah Ling Chen yang telah sampai tepat di sebelahnya dan membalas tatapannya dengan tajam.
"Sekarang, tepati janjimu dan jangan sakiti keluargaku!" teriak Ling Chen dengan tegas.
"Janji? Cih... dasar bodoh," sahutnya dengan santai, lalu dengan tiba-tiba melancarkan serangannya pada Ling Yi.
Whushhh
"Aakhh!"
"Tidaaakk!"
Ling Yi dan Ling Chen seketika terpaku, sepasang mata mereka di buat terbelalak sempurna setelah menyaksikan kejadian yang begitu mengejutkan itu. Ibu Ling Yi, demi melindungi sang putri, ia sampai rela mengorbankan nyawanya dan menghadang serangan itu tepat di hadapan Ling Yi, membuatnya berakhir terkulai lemas ke tanah akibat terkena serangan si pemimpin pasukan.
Ling Yi pun jatuh terduduk dan meletakkan tubuh sang ibu di pangkuannya.
"I-ibu... tidak... hiks... kenapa ibu melakukan itu? Hiks... bertahanlah ibu... bertahanlah, aku mohon..." ucapnya sambil menangis tersedu-sedu, memeluk sang ibu yang sudah terbatuk-batuk, merasakan sesak dan sakit yang amat sangat di sekujur tubuhnya.
"I-ibu... ti-tidak apa-apa, sayang..." sahut sang ibu terbata-bata sambil tersenyum lemah ke arahnya.
"Ups... maaf, ya? Hahahahaa..." ucap si pelaku tanpa rasa bersalah, lalu di lanjutkan dengan kembali tertawa jahat
"Pengkhianatt!" teriak Ling Chen penuh geram.
Ling Chen berusaha keras untuk memberontak dan meraih tubuh si pelaku penyerangan istrinya. Namun sayang, serangan yang sama dari pria itu justru kembali terulang dan tepat mengenai tubuhnya.
"Aakhh!"
"Tidakk!"
Lagi dan lagi, Ling Yi di buat terpaku dengan serangan tiba-tiba dari pria kejam itu dengan ayahnya sendiri sebagai sasaran. Ling Yi membatu menatap sang ayah yang telah jatuh berlutut tak berdaya dengan kedua lengannya yang terus di cengkeram erat oleh pasukan misterius itu.
Ling Chen jatuh tertunduk sambil meringis kesakitan. Namun, tak lama berselang, ia lalu mendongakkan kepalanya, menatap lemah ke arah sang putri sambil terus berusaha tersenyum, berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan sang putri bahwa dirinya baik-baik saja.
"Ayah..." lirih Ling Yi gemetar setelah menyaksikan penyerangan ibu dan juga ayahnya langsung di depan matanya.
"Hahahahaa..." tawa puas si pelaku yang menggelegar menyombongkan keangkuhannya.
Tanpa rasa takut sedikitpun, Ling Yi lalu menatap tajam pria iblis itu dengan seluruh kebencian yang membara dalam hatinya.
"Dasar sampah!" ucapnya geram dengan sorot mata tajam dan wajahnya yang memerah bergetar.
"Hm, menarik juga tatapanmu itu," gumam pria itu sambil menyeringai.
Ling Yi pun mengepalkan tangannya kuat. Emosi yang begitu memuncak membuatnya ingin sekali menyerang wajah pria itu dan mencabik-cabiknya habis-habisan. Namun sekarang, ia tau bahwa ia harus tetap berpikir jernih, dan sadar, bahwa diam bukanlah hal yang terlalu bodoh untuk dilakukan sekarang ini.
"Tunggulah pembalasanku! Suatu hari nanti, aku pasti akan membalas semua perbuatanmu hari ini!" teriak Ling Yi penuh dendam.
"Menarik. Kita lihat saja nanti," sahut pria itu dengan santainya.
Setelah itu, dalam sekejap mata, pria itu tiba-tiba saja menghilang dari hadapan Ling Yi, dan langsung di ikuti oleh para pasukannya yang membawa ayahnya pergi bersama mereka. Menghilang begitu saja secara misterius, layaknya bayangan yang bergerak secepat kilat.
"Tunggu aku, ayah. Bertahanlah..." batinnya lirih sembari menatap tajam halaman rumahnya yang telah kosong itu.
Setelah kepergian mereka, Ling Yi tiba-tiba merasakan usapan telapak tangan lembut yang menyentuh pipinya, yang tak lain adalah tangan ibunya sendiri. Di saat ia menatapnya, wajah sang ibu ternyata sudah pucat dan mulai membiru.
"Ling Yi..." lirihnya dengan suara lemah.
"Iya ibu, aku di sini. Mereka sudah pergi, ibu. Kita aman. Sekarang, kita temui tabib, ya? Ayo, ibu! Aku akan membantumu. Ayo!" ucap Ling Yi sambil berusaha memapah tubuh ibunya.
Namun, sang ibu justru menggeleng menolaknya, dan berusaha keras untuk berbicara dengan sisa-sisa tenang dalam dirinya.
"Ti-tidak, Ling Yi... tidak perlu. I-ibu... sudah tidak kuat lagi. Ibu sudah cukup bangga, karena kamu telah mewarisi kekuatan ayahmu, dan kebal terhadap api. Ibu mohon... t-tolong... selamatkan ayah, dan balaskan dendam ibu pada mereka,"
Ling Yi pun menangis sesenggukan menatap sang ibu dan menggelengkan kepalanya kuat. Tangan sang ibu yang menempel di pipinya pun terus di genggamnya erat.
"Tidak, ibu... jangan bicara seperti itu. Bertahanlah, ibu... aku mohon. Baik ibu, ataupun aku, kita berdua harus membalaskan dendam itu bersama-sama, ya?" lirih Ling Yi dengan air mata berlinang.
Sang ibu pun hanya bisa tersenyum lemah menatapnya, sambil terus menangisi akhir hayatnya yang di rasa sudah amat dekat.
"Tidak, Ling Yi. Ibu yakin kamu gadis yang kuat. Ibu percaya... kamu pasti mampu membalaskan dendam itu sendiri. I-ikhlaskan ibu, ya? I-ibu... menyayangimu. S-selamat... tinggal, sayang..."
Brukkk
Lolos sudah tangan lembut wanita itu, meringsut bebas dari pipi sang putri dan ambruk ke tanah. Mata indahnya terpejam sempurna, nafasnya terhenti seketika, seiring dengan berhentinya detak jantung serta denyut nadinya, menandakan bahwa ia sudah tak lagi bernyawa.
Ling Yi membatu, merasakan sesak yang begitu hebat setelah dengan sangat jelas menyaksikan semua tanda-tanda barusan dengan mata kepalanya sendiri.
"Ti-tidak... ini tidak mungkin..." batinnya lirih.
"Ibu... bangun, ibu. Bangunlah, aku mohon. Bangun, ibu..."
Ia terus menggoyangkan tubuh sang ibu dengan harapan bahwa ibunya akan menjawab, akan bangun, dan akan kembali tersenyum kepadanya.
Namun sayang, takdir justru berkehendak lain. Inilah bagian kepahitan dari takdir yang harus ia hadapi, menyaksikan sang ibu kehilangan nyawa dan terbujur kaku tepat di atas pangkuannya.
Setelah memastikan bahwa nadi ibunya tak lagi berdenyut, Ling Yi akhirnya sadar, bahwa wanita yang paling ia cintai itu kini telah pergi untuk selamanya.
Kesedihan, kekesalan, kebingungan, benar-benar menyesakkan. Rasanya semua itu kini bercampur sempurna memenuhi rongga dada gadis itu. Ling Yi, gadis yang telah di tinggalkan seorang diri itu, kini hanya bisa menjerit pilu menyuarakan rasa pedihnya, menangis histeris dan terisak sendirian, sambil terus memeluk erat tubuh sang ibu yang sudah tak lagi bernyawa.
Ling Yi terus menangis dan menangis, menangis hingga lelah, hingga rasa sedihnya itu bertukar menjadi bara emosi yang kian memuncak dan mengalir deras dalam darahnya.
Malam itu, api yang membara menyelimuti rumah mungilnya seolah menjawab semua emosi yang meluap-luap dalam dirinya. Api itu kian membesar, berkobar tinggi bak ledakan hebat yang seirama dengan kendali pikirannya, dengan gejolak emosi yang sudah mencapai puncaknya.
Dengen tekad yang bergemuruh dalam hatinya, Ling Yi pun mengambil sumpah di hadapan kobaran api itu, bahwa ia, akan membalaskan dendamnya kepada mereka yang telah menyebabkannya mengalami penderitaan sepahit ini.
"Tidak bisa aku maafkan! Penderitaan ini, aku pasti akan mengingatnya seumur hidupku!"
"Akibat ulah mereka, aku sampai harus kehilangan ibuku, ayahku, tempat tinggal, serta semua harta bendaku,"
"Aku bersumpah! Suatu hari nanti, aku pasti akan menghabisi mereka semua dengan apiku sendiri!"
🤗