Terbangun dari koma akibat kecelakaan yang menimpanya, Lengkara dibuat terkejut dengan statusnya sebagai istri Yudha. Jangan ditanya bagaimana perasaannya, jelas saja bahagia.
Namun, Lengkara merasa asing dengan suaminya yang benar-benar berbeda. Tidak ada kehangatan dalam diri pria itu, yang ada hanya sosok pria kaku yang memandangnya saja tidak selekat itu.
Susah payah dia merayu, menggoda dan mencoba mengembalikan sosok Yudha yang dia rindukan. Tanpa dia ketahui bahwa tersimpan rahasia besar di balik pernikahan mereka.
******
"Dia berubah ... amnesia atau memang tidak suka wanita?" - Lengkara Alexandria
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 02 - Seperti Bukan Dia
Beberapa hari di rumah sakit kesehatan Lengkara semakin membaik. Mungkin karena dukungan sang suami di sisinya, meski jujur saja Lengkara merasa suaminya benar-benar berubah. Seolah bukan dirinya, tapi dia cukup perhatian, tepatnya bertanggung jawab.
Hingga ketika kembali ke rumah, Lengkara semakin merasa janggal. Pria itu tidak membawanya ke rumah yang dahulu sudah direncanakan akan mereka tinggali pasca menikah, tapi ke rumah yang lebih pantas disebut istana.
Ya, Lengkara tidak salah lihat. Sempat berpikir bahwa Yudha tengah memberikannya kejutan, tapi ketika tiba juga tidak ada kalimat manis yang mengatakan bahwa rumah ini adalah hadiah pernikahan mereka.
Ditambah lagi, tidak ada ibunya di sana. Padahal, sejak awal Yudha sudah mengatakan andai benar-benar menikah, maka mereka akan tinggal bersama ibunya. Kini, mata Lengkara menangkap kekosongan di rumah itu, hanya ada pembantu dan dua penjaga di depan.
"Mas ... ibu dimana?"
Sejak tadi keduanya diam dan Lengkara terjebak dalam kebimbangan, kini berani mengungkapkan kegundahan juga pada akhirnya.
"Ibu di kampung ... aku minta beliau menjalani pengobatan tradisional, jadi untuk sementara kita berdua dulu," jelasnya tanpa menatap Lengkara sama sekali, mata pria itu hanya fokus dengan ponselnya.
"Hem begitu."
Lengkara turut menghempaskan tubuhnya di sisi sang suami, sekalipun tidak diminta wanita itu menyadarkan kepala di pundaknya. Sudah dalam keadaan begitu, sang suami masih saja diam membisu.
Sejak kapan Yudha jadi kanebo kering begini? Tidak hanya kaku, tapi juga menyebalkan. Padahal, sejak dahulu Yudha ketahui bahwa Lengkara pantang diabaikan, bisa-bisanya kini justru fokus dengan email dan pesan singkat lainnya.
Apa mungkin karena dia kerap mengejek kakak iparnya? Tapi kenapa karma yang datang sejahat ini. Lengkara mendadak berpikir dimana letak salahnya, bibirnya memang kurang ajar, tapi tidak lebih kurang ajar dari saudaranya.
Wanita itu menatap sang suami melalui ekor matanya. Seketika kekesalan akibat diabaikan muncul seketika, Lengkara mencubit pinggang sang suami tanpa aba-aba. Namun, hasilnya justru di luar dugaan Lengkara.
Tidak ada jerit histeris seperti biasanya, apa mungkin kecelakaan bisa menghilangkan kebiasaan seseorang? Lengkara mengatupkan bibir seketika kala sorot tajam pria itu tertuju ke arahnya.
"Hihi, ayamnya mana, Mas?"
"Ayam?" tanyanya seraya mengerutkan dahi, dia tidak mengerti apa maksud Lengkara sebenarnya.
"Atau mas tidak latah lagi?" tambah Lengkara kemudian masih berani menatap mata sang suami.
Tatapannya menyeramkan, lebih menakutkan dari tatapan kakaknya saat marah. Sedatar itu, dan dia mengerjap pelan kemudian hingga Lengkara mengusap pelan pinggang sang suami yang mungkin saja membiru.
"Latah?"
"Iya, biasanya mas latah ... kalau sudah sembuh syukurlah, kata teman kuliahku sebisa mungkin latah itu harus disembuhkan."
Lengkara mengarang cerita demi membuat suasana tidak secanggung itu. Sejak dahulu memang Lengkara memintanya melangkah untuk hidup yang lebih serius, tapi bukan berarti ekspresi wajahnya juga sekaku itu.
"Gerak-gerikmu terlihat dari sana."
Pria itu menunjuk ke arah cermin yang terpajang di depan sana, Lengkara mengerjap pelan dan tidak sadar jika mereka memang terlihat begitu jelas. Namun, Lengkara menepis fakta itu, sejak tadi dia ketahui Yudha hanya fokus dengan ponselnya.
"Untuk apa cermin selebar itu? Ah atau mas sengaja siapkan cermin itu untuk melihat kita saat bercinta?" selidik Lengkara yang seketika membuat mata suaminya membola.
"Uhuk."
Pertanyaan macam apa itu, dia yang tadi terlihat mengabaikan kini memerah akibat tersedak ludah. Bukan hanya batuk biasa, tapi batuk sungguhan hingga harus lari mencari air mineral demi melegakan tenggorokannya.
Meski tidak diajak, Lengkara mengiring di belakangnya. Memerhatikan Yudha yang tergesa demi menyelamatkan dirinya. Sudah menikah, tapi Yudha masih gugup membahas urusan ranjang? Aneh juga, Lengkara bertanya dalam batinnya.
"Are you okay?"
"Hm, jangan khawatirkan aku," ucapnya menghela napas lega, padahal jika diingat-ingat, pembicaraan semacam itu adalah hal yang wajar-wajar saja untuk pasangan yang sudah menikah.
"Aku salah bicara ya, Mas?"
Pria itu menggeleng cepat, Lengkara tidak salah. Apa yang dia ucapkan sama sekali tidak salah dan sudah sewajarnya seorang istri bercanda pada suami, dia saja yang berlebihan menunjukkan reaksi semacam ini.
Sama-sama bak baru bertemu beberapa hari lalu. Saat ini justru pria itu yang berusaha mengalihkan pandangan lantaran Lengkara selalu menatapnya selekat itu. Bahkan, hingga diajak ke kamar dan diminta tidur siang Lengkara masih saja memandanginya.
"Kamu kenapa selalu menatapku begitu?"
"Ganteng, mas minum apa selama aku tidak sadarkan diri?" tanya Lengkara sendu dan menciptakan senyum tipis di wajah sang suami.
Siallan, dia tersenyum dan itu semakin tampan. Sejak dulu sudah tampan, tapi saat ini bertambah dua kali lipat. "Minum darah," jawabnya asal dan mengalihkan pandangan, salah tingkah hingga selalu bereaksi sama.
Cukup banyak Lengkara bahas, sebagai suami dia bertugas menjadi pendengar dan tempatnya mengadu sebagaimana janji yang sudah dia ucapkan. Hingga, di detik terakhir sebelum beranjak dari tempat tidur, kecupan singkat mendarat di kening Lengkara tanpa dia sepengetahuannya.
"Aku pergi sebentar, tidur yang nyenyak," ucapnya lembut kemudian berlalu keluar, ada banyak hal yang tidak dia ketahui dan berakhir membuatnya persis orang bodoh.
"Hei, kenapa kau tidak bilang Yudha latah?"
"Apa itu penting?"
"Tidak juga, tapi untuk saat ini penting sekali!! Istriku bingung dan barusan dia mencurigakan, seperti memastikan sesuatu tentangku."
Sedikit gusar, dia bahkan mencari tempat yang lebih aman agar bicara secara leluasa. Pria itu menggigit ujung jemarinya seolah tengah menyalahkan pihak lain atas apa yang dia alami hari ini.
"Pertanyaannya, jika kau tahu dia latah apa kau juga akan menjadi seperti dia ketika bicara?"
"Tidak, 'kan?!"
"Benar, aku tidak akan melakukannya," jawab pria itu kemudian menggigit bibirnya sebelum menutup telepon secara sepihak.
.
.
- To Be Continued -
bikin pedih mata...
ada luka yg tak terlihat tp bs dirasa.
kl diposisi lengkara apa jadinya