Erlin, gadis mandiri yang hobi bekerja di bengkel mobil, tiba-tiba harus menikah dengan Ustadz Abimanyu pengusaha muda pemilik pesantren yang sudah beristri.
Pernikahan itu membuatnya terjebak dalam konflik batin, kecemburuan, dan tuntutan peran yang jauh dari dunia yang ia cintai. Di tengah tekanan rumah tangga dan lingkungan yang tak selalu ramah, Erlin berjuang menemukan jati diri, hingga rasa frustasi mulai menguji keteguhannya: tetap bertahan demi cinta dan tanggung jawab, atau melepaskan demi kebebasan dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Hari ini bengkel sangat ramai sekali dan dari tadi Erlin tidak berhenti bekerja memperbaiki mobil yang rusak
Semua pelanggan menyukai hasil kerja Erlin ,karena bagi mereka, tak ada montir yang lebih teliti dan cepat darinya.
Setiap mobil yang masuk selalu pulang dalam keadaan prima.
Erlin keluar dari kolong sebuah mobil sedan, wajahnya berlumur oli namun senyumnya lebar. Ia memanggil pemilik mobil itu.
“Mobil kamu sudah selesai, Denik,” ucap Erlin sambil melepas sarung tangan.
Denik menatap mobilnya yang kini tampak kembali prima.
Ia mengangguk puas lalu merogoh saku celananya.
Dengan tulus ia mengulurkan beberapa lembar uang ke tangan Erlin.
“Terima kasih banyak, Lin. Ini sedikit buat kamu. Kerjaan kamu selalu memuaskan.”
Erlin tersenyum, menerima tips itu dengan sederhana, tanpa banyak kata.
Bagi Erlin, kepuasan pelanggan jauh lebih berarti daripada imbalan tambahan.
Teman-teman Erlin merasa beruntung karena Erlin montir yang cekatan.
Setelah selesai membetulkan mobil Denik, Erlin kembali melanjutkan membetulkan mobil yang lain.
"Erlin, jangan kamu forsir tenagamu." ucap Billy yang merupakan teman akrab Denik.
Denik menganggukkan kepalanya dan kembali masuk kedalam mobil Taft.
Billy ikut membantu Denik, membawakan barang-barang yang tadi ditinggalkan di kursi belakang.
Saat Denik membuka onderdil mobil, ia mendekatkan suara ponselnya yang ada di sakunya.
Billy meminta Denik untuk mengangkat ponselnya.
Denik keluar dari bawah mobil dan segera mengangkat ponselnya.
"Hallo Bu, ada apa? Aku masih kerja." ucap Erlin.
"Erlin, Abi meminta kamu untuk segera pulang." ujar Ibu Mina.
"Iya Bu, aku usahakan agar aku bisa pulang cepat." ucap Erlin sambil menghela nafas panjang.
Erlin mematikan ponselnya dan kembali masuk ke kolong mobil.
"Siapa yang telepon?" tanya Billy.
"Ibu memintaku untuk segera pulang," jawab Erlin.
Billy tersenyum dan membantu Erlin agar lekas selesai.
Sementara itu di tempat lain dimana Ibu Mina dan Abi Husein sedang meminta pelayan untuk menyiapkan makanan.
"Abi yakin kalau Kyai Abdullah mau kesini?" tanya Ibu Mina.
"Iya Bu. Tadi Kyai Abdullah mengatakan kalau ingin silaturahim dengan kita." jawab Abi Husein.
Ibu Mina mengangguk kecil dan kembali menata meja dan kursi.
Detik demi detik berganti dan jam menunjukkan pukul sore.
Kyai Abdullah dan rombongan sudah datang ke rumah Abi Husein.
Abi Husein dan Ibu Mina menyambar kedatangan mereka.
"Assalamualaikum, Husein." sapa Kyai Abdullah.
"Waalaikumsalam, Kyai."
Mereka berdua saling berpelukan erat seperti sahabat pada umumnya.
Ibu Mina bersalaman dengan umi Farida dan mengajaknya masuk kedalam.
Abimanyu mencium tangan Abi Husein dan Ibu Mina.
"Abimanyu, sekarang kamu sangat tampan sekali." ucap Abi Husein.
Abi Husein mengatakan kalau dulu sering menggendong Abimanyu saat kecil.
Abimanyu tersenyum kecil dan ia duduk di samping Kyai Abdullah.
Tak berselang lama terdengar suara motor sport milik Erlin.
Kyai Abdullah, Umi Farida dan Abimanyu langsung menoleh ke arah suara sepeda motor sport itu.
Farida membuka helmnya dan rambut panjangnya langsung terurai.
"Assalamualaikum," sapa Erlin.
Erlin terkejut ketika melihat banyak tamu yang datang di rumahnya.
Ibu Mina langsung berdiri dan mengajak putrinya untuk segera mandi dan mengganti pakaiannya.
Di dalam kamar Ibu Mina sudah menyiapkan gaun yang indah untuk Erlin.
"Bu, tolong jangan memaksaku untuk memaksimalkan hijab. Aku belum siap." ucap Erlin saat melihat ibunya menyiapkan hujan berwarna hitam.
"Baiklah, Ibu tidak akan memaksamu dan sekarang lekaslah mandi." ucap Ibu.
Erlin menghela nafas panjang dan segera masuk ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, Ia lekas memakai gaun yang disiapkan oleh ibunya.
"Ayo sekarang kita keluar, mereka pasti sudah menunggu kamu."
Erlin mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari ibunya.
"Kenapa mereka menungguku?" gumam Erlin.
Ibu Mina menggandeng tangan putrinya menunjukkan ke ruang tamu.
Abi Husein meminta putrinya untuk segera duduk.
Abimanyu menundukkan kepalanya saat Erlin duduk di hadapannya.
"Abi, sebenar ini ada apa? Kenapa suasananya seperti orang mau nikahan saja." tanya Erlin.
Kyai Abdullah tertawa kecil mendengar perkataan dari Erlin.
"Erlin, Abi akan menikahkan kamu dengan Abimanyu yang tak lain putra dari Kyai Abdullah yang juga sahabat Abi." ucap Abi Husein.
Seketika itu juga Erlin langsung terkejut dan menatap wajah Abi dan Ibunya.
Erlin bangkit dari duduknya dan meminta maaf karena tidak bisa menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal.
Ia masuk ke kamar dan menutup pintunya dengan sedikit keras.
Abi Husein dan Ibu Mina meminta maaf kepada Kyai Abdullah dan Umi Farida.
"Tunggu sebentar Kyai, kami akan membujuk Erlin."
“Tidak apa-apa, Husein. Biarlah dia menenangkan diri. Perkara besar seperti ini wajar membuat seorang anak kaget.”
Mereka berdua menyusul dan masuk kedalam kamar Erlin.
"Erlin, apa yang kamu lakukan? Apakah kamu ingin mempermalukan Abi dan ibu?"
"Abi, Ibu. Erlin tidak bermaksud mempermalukan kalian. Tapi, bagaimana bisa tiba-tiba Abi meminta aku menikah dengan lelaki yang tidak aku kenal."
Abi Husein mencoba menenangkan putrinya dan memintanya untuk duduk.
"Erlin, Abi hanya punya kamu. Ibu kamu tidak bisa hamil lagi setelah melahirkan kamu. Apakah Abi salah jika meminta kamu menikah dengan Abimanyu? Dia pria yang baik, Erlin. Abi yakin kamu akan bahagia dengan Abimanyu." ucap Abi Husein.
"Abi, Erlin tidak tahu siapa Abimanyu. Dan mungkin Abimanyu juga tidak tahu siapa Erlin." ujar Erlin.
Abi Husein terdiam sejenak, menatap dalam mata putrinya.
“Lin, Abi mengenal baik keluarga Kyai Abdullah. Beliau orang terpandang, begitu juga anaknya. Abimanyu itu lelaki saleh, santun, dan punya ilmu. Abi hanya ingin yang terbaik untukmu.”
“Tapi Abi, itu semua baik menurut Abi, bukan menurut Erlin. Aku tidak bisa menerima pernikahan tanpa cinta. Aku tidak ingin hidup bersama orang asing hanya karena persahabatan Abi dengan Kyai Abdullah.”
Ibu Mina meminta Erlin untuk tidak membantah perkataan orang tuanya.
"Sekarang kamu pilih menikah dengan Abimanyu atau keluar dari rumah ini." ucap Abi Husein.
"Abi mau mengusir aku? Tega Abi mengusir aku?"
Ibu Mina mencoba untuk menenangkan mereka berdua.
"Erlin, ibu mohon. Untuk kali ini saja, kamu menuruti keinginan kami."
"Baiklah, aku akan menikah dengan Abimanyu." ucap Erlin sambil menghapus air matanya.
Erlin membuka pintu dan kembali ke ruang tamu bersama kedua orang tuanya.
"Bagaimana Abi Husein, apakah Erlin sudah mau menikah dengan Abimanyu?" tanya Kyai Abdullah.
"Alhamdulillah sudah Kyai, saya minta maaf kalau tadi meninggalkan kalian sebentar." jawab Abi Husein.
Kyai Abdullah menghela nafas panjang dan berterima kasih kepada Erlin yang sudah mau menerimanya.
"Sebelum akad nikah dimulai, Aku ingin mengatakan kalau aku sudah menikah." ucap Abimanyu.
Untuk kedua kalinya Erlin kembali terkejut saat mendengar perkataan dari Abimanyu.
"S-sudah menikah?"
Abimanyu menganggukkan kepalanya dan mengatakan istri pertamanya sudah memberikan ijin.
Kyai Abdullah menambahkan kalau pernikahan Abimanyu dan Riana belum mempunyai anak.
Suasana mendadak menjadi hening dan Erlin menatap kedua orang tuanya yang menyembunyikan kenyataan bahwa Abimanyu sudah menikah.
"Sekarang mari kita mulai ijab kabulnya," ucap Kyai Abdullah.
Abimanyu menganggukkan kepalanya dan ia menjabat tangan Penghulu yang sudah siap dari tadi.
"Saya terima nikah dan kawinnya Erlin Tiara Anggraini binti Husein dengan mas kawin berupa emas 100 gram dan uang tunai sebesar 4000 USD dibayar tunai." ucap Abimanyu dengan sekali tarikan nafasnya.
Erlin menundukkan kepalanya sambil air matanya yang menetes.
Ia melihat kebahagiaan mereka yang ada disana tanpa memperdulikan perasaannya.