NovelToon NovelToon
Hingga Aku Tak Lagi Menunggu

Hingga Aku Tak Lagi Menunggu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Wanita Karir / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nclyaa

Asha, seorang gadis muda yang tulus mengabdikan diri di sebuah rumah Qur'an, tak pernah menyangka bahwa langkah ikhlasnya akan terseret dalam pusaran fitnah. Ia menjadi sasaran gosip keji, disebut-sebut memiliki hubungan gelap dengan ketua yayasan tempatnya mengajar. Padahal, semua itu tidak benar. Hatinya telah digenggam oleh seorang pemuda yang berjanji akan menikahinya. Namun waktu berlalu, dan janji itu tak kunjung ditepati.

Di tengah kesendirian dan tatapan sinis masyarakat, Asha tetap menggenggam sabar, meski fitnah demi fitnah kian menyesakkan. Mampukah ia membuktikan kebenaran di balik diamnya? Atau justru namanya akan terus diingat sebagai sumber aib yang tak pernah ia lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nclyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lagi lagi Asha

Tiiin tiiin tiiin

Suara klakson mobil sang ketua yayasan kembali terdengar di area tempat tinggal anak-anak putri. Benar, ini adalah hari pertama anak-anak tersebut menjalani pesantren kilat selama Ramadhan di rumah Qur'an Al Husna.

"Siapa lagi yang dateng?" tanya Asha pada Naira, temannya.

"Ustadz Alam," jawab Naira yang sedang memakai hijabnya.

"Lagi? Ini udah yang kelima kalinya beliau kesini," sahut Rayna yang baru saja kembali setelah mengurus anak-anak yang baru tiba disana.

"Kalian tunggu disini, biar aku yang turun," ucap Naira setelah selesai dengan hijab dan kaus kakinya.

Naira pun turun kebawah mendatangi ustadz Alam, kali ini entah apalagi yang dibawanya kemari. Dan entah alasan apalagi yang ingin ia buat agar dirinya bertemu dengan Asha. Sebelum dia memanggil nama Asha, maka Naira berinisiatif turun menghampirinya. Naira merasa kasihan pada Asha, namanya selalu tersebut oleh ustadz Alam, entah itu keperluan yang urgent ataupun tidak sekalipun.

"Assalamualaikum," ucapnya setelah bertemu dengan Naira.

"Wa'alaikumsalam ustadz," jawab Naira ramah, meskipun dalam hatinya ia tetap kesal pada orang dihadapannya.

"Ustadzah Asha nya kemana?" tanyanya begitu matanya tak melihat kehadiran Asha.

"Lagi istirahat ustadz, Asha baru selesai sama kegiatannya, nanti sore kan harus berkegiatan lagi hehe," balas Naira beralasan agar ustadz Alam tidak memanggil Asha.

"Bisa tolong dipanggilkan sebentar? Saya perlu bantuan," pintanya pada Naira.

"Antum gak liat apa didepan sini ada orang? Asha mulu! Dasar duda modus!" maki Naira pada orang didepannya ini.

"Asha lagi istirahat ustadz, nanti saya panggil Rayna aja ya, kebetulan Rayna juga lagi santai." ujar Naira.

"Yaudah panggil aja dua-duanya," keputusan akhir yang tidak bisa diganggu gugat.

Naira pun mengangguk sebagai jawaban, ia segera pergi memanggil dua temannya yang berada di kamar. Dirinya benar-benar kesal pada ustadz Alam, mengapa harus Asha? Bukankah masih banyak orang yang tinggal di kediaman akhwat ini? Ia bukan merasa iri, tapi kasihan pada Asha yang selalu harus meladeni ketua yayasan tersebut.

"Shaaa! Ashaa!" panggilnya saat ia tak melihat temannya itu.

"Ray, Asha mana?" tanya Naira pada Rayna ynag sedang merapikan lemarinya.

"Kamar mandi," jawab Rayna sambil melihat kearah kamar mandi.

Naira pun segera berjalan ke arah kamar mandi, dan mengetuk kamar mandi tersebut. Sekali dua kali tak ada jawaban dari Asha, karena memang keran didalam menyala, dipastikan Asha tidak mendengarnya. Setelah ketukan yang kesekian kalinya, akhirnya Asha dapat mendengar suara ketukan pintu.

"IYAA KENAPA?" teriaknya dari dalam kamar mandi.

"Dipanggil ustadz Alam," jawab Naira yang kemudian segera menghampiri Rayna juga.

"Aku lagi mandi Nai, suruh Rayna aja noh!" ujar Asha dengan keras.

"Buruan sha, beliau gamau kalo cuman aku sama Rayna doang," desak Naira.

"Yaudah iya bentar, aku pake baju dulu," meskipun enggan, akhirnya Asha mempercepat kegiatannya.

Beberapa menit kemudian

"Ayo," ajak Asha pada kedua temannya.

Mereka pun segera turun menuju halaman rumah, dimana ustadz Alam menunggu sejak tadi. Dapat dilihat saat mereka keluar, tatapannya langsung tertuju pada Asha. Gadis bergamis coklat dipasangkan dengan jilbab berwarna nude itu merasa tak nyaman ditatap seperti itu olehnya. Ia segera memundurkan langkah ke belakang Rayna, agar dirinya tidak terlihat dengan jelas olehnya.

"Ayo dibantu bawain ini kedalem," ucapnya pada ketiga gadis itu.

Mereka bertiga melihat kardus-kardus besar yang entah apa isi didalamnya, ketiganya kemudian saling bertatapan. Apa ini maksudnya? Mereka bertiga harus memindahkan semua kotak besar ini kedalam? Dalam keadaan sedang berpuasa? Yang benar saja.

"Ini semua ustadz?" tanya Rayna tak percaya.

"Iyaa, bisa kan?" jawabnya tanpa dosa.

Mereka mengangguk mengiyakan, entah dosa apa yang mereka perbuat sehingga ketua yayasan tersebut selalu menghukum mereka dengan tugas-tugas berat, terlebih Asha.

"Kenapa gak ajak ustadz-ustadz di sakan (asrama) Banin aja sih, kan mereka satu tempat tinggal!" kesal Rayna.

Benar juga apa yang dikatakan Rayna, mereka para ustadz kan satu tempat tinggal, terlebih disana semuanya masih berusia muda, hanya ustadz Alam saja yang tak muda lagi. Tapi apapun itu, ustadz Alam pasti tidak akan meminta bantuan para ustadz muda tersebut jika akan datang ke sakan Banat, ia pasti akan menyulitkan Asha.

"Ini apa neng?" tanya seorang ibu dapur yang baru saja tiba disakan Banat, ia hendak menyiapkan takjil untuk semua orang.

"Gatau apaan bu isinya, itu ustadz Alam yang bawa," jawab Asha tak semangat.

"Ustadz Alam? Bukannya tadi udah kesini ya?" kata ibu dapur tersebut yang juga keheranan mengapa ustadz tersebut berkali-kali datang kemari.

"Biasa, modus pengen ketemu Asha bu," timpal Rayna dengan cekikikan nya.

"Ray ngomongnya ih!" tegur Asha.

"Sorry sorry sha, lagian tiap kesini harus ketemu kamu dulu, siapa coba yang gak curiga," balas Rayna tanpa dosa.

"Udah udah, ayo cepetan angkat lagi, keburu ashar nih," sela Naira yang sudah mulai kelelahan.

Bertepatan dengan kumandang adzan Ashar yang menggema dari menara masjid pesantren, tiga gadis itu menyeka peluh di kening mereka, menandakan tugas mengangkut kardus-kardus besar berisi bahan masakan untuk keperluan Ramadhan telah rampung. Kardus-kardus itu, yang berisi beras, minyak, dan aneka bumbu dapur, kini telah tersusun rapi di dalam gudang logistik yang teduh dan sedikit berdebu.

Ustadz Alam, yang sedari tadi mengawasi sambil membantu mencatat daftar bahan, tersenyum ramah kepada mereka.

"Jazakumullah khayran," ucapnya sembari menyerahkan satu per satu bingkisan kepada masing-masing dari mereka, sebuah tanda terima kasih atas tenaga yang mereka curahkan.

Mata Asha sempat menangkap sesuatu yang janggal. Bingkisan yang diterimanya lebih kecil, warnanya pun berbeda dari milik kedua temannya. Ia memandangi benda itu sejenak, ada rasa bingung yang menggelitik benaknya. Namun, ia menahan diri untuk bertanya. Tak ingin prasangka buruk berlama-lama tinggal di hatinya, ia mencoba tersenyum.

"Mungkin isinya sama aja, cuman bungkusnya aja yang beda," batinnya, ia mencoba menenangkan diri dengan husnudzon.

Setelah ustadz Alam berpamitan dan meninggalkan area sakan Banat, ketiganya saling bertukar pandang sejenak, menghela napas ringan, lalu tersenyum. Tak butuh waktu lama, mereka segera melangkah masuk kembali ke dalam, menyadari bahwa waktu Ashar telah tiba dan anak-anak harus segera diarahkan untuk sholat berjamaah.

Hari ini adalah hari pertama mereka mengajar di program pesantren kilat Ramadhan. Maka, segala sesuatunya harus berjalan dengan sebaik mungkin.

"Ayo, kumpulin anak-anak buat Ashar. Nggak boleh telat," kata Rayna mantap, suaranya sedikit bersemangat.

"Bismillah, semoga nggak ada yang ngumpet lagi di belakang rak sepatu kayak tadi shubuh," timpal Naira dengan nada bercanda, membuat Asha terkekeh pelan.

Setelah berhasil mengumpulkan anak-anak dan sholat Ashar berjamaah bersama mereka, para santri diarahkan kembali ke kelas-kelas kecil yang sudah dibagi. Rayna dan Naira pun langsung bergerak menuju tempat mengajar. Wajah-wajah kecil para santri terlihat penuh semangat dan rasa penasaran.

"Sha, kamu nggak ikut?" tanya Naira sambil menyampirkan tas berisi modul di bahunya.

"Enggak, aku kebagian dapur hari ini," jawab Asha sambil menunjuk celemek di tangannya. "Nanti kalo selesai bikin takjil, aku nyusul bantu di kelas In Syaa Allah, itupun kalo sempet." sambungnya

"Okedeh kalo gitu, semangat yaa! Jangan kebanyakan makan gorengan," goda Naira sambil tertawa sebelum akhirnya berjalan menjauh bersama Rayna.

Di dapur belakang, aroma khas sore Ramadhan mulai memenuhi udara. Uap panas dari kolak pisang yang dimasak, wangi bawang dari gorengan, dan semerbak harum teh manis menciptakan atmosfer yang khas dan hangat. Asha segera berjalan masuk kedalam dapur, dapat ia lihat 2 ibu dapur sedang sibuk menyiapkan takjil hari ini.

"Assalamu’alaikum, Bu." ucap Asha saat masuk kedalam.

"Wa’alaikumussalam, nah ini dia bala bantuan Ibu hari ini," jawab Bu Ina, salah satu ibu dapur senior, sambil menyeka keringat di dahi. "Langsung aja ya, potong-potong semangka itu. Nanti bantu bungkus kolak juga."

"Siap, Bu," jawab Asha sambil mengambil pisau dan memasang celemek.

"Banyak banget bu hari ini takjil nya," ujar Asha saat melihat ada beberapa menu yang disiapkan oleh bu Ina.

"Iya nih, ustadz Alam yang minta harus ada beberapa jenis katanya," kata bu Ina.

"Oh iya neng, tahun ini berapa jumlah santri Banat sama Banin yang ikut?" lanjut bu Ina sembari tetap fokus mengaduk kolak diatas kompor.

Asha berpikir sejenak sambil mengingat catatan yang ia tulis di buku absen tadi pagi, kemudian setelah mengingatnya ia segera memberitahukan pada bu Ina.

"Hmm, Banin ada 42, Banat 38 orang, trus pengajarnya ada 18 bu, total 98 orang bu tahun ini," jawab Asha.

"Wah, banyak juga ya… pantesan kolaknya harus dua panci," gumam Bu Ina sambil menuangkan adonan ke wadah.

Asha tersenyum, "Iya, Bu. Tapi insya Allah cukup kok," ucapnya sembari terus memotong semangka.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara Naira dari balik pintu dapur, "Shaaa, jangan nyicipin kolaknya banyak-banyak yaa!"

"Tenang, Naii, satu sendok pun belum! Tapi gorengan yang kriuk ini, hmm... menggoda," sahut Asha sambil tertawa.

"Wuih, bahaya nih. Cepetan selesaiin, bentar lagi ada yang mau ngambil takjil nya!" ujar Naira.

"Iyaa bentar lagi selesai kok," balas Asha.

1
Takagi Saya
Aku suka gaya penulisanmu, jangan berhenti menulis ya thor!
Nclyaa: Timakaci❤
total 1 replies
°·`.Elliot.'·°
Kreatif banget!
Nclyaa: timakaci ❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!