NovelToon NovelToon
CINTA ANTARA DUA AGAMA

CINTA ANTARA DUA AGAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:355
Nilai: 5
Nama Author: MUTMAINNAH Innah

Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 1

Dengan tergesa-gesa, aku keluar dari sebuah cafe ternama di daerah Bandung. Kota tempat aku di lahirkan dan dibesarkan. Sebenarnya acara reunian di dalam sana masih berlangsung, tapi aku sudah harus segera pulang.

Aku hidup seperti Cinderella yang punya batas swaktu untuk ke luar rumah. Begitulah pengajaran umi dan abi dari dulu. Ini sebenarnya masih mending, aku diperbolehkan ke luar rumah sampai jam lima sore karena aku sudah mulai dewasa kata mereka. Zaman sekolah dulu, aku selalu di antar-jemput ke sekolah dan ke mana-mana musti ditemani umi atau abi.

Aku menerobos rintik gerimis yang mulai jatuh ke bumi. Melindungi kepala dengan tas selempang tipis yang sedang kupakai sambil setengah berlari menuju parkiran.

"Hei! Tunggu!" Aku mendengar suara seorang laki-laki dari arah belakang.

Sedikit pun tak kuhiraukan karena aku buru-buru. Lagian, belum tentu juga suara itu ditujukan padaku.

"Hei! Aku memanggilmu!" Sumber suara makin dekat. Membuatku spontan menghentikan langkah dan menoleh pada sumber suara.

Sosok lak-laki tinggi, berkulit putih dengan wajah blasteran setengah berlari ke arahku. Tangan kanannya memegang payung hitam yang melindungi dirinya dari gerimis, sedangkan tangan kirinya memegang novelku. Seketika aku menyadari bahwa panggilan itu memang ditujukan padaku karena dia menemukan novelku yang ketinggalan di dalam sana.

"Ini milikmu?" tanyanya setelah berhadapan denganku.

Kini jarakku dan dia begitu dekat. Entah kenapa jantungku tiba-tiba bergemuruh saat menatap maniknya yang berwarna abu-abu. Mungkin karena aku sudah lama tidak merasakan sedekat ini dengan laki-laki. Sekarang aku berada di bawah payung yang sama dengannya. Aku benar-benar grogi. Apalagi cowok yang sepertinya seusia denganku itu begitu tampan. Semua cewek normal pasti terkagum melihat parasnya.

"Iya, terima kasih," sahutku tersenyum sambil menengadah ke arahnya yang kira-kira 20 centimeter lebih tinggi dariku. Kemudian kuambil buku itu dari tangannya. "Aku pergi dulu, ya. Aku buru-buru," sambungku sambil menganggukkan kepala pertanda menghargainya.

"Maaf, kamu dapat dari mana season dua buku itu?" tanyanya ketika aku membalikkan tubuh hendak meninggalkannya. "Sambil jalan saja kalau memang buru-buru," sambungnya lagi sambil terus memayungi dan berjalan beriringan denganku.

Aku nurut saja berjalan di bawah payungnya sambil berfikir apa yang sedang terjadi. Mimpi apa aku semalam sampai harus dipayungi lelaki bule setampan ini?

"Kamu tau buku ini?" aku balik bertanya sambil menoleh sesaat ke arahnya sambil berjalan pelan ke arah parkiran. Setelah itu pandanganku fokus ke kaca toko yang ada di samping parkiran cafe ini. Ada pantulan kami berdua di sana. Aku yang begitu pendek darinya dengan hijab panjangku dan dia yang tinggi gagah dengan kaus putih berbalut jaket yang resleting depannya dilepas. Kalau dilihat-lihat, rasanya kami cocok juga andai aku lebih tinggi lagi dari ini.

"Sama seperti judul bab pertama buku itu, aku juga pengagum rahasia penulisnya. Sayang sekali, penulisnya lebih rahasia lagi. Bisa-bisanya dia menyembunyikan identitasnya. Aku sudah mencari tentang penulisnya di mana-mana, tetapi sampai sekarang aku belum menemukannya. Dan aku benar-benar nggak tahu jika novel ini sudah ada season duanya," paparnya.

Seketika aku seakan melayang mendengar pengakuannya. Ingin sekali rasanya aku melompat setinggi yang kubisa. Ternyata cowok tampan ini pengagumku? Indah sekali. Tanpa sadar, senyumku teruntai begitu saja.

"Kok senyum?" tanyanya menyadarkanku dari lamunan. Cepat-cepat kutarik lagi senyumku. Bisa-bisanya aku ketahuan.

"Karena penulisnya sudah berada didepanmu," sahutku. Akhirnya kulepaskan juga senyum yang sempat tertahan tadi.

Benarkah?" suaranya naik dua oktaf saking semangatnya.

Matanya berbinar-binar menatapku. Kami serentak berhenti ketika sudah sampai di parkiran. Dia meletakkan payung di lantai dan merogoh tas selempangnya. "Kalau begitu, berikan tandatanganmu pada buku ini," pintanya sambil membuka sampul buku novel Serpihan Hati season satu. Buku yang kutulis setahun yang lalu, yang kujanjikan akan ada seoason duanya di akhir buku itu.

"Pulpennya?" tanyaku karena aku pun tidak membawa pena.

"Oh, Iya," sahutnya seperti gugup, lalu merogoh tasnya lagi, dan aku seolah melupakan waktu yang sudah mendesakku untuk pulang.

Aku kemudian menerima pena yang ia sodorkan dan mendatangani buku yang menceritakan kisahku itu.

"Buku season dua itu apakah sudah bisa kupesan?" tanyanya ketika aku mengembalikan buku dan penanya.

"Sebenarnya belum terbit. Aku mencetaknya satu saja karena tadi mau aku perlihatkan pada teman reuniku di cafe itu. Ini masih ada perbaikan. Mungkin bulan depan," sahutku.

"Aku menunggu buku itu sudah dari lama, tetapi aku akan bersabar. Satu lagi, aku boleh tau medsos kamu, nggak?" tanyanya lagi.

Aku seperti orang yang terhipnotis saja oleh ketampanannya. Aku mengeluarkan dompet dari tas dan mengambil salah satu kartu namaku dan memberikan itu padanya.

"Ini, aku pergi dulu," pamitku sambil menunggu responnya.

"Oke," sahutnya sambil memandangi kartu namaku.

Aku meninggalkannya dengan berat.

Bahkan aku belum mengetahui namanya. Ingin rasanya aku menoleh lagi ke arahnya, sekedar melihat wajah tampan itu lagi untuk terakhir kalinya. Aku malu jika di sana dia masih menatapku.

Aku masuk ke mobil dan masih mencari-carinya di kaca spion. Saat berbelok, hitungan detik aku melihat pantulannya di kaca itu, mobilku. Astaga, aku benar-benar melayang dengan sikapnya.

Setelah keluar dari area parkir, segera kupacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Sudah terbayang gimana marahnya abi jika aku pulang terlambat. Abi memang tidak begitu setuju dengan acara-acara reunian seperti tadi. Nongkrong-nongkrong di cafe, bertemu dengan banyak lawan jenis. Abi tidak menyukai itu. Tetapi aku yang terbawa arus lingkungan sering kali melanggar nasehatnya.

Mobil terus melaju, rumahku tinggal beberapa menit lagi. Sementara menyetir, pikiranku nggak bisa pergi dari cowok tampan yang entah siapa namanya itu. Wajahnya masih jelas di ingatan, senyumnya, cara bicaranya. Pertemuan singkat itu ternyata menimbulkan rasa untukku. Tetapi bagaimana dengannya?

Eh, apa tadi kubilang? Menimbulkan rasa? Rasa apa? Kenapa saat bersamanya aku bisa lupa dengan sebuah luka yang selalu kubawa. Luka dari seorang Gilang yang masih sakit hingga kini. Yang mencuri separoh hatiku hingga hati itu terasa mati sejak kepergiannya. Aku memang trauma dengan cinta, tetapi kali ini berbeda. Biasanya aku nggak semudah ini menyukai seseorang.

"Aaaaaarrghhh!!!" Aku meluapkan kesalku. "Aku benci! Aku benci kamu, Gilang!!!" teriakku lagi.

Kenapa setiap aku menyukai seseorang, bayangan penghianat itu muncul. Kekagumam dan sesuatu yang tadi kusebut dengan rasa pada cowok tampan itu hilang menguap ke udara. Seketika bahagiaku runtuh bersama turunnya air mata. Kisahku dan Gilang selalu menyadarkanku bahwa cinta itu hanyalah menyakiti. Cinta itu omong kosong dan pengkhianatan.

Aku menyeka air mata ketika sadar sebentar lagi sampai. Aku akan melupakan cowok tak dikenal itu. Aku nggak akan memberikan hatiku pada siapapun lagi untuk mereka sakiti. Akulah yang akan menyayangi hatiku sendiri, bukan siapapun.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!