Gigolo Tapi Perjaka

Kini Arsya telah berada di rumah sakit. Dia langsung merujuk Ayu agar bisa mendapatkan perawatan.

Untuk sementara, Arsya akan menunggu kabar dari Ayu. Dia sekarang duduk menunggu. Bersamaan dengan itu, ponsel Arsya berdering. Ia mendapatkan telepon dari Reza.

"Kau dimana?" tanya Reza dari seberang telepon.

"Aku lagi di jalan. Kenapa?" tanggap Arsya.

"Jemput aku lah! Masa aku ditinggalin. Lagian nggak mungkin kau bisa memusnahkan mayat wanita itu. Mayatnya harus dibawa--"

"Aku bisa! Percayalah padaku. Mungkin aku tak berpengalaman, tapi setidaknya beri aku kesempatan. Kalau ketahuan, aku siap tanggung jawab," potong Arsya.

Reza terdiam sejenak. Sampai akhirnya dia kembali berkata, "Oke kalau begitu. Jika ketahuan, kau yang tanggung jawab!"

"Siap!" Arsya segera mematikan telepon lebih dulu. Dia menghela nafas lega.

Arsya beranjak sejenak ke atm untuk mengambil uang. Setelah menunggu setengah jam, Arsya dapat kabar tentang keadaan Ayu. Dokter mengatakan kalau Ayu mengalami luka yang cukup parah di alat vitalnya. Ia juga menemukan banyak sper-ma di sana.

"Keadaannya memprihatinkan. Tapi untungnya tidak terjadi pendarahan yang parah, makanya pasien bisa diselamatkan tanpa harus melakukan prosedur operasi," jelas Indra, Dokter yang kala itu bertugas di UGD.

"Terima kasih, Dok!" sahut Arsya.

"Mbaknya nggak apa-apa kan? Kalau mengalami pelecehan, sebaiknya segera laporkan ke polisi," saran Indra.

"Aku akan memikirkannya nanti," balas Arsya. Pembicaraannya dan Indra berakhir. Sekarang dia diperbolehkan melihat keadaan Ayu.

Perempuan itu terbaring lemah dengan selang infus yang tersambung di tangannya. Ketika Arsya datang, Ayu berusaha tersenyum.

"Kau sudah menyelamatkanku... Terima kasih..." lirih perempuan itu.

"Aku mungkin bisa membantumu hanya sampai di sini. Pergilah sejauh mungkin agar orang-orang jahat itu tidak menculikmu lagi," tutur Arsya. Ia lalu mengeluarkan amplop yang sudah dirinya isi dengan uang. "Ini ada sedikit bantuan lagi dariku," tambahnya.

Ayu terisak penuh haru. Membuat Arsya bingung harus berbuat apa, padahal dia ingin cepat-cepat pergi.

"Selama ini aku hanya menemui orang-orang jahat... Meskipun begitu, aku selalu berharap ada orang baik yang datang... Sekali lagi terima kasih..." ungkap Ayu.

Arsya mengangguk. "Setelah pulih, pastikan kau pergi dari sini. Ya sudah, aku harus pergi sekarang," ucapnya.

Kini Ayu yang mengangguk. Arsya lantas melangkah menuju pintu keluar.

"Dona... Itulah namaku... Bolehkah aku tahu namamu?" ujar Ayu. Ternyata nama aslinya Dona.

Langkah Arsya sontak terhenti. "Arsya..." dia hanya menjawab begitu tanpa menoleh ke belakang. Lalu segera beranjak keluar.

Arsya kembali masuk ke mobil. Ia harus mengembalikan mobil ke markas Magma. Mengingat itu bukanlah miliknya.

Sesampainya di markas, Arsya melihat Alex dan kawan-kawan telah menunggu di depan markas. Reza bahkan sudah terlihat ada di sana.

"Ck! Aku merasakan firasat buruk," gumam Arsya sambil berdecak. Dia berhenti tepat di depan Alex dan segera keluar dari mobil.

"Kenapa rame-rame? Nungguin aku?" tanya Arsya dengan pembawaan sok akrab.

"Aku dengar wanita itu mati. Kau tidak terlihat seperti orang yang menguburkan mayat?" Alex bertanya sambil memasang tatapan penuh curiga.

"Itu karena aku membuangnya ke hutan dekat pantai. Bos tenang saja, dia tidak akan ditemukan." Arsya menjawab dengan tenang sembari melancarkan jurus hipnotisnya pada Alex. Dia sebenarnya ragu, karena Alex memiliki tingkat fokus yang tinggi. Orang seperti itu, akan sulit kena hipnotis. Makanya Arsya tidak bisa asal menggunakan keahlian hipnotisnya, dia harus menunggu lawannya lengah terlebih dahulu.

"Pokoknya aku sudah mengatasi semuanya dengan rapi," tambah Arsya.