S Class's Best Couple (?)

Kelas tambahan atau yang mulai saat ini harus disebut S Class, karena anak-anak kelas itu akan menjadi rewel jika disebut kelas tambahan, sekarang menjadi kelas yang menyenangkan. Kegiatan belajar di kelas ini tak lagi menjadi sesuatu yang membosankan bagi siswanya. Mereka selalu memiliki cara agar tidak ada satu pun warga kelas yang mengeluh. Kekompakan mereka membuat iri yang melihat, apalagi saat mereka merenovasi kelas bersama.

S Class menempati sebuah ruang yang dulunya ruang klub koran yang tak lagi terpakai, karena digantikan dengan ruang yang lebih besar. Ruang itu disulap menjadi ruang yang bisa menampung 20 orang siswa. Ukurannya hanya separuh dari ruang kelas biasa di SMA Harapan, diperuntukkan bagi 30 siswa. Anak-anak sepakat untuk mengubah ruangan itu menjadi tempat belajar yang lebih nyaman. Libur akhir pekan mereka manfaatkan untuk mengecat kelas dengan berbagai gambar unik. Mulai dari mural hingga tokoh game online menghias dinding ruangan. Ternyata anak-anak kelas tambahan memiliki berbagai bakat terpendam. Ada yang ahli menggambar, membuat puisi sampai ahli pertukangan. Dengan menggabungkan semua keahlian itu, mereka bersama-sama mendekorasi ulang ruang S Class.

Semua bangku di ruangan itu dikeluarkan, diganti dengan meja berbentuk segi empat dan bulat berkaki pendek, yang biasa dipakai di rumah makan lesehan, karpet tebal yang menutupi seluruh lantai, jadi setiap orang yang masuk diwajibkan melepas sepatu dan meletakkannya di rak di depan kelas. Beberapa tanaman diletakkan di sudut ruangan, bahkan Kanita membawa akuarium untuk diletakkan di salah satu sudut ruangan. Masing-masing membawa ikan untuk dipelihara di akuarium itu. Hasilnya, tak ada lagi ruang kelas konvensional, berganti menjadi ruangan santai dan nyaman.

Sebagian orang mungkin mencibir S Class sebagai kelas yang berisi anak berotak tumpul, tapi mereka membalikkan cibiran itu dengan menghasilkan nilai yang baik pada Ujian Tengah Semester. Walau sudah mendapat nilai baik, tak satu pun anak ingin keluar dari S Class. Terlalu betah selalu menjadi alasan andalan mereka.

Dengan UKK yang semakin dekat, pembelajaran di S Class pun semakin intensif. Tak jarang mereka menambah jam belajar, bahkan hadir di hari sabtu demi persiapan menghadapi UKK. Seperti hari ini, sementara anak-anak lain ngemal atau pergi piknik, mereka berkumpul untuk belajar bersama di akhir pekan.

"Mehran, kamu nulis apaan ini?" Aqni mengangkat buku ke depan mata Mehran.

"Apa yang salah?" tanya Mehran polos.

"Ini bukan jawabannya," ujar Aqni.

"Itu pertanyaan dariku, kamu yang harus jawab."

"Eh? Tapi─" Wajah Aqni memerah.

"Emang pertanyaannya apa sih?" ujar Mikail seraya menjulurkan kepala untuk melihat tulisan di buku itu. Aqni segera menutup buku dan menyembunyikannya.

"Bukan apa-apa," elaknya.

"Bukan apa-apa tapi kok ribut," ujar Yuan.

"I-itu ...." Aqni tak bisa menjawab.

Laylah bergerak ke belakang Aqni dan mengambil buku itu.

"Balikin!" Aqni seketika panik. Ia bergerak untuk mengambil buku, tapi Kanita menghalanginya. "Bantuin napa," ujar Aqni pada Mehran, tapi pemuda itu hanya mengangkat bahu.

Laylah membuka buku dan mendapatkan halaman yang tepat, dan langsung membacakan isinya nyaring-nyaring.

Aqni menutup wajah, sementara Mehran anteng di tempatnya.

"Aq, temenin beli buku abis ini, bisa?"

"Ciye ... Ciye ... Ada yang mau kencan." Anak-anak bersorak membuat Aqni semakin malu.

“Main surat-suratan kayak anak SMA jadul.”

“Bukan surat-suratan, tapi buku-bukuan.”

“Nggak punya HP, ya, Bang.”

Anak-anak menggoda Aqni dan Mehran.

“HP-nya lagi dicharger, noh,” sahut Mehran sambil menunjuk ponselnya yang memang sedang dicharger di meja yang menempel di dinding yang memang dikhususkan untuk tempat mengisi ulang batere ponsel.

“Tapi manis, ya, pakai buku-bukuan gitu. Aku juga mau,” ujar Bulan.

“Ternyata kamu selain jago basket, romantis juga, Bro.” Yuan menepuk bahu Mehran.

Sementara Aqni wajahnya merah padam, Mehran terlihat sama sekali tidak terganggu. “Kalian ini, orang cuma minta ditemenin beli buku, kok.”

“Biasanya juga minta temani sama aku,” ujar Yuan.

“Lagian, sejak kapan kamu suka beli buku?” tambah Kanita.

“Beli buku hanya modus, intinya sih emang kencan, ya, kan?” celetuk Laylah.

"Udah jadian aja. Biar jadi best couple di S Class." Anak lain bersuara.

"Aduh, jangan dong nanti aku patah hati," ujar Mikail.

"Kamu sama ikan aja noh, banyak pilihan," sahut Laylah.

"Laylah cantik, jangan cemburu dong. Aku kan cuma bercanda, yang sebenarnya aku suka itu kamu bukan yang lain." Sekarang Mikail merayu Laylah.

"Aku nggak percaya sama tukang boong," sahut Laylah.

“Aduh, Laylah sayang. Aku mana pernah bohong sama kamu.”

Laylah mengambil bukunya, kemudian pindah ke tempat terjauh dari Mikail.

“Udah, belajar yang bener. Ingat, seminggu lagi udah UKK.” Akhirnya Aqni bisa bersuara sambil mengambil kembali buku yang diambil Laylah. Ia menulis sesuatu di sana kemudian mengembalikan buku pada Mehran.

Iya. Satu kata itu cukup membuat Mehran tersenyum.

***

Sebelum pergi dengan Mehran, Aqni menemui Pak Hamdan. Guru BP itu memang menyuruhnya datang ke ruang BP setelah kegiatan belajar bersama hari itu. Tangan Aqni sudah terangkat untuk mengetuk pintu, belum sempat mengetuk pintu itu sudah terbuka lebih dulu. Seorang gadis keluar dari ruangan itu.

“Oh, Aqni. Apa kabar?” sapa gadis itu.

“Hai, Ilana. Kabarku baik. Kamu gimana?” Aqni membalas sapaan itu. Ia memang sudah mengenal Ilana. Mereka sempat satu kelas di kelas sepuluh.

“Baik. Gimana kabar kelas tambahan?”

“Kami menyebutnya S Class sekarang,” ralat Aqni.

“Oh, maaf. Kayaknya lagi tenar, ya, kelas kalian di sekolah,” ujar Ilana.

“Kami nggak terlalu merhatiin soal itu, soalnya lebih fokus belajar,” Aqni menjelaskan.

“Oh, gitu.” Ilana mengangguk paham. “Mau ketemu Om─maksudku Pak Hamdan?”

“Iya.”

“Silakan.” Ilana memberi jalan untuk Aqni.

“Makasih.”

Saat melewati Ilana, Aqni sempat melihat gadis itu mengamatinya. Berpikir ada sesuatu di wajahnya, Aqni melirik kaca lemari tinggi yang merefleksikan wajahnya. Tak ada yang salah di wajahnya sehingga Aqni mengamati penampilannya, pun tak ada yang salah di sana. Ia menjadi bertanya-tanya, mengapa Ilana memandanginya seperti itu.

“Aqni.”

Panggilan dari Pak Hamdan menyadarkan Aqni. Ia melangkah menghampiri meja Pak Hamdan. “Maaf, Pak,” ujarnya.

“Silakan duduk.”

Aqni duduk.

Pak Hamdan membuka laci meja, mengeluarkan sebuah amplop cokelat, dan meletakkannya di depan Aqni. “Ini untukmu. Uang lelah di bulan kedua.”

Tangan Aqni bergerak dengan lambat mengambil amplop tersebut. Berbeda dengan ketika mendapat amplop yang sama bulan sebelumnya, kali ini Aqni tak merasa senang sama sekali. Rasanya, ia tak ingin mengambil uang itu. Ia merasa bersalah jika mendapatkan bayaran sementara di kelas itu Aqni mendapat banyak hal menyenangkan. Kelas itu bukan lagi kewajiban maupun obyek untuk mendapatkan uang, tapi lebih seperti rumah kedua baginya.

“Saya tidak bisa menerima uang ini, Pak,” kata Aqni.

“Kenapa?” Pak Hamdan terlihat kecewa.

“Rasanya salah jika mengambil keuntungan dari teman-teman saya,” jelas Aqni.

“Sebelumnya, kamu tidak merasa begitu.”

“Benar, Pak. Tapi sebulan terakhir banyak yang terjadi, hal-hal yang mengubah saya,” kata Aqni.

“Kamu bukannya mengambil keuntungan, tapi mengambil apa yang menjadi hakmu,” ujar Pak Hamdan. “Sejak awal kita sudah menyepakati tentang uang ini, jadi kamu tak usah khawatir untuk menerimanya.”

“Tapi, Pak─”

Pak Hamdan menjejalkan amplop tersebut ke tangan Aqni sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya. “Ambil apa yang menjadi hakmu. Lagi pula, Bapak tahu kamu membutuhkannya. Ayahmu belum kembali, kan?”

Aqni menunduk, menatap amplop di tangannya. Ayahnya. Kadang Aqni begitu marah pada ayahnya karena belum memberi kabar sampai sekarang, tapi di saat yang sama Aqni begitu rindu sampai hatinya terasa sakit.

“Simpan uang itu, Aqni. Kamu membutuhkannya.”

***

Aqni menemukan Mehran menunggunya di ruang S Class saat kembali, anak-anak yang lain sepertinya sudah pulang karena tak seorang pun yang terlihat di kelas. Mau tak mau Aqni tersenyum melihat Mehran tengah asyik belajar. Pemuda itu sekarang semakin rajin, bahkan mau belajar walaupun tidak disuruh oleh Aqni. Saking asyiknya, Mehran bahkan tak menyadari Aqni sudah datang dan kini duduk di sebelahnya. Kasihan melihat Mehran yang tak kunjung menyelesaikan soal yang dikerjakan walau sudah bermenit-menit mencoba, Aqni menggerakkan jemari ke buku pemuda itu.

“Kamu salah menjumlahkan di sini.”

Mehran terlihat terkejut, dengan cepat pemuda itu mendongak dan menatap Aqni. “Kapan kamu kembali?” tanyanya.

“Beberapa menit lalu.” Aqni melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Sekitar delapan menit.”

“Kok aku nggak nyadar?” Mehran bingung sendiri.

“Kamu terlalu fokus,” sahut Aqni. “Biar kubantu mengerjakannya.”

Mehran kembali ke soal yang membuatnya pusing itu, dan tak lagi menjadi pusing setelah Aqni membantunya.

“Tidak terlalu susah ternyata.” Mehran tertawa. “Sepertinya aku memang terlalu bodoh, ya.”

“Nggak ada orang yang terlalu bodoh di dunia ini,” sahut Aqni.

“Kalau bodoh ada?” canda Mehran.

“Kalau bodoh itu aku,” ujar Aqni. Ia menghela napas kemudian menunduk menantap jalianan jemarinya.

“Hei, kamu kenapa?” tanya Mehran menyadari ada yang salah pada gadis di sebelahnya. “Pak Hamdan ngomong apa tadi sama kamu?”

Aqni mengangkat mata. Niatnya hendak berkata, “Nggak ada apa-apa”, tapi saat melihat Mehran ia malah menangis.

“Hei ... hei ... kamu kenapa? Kok tiba-tiba nangis?” Mehran kelabakan, sementara Aqni tak bisa berhenti menangis walau sudah berusaha menghentikan air matanya.

Tak ada satu pun yang bisa Mehran lakukan untuk menghentikan tangisan Aqni. Jadi, pemuda itu hanya duduk diam di sisi Aqni, menunggu hingga tangisan Aqni usai.

***

“Sudah baikan?” tanya Mehran sembari menyodorkan sebotol air mineral pada Aqni.

“Mendingan,” jawab Aqni dengan suara serak. “Maaf, bikin kamu bingung,” tambahnya.

“Kalau gitu, kamu harus menjelaskan apa yang terjadi sampai kamu seperti itu,” ujar Mehran.

Aqni memandang botol air di tangannya. “Harus, ya?”

“Kalo kamu mau,” ujar Mehran.

“Kalau aku nggak cerita?”

“Itu hakmu, tapi aku bakal nyari cara buat tahu.”

“Kamu ngotot, ya.”

“Jika menyangkut orang yang kupedulikan, iya.”

Untuk sesaat, Aqni tak dapat menjawab. Pernyataan implisit Mehran membuat berbagai spekulasi dalam kepalanya. “Kamu peduli padaku?” tanyanya.

“Ya.”

“Kenapa?”

“Nggak tahu. Aku juga nggak ngerti. Aku hanya merasa kalau aku nggak bisa membiarkan kamu, apalagi saat kamu menangis tadi. Rasanya, aku benar-benar bodoh karena tidak bisa melakukan apa pun.” Mehran membuat pengakuan yang membuat Aqni tak tahu harus merespon bagaimana.

Keheningan merebak cukup lama hingga Aqni berkata, “Kamu tidak bodoh.”

“Tapi aku merasa begitu,” sahut Mehran. “Merasa bodoh tidak bisa membantu, karena tidak tahu apa masalahnya.”

Aqni menghela napas. Setelah berpikir sesaat, ia mengeluarkan amplop cokelat yang diberikan Pak Hamdan, lalu menceritakan semuanya berikut kegelisahan yang ada dalam dirinya.

“Andai ayahku pulang, semua pasti akan lebih baik,” gumam Aqni.

“Tidak juga,” sahut Mehran. “Bisa saja lebih buruk. Kita tak pernah tahu apa yang terjadi sampai hal itu benar-benar terjadi.”

“Wah, sejak kapan kamu jadi filsuf?” canda Aqni.

“Sejak melihat seseorang menangis di depanku tanpa tahu sebabnya,” ujar Mehran.

“Sekarang kamu sudah tahu sebabnya,” kata Aqni.

“Dan menurutku, kamu harus mengambil uang itu.” Mehran mulai merapikan buku-bukunya.

Aqni menatap amplop di tangannya, dan berkata pelan, “Tapi aku merasa tak enak hati.”

“Anggap saja, itu uang hasil kerja sambilan,” sahut Mehran enteng.

“Tapi bersama kalian tidak terasa seperti kerja sambilan,” aku Aqni. Ia merasa seperti memanfaatkan teman-temannya jika mengambil uang itu.

“Kamu perlu uang itu atau tidak?” Pertanyaan Mehran membuat Aqni menatap pemuda itu.

“Perlu,” Aqni mengakui.

“Kalau begitu ambil tanpa perlu memberikan banyak alasan,” tegas Mehran.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!