S Class

Senin, minggu berikutnya menjadi hari penuh kejutan bagi Aqni. Kejutan yang menyenangkan tentunya, karena ia melihat Laylah muncul pagi itu dengan seragam normal. Tidak ada aksesoris berlebihan, tidak ketat maupun pendek, bahkan Laylah melepas tindikan serta mengembalikan warna alami rambutnya. Semua orang bertanya-tanya mengenai perubahan gadis paling badung di sekolah itu, kecuali Aqni. Ia tahu jelas apa yang mengubah Laylah dan sangat senang atas perubahan itu.

Laylah duduk bersama Aqni dan Kanita di jam makan siang. Mereka mengobrol akrab seolah sudah berteman lama. Mehran dan Yuan, yang juga makan bersama mereka, tidak berkomentar apa pun walau mereka juga bingung dengan persahabat tiba-tiba ketiga gadis itu. Aqni tengah membahas sebuah drama korea terbaru bersama Laylah dan Kanita, saat Mikail datang dengan wajah bertekuk. Pemuda itu memaksa duduk di antara Laylah dan Kanita, agar bisa duduk tepat di depan Aqni.

“Kamu meninggalkanku Sabtu lalu,” keluh Mikail.

Aqni hanya bisa meringis dan menggumamkan permintaan maaf. “Tapi kan aku sudah memberitahumu lewat pesan.” Ia membela diri.

“Tetap saja, kamu meninggalkanku nonton sendirian.” Mikail masih merajuk.

“Bisa jelaskan ada apa ini?” sela Mehran yang duduk di sebelah Aqni.

Menoleh pada Mehran, Aqni bingung harus menjawab apa. “A-anu ... itu ... aku ....”

“Kami pergi nonton Sabtu kemarin.” Mikail yang menjawab pertanyaan Mehran.

Kening Mehran berkerut, tatapannya tertuju pada Aqni. “Kamu pergi nonton dengannya?” Mehran meminta kejelasan.

“Bukan seperti itu ceritanya,” ujar Aqni.

“Lalu?” Mehran menunggu dengan tidak sabar. Sementara yang lain memandang mereka penuh minat.

Aqni benar-benar tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Dengan wajah Mehran yang begitu dekat dan jantung yang mengentak cepat, Aqni kehilangan kata-kata. Padahal biasanya segugup apa pun dirinya, Aqni jarang berubah menjadi gagu.

“Bagaimana kalau aku yang jelaskan?” Mikail menawarkan diri. Wajah yang tadinya cemberut kini berubah penuh semangat. Tentu saja begitu. Saat seseorang bisa melakukan pembalasan memang selalu seperti itu, bukan?

“Aku dan Aqni janjian bertemu di mal hari Sabtu. Kami pergi makan bareng lalu nonton film.” Dengan sengaja Mikail tak menyebutkan detail pentingnya.

“Ceritanya nggak gitu,” Aqni langsung protes. “Kamu sengaja berkata begitu karena ingin membalasku, kan?”

“Membalas apa?” ujar Mikail dengan tampang tak bersalah.

“Ih, nyesel deh udah bantuin kamu!” Aqni merapikan kotak bekalnya, lalu beranjak pergi. Tanpa banyak kata Mehran mengikuti langkah Aqni, meninggalkan baksonya yang baru dimakan separuh.

“Harusnya mereka jadian aja,” ujar Mikail dengan senang mengambil es teh milik Mehran dan meminumnya. Menyadari dirinya menjadi pusat perhatian tiga orang di dekatnya, Mikail mendongak dan bertanya, “Apa?”

“Dasar pembuat masalah,” ujar Yuan.

“Drama king,” tambah Laylah.

“Tukang ngibul,” Kanita menimpali.

“Heh?!”

Ketiganya berdiri, dan meninggalkan Mikail sendirian.

“Hei, tunggu! Jangan tinggalin aku!” Mikail bergegas menyusul. Saat berhasil mendekat, ia merangkul bahu Laylah, yang sukses membuatnya mendapat lirikan tajam gadis itu.

***

Hari itu kelas tambahan dimulai dengan damai, dan sepertinya Aqni dan Mehran sudah tak bermasalah lagi. Mereka duduk berhadapan seperti biasanya, dan sesekali terdengar suara omelan dari Aqni.

“Teman-teman!” Laylah berdiri dan maju ke depan kelas. Semua mata mengarah pada gadis berkulit sawo matang itu. “Kalian ngerasa nggak, kalau nama kelas kita ini jadul dan nggak keren banget?” tanyanya. Terdengar gumaman rendah persetujuan dari seisi kelas.

Aqni memerhatikan, tapi sama sekali tidak merasa kalau nama kelas tambahan itu jadul dan nggak keren.

“Kelas tambahan. Kedengarannya nggak banget, kan?” Laylah bersuara lagi. Lalu menuliskan kata kelas tambahan di papan tulis. “Kalau ditulis juga tetap aja nggak keren. Masa bikin status di FB gini, ‘Lagi ikut kelas tambahan’. Nggak keren banget, kan?”

Aqni masih tidak mengerti mengapa Laylah dan anak-anak lain menganggap nama itu tidak keren. Ia menganggapnya biasa saja.

“Nah, aku mau ngusulin, kita ganti nama kelasnya, gimana?”

“Setuju!” jawab anak-anak serempak.

“Menurutku nggak ada masalah dengan kelas tambahan,” Aqni menyuarakan pendapatnya.

“Nah, di sini kelihatan, kalau kamu itu memang pintar, Aq, tapi kurang bergaya.” Kata-kata Laylah disambut tawa anak-anak sekelas, sementara Aqni memasang wajah cemberut.

“Ayo, usulin nama yang menurut kalian keren.” Laylah menyemangati.

“Afterschool class?” Kanita bersuara.

“K.A.G.C!” saran Mikail.

“Apaan tuh?”

“Kumpulan Anak Ganteng dan Cantik.”

“Huuuuu ...!” Seisi kelas serempak meledek Mikail.

“From zero to hero!”

“Kayak judul film.”

“Kenapa nggak sekalian Back to School aja?”

“My Bos My Hero!”

“School 2017.”

“Dream High.”

“Dream High 2.”

“High School Musical.”

“Kenapa nggak Avenger atau Justic League sekalian?”

“Crime Squad aja kalo gitu.”

Dan anak-anak mulai mengusulkan nama-nama aneh bin ajaib. Mulai dari judul film sampai judul lagu mereka sebutkan. Semakin lama usul yang mereka ajukan semakin tidak sesuai. Tak satu pun yang bisa menggambarkan kelas mereka.

“S Class.” Suara Aqni membuat seisi kelas terdiam. Ia memindai semua anak yang ada di kelas itu, mereka terlihat menunggu penjelasan darinya. “S untuk Special,” Aqni melanjutkan. “Karena menurutku kita semua yang ada di sini adalah siswa-siswa istimewa.”

“Istimewa dodolnya.” Seorang menimpali.

“Nggak gitu.” Aqni berdiri, kemudian menghampiri Laylah di depan kelas. Laylah dengan cepat kembali ke tempat duduknya, membiarkan Aqni sendirian di depan. “Memang, kita semua ada di sini bukan atas keinginan sendiri. Lebih tepatnya, kita dipaksa ada di kelas ini. Kalian karena nilai jelek atau absensi yang kurang maupun kelakuan buruk.” Aqni menarik napas dalam. Ia berpikir inilah saatnya mengakui motif utamanya berada di kelas ini.

“Aku mau membuat pengakuan,” kata Aqni. Tatapannya tertuju pada Laylah, dan gadis itu memberinya dukungan. “Sebenarnya, aku berada di kelas ini bukan dengan sukarela. Sama seperti kalian, aku juga dipaksa.” Semua tampak menyimak dengan baik kata-kata Aqni. “Aku di sini karena beasiswaku terancam dicabut.” Akhirnya Aqni mengatakannya. Memandangi wajah teman-temannya dengan gugup, Aqni mencoba melanjutkan, “Keadaan ekonomi keluargaku sedang kacau. Ayahku kena PHK dan Ibuku pergi dari rumah. Ayahku pergi merantau ke Kalimantan, katanya sih untuk bekerja, tapi sampai sekarang belum memberi kabar. Karena itu aku kerja sambilan.” Aqni menarik napas dalam sebelum melanjutkan. Ia tahu hanya akan ada dua kemungkinan, teman-temannya menerima alasannya atau malah marah karena ketiadaan ketulusan dalam dirinya pada permulaan. Walaupun kemungkinan kedua yang paling mungkin akan terjadi, Aqni tetap harus mengakuinya. Karena kejujuran selalu lebih baik daripada kebohongan. “Dan ... seperti kalian tahu, sekolah kita melarang siswanya kerja sambilan. Aku ketahuan, beasiswaku bakal dicabut. Itu sama aja dengan putus sekolah bagiku. Tapi karena berprestasi di sekolah, aku diberi kesempatan kedua. Aku diberi tanggung jawab untuk mengurus kelas tambahan, lebih tepatnya sih dapat ultimatum. Kalau ada anak kelas ini yang gagal di UKK beasiswaku akan hangus. Makanya, aku berusaha keras bantu kalian semua belajar, bahkan sampai maksa.” Ia melirik Mehran. “Maaf, ya.” Aqni menyengir.

“Kamu memang menyebalkan,” sahut Mehran. “Tapi efeknya bagus buatku.” Pemuda itu menambahkan dengan lembut.

“Tapi siapa sangka, aku suka di kelas ini. Suka belajar bareng kalian, ngumpul dan ngobrol bareng. Akhirnya malah nggak terlalu mikirin lagi soal beasiswa maupun uang lelah yang dijanjikan buatku. Bagiku, kalian semua orang-orang spesial, karena sudah menjadi penyemangat dalam hidupku.”

Aqni mengamati beberapa anak menyusut ujung mata, beberapa lagi tidak malu untuk menangis, dan sisanya tetap stay cool.

“Kamu bikin kita nangis.” Laylah maju dan memeluk Aqni.

“Mana aku nggak bawa tisu lagi.” Kanita juga menghambur memeluk Aqni.

“Aku ikut!” Anak-anak perempuan maju dan mengikuti Laylah dan Kanita.

“Jadi, udah dipastiin kalau nama kelas ini sekarang S CLASS. Karena kita semua yang ada di sini adalah siswa-siswa spesial.” Mikail mengambil spidol, menghapus tulisan Laylah sebelumnya, dan menulis tulisan ‘S CLASS’ besar-besar di papan tulis.

***

Sementara itu di luar kelas Bu Riska tersenyum pada Pak Hamdan. “Saya tidak menyangka, anak-anak yang semula merasa kelas tambahan adalah hukuman, sekarang malah mencintai kelas ini,” ujarnya penuh syukur.

“Saya juga tak menyangka,” gumam Pak Hamdan. Namun, raut guru BP itu tak sesenang Bu Riska dan Pak Syamsul.

“Saya mengira, anak-anak akan berbondong-bondong keluar ketika nilai mereka sudah membaik. Nyatanya, mereka malah betah,” kata Pak Syamsul.

“Mungkin ini keajaiban, Pak.”

“Saya rasa ini bukan keajaiban, tapi hasil dari kerja keras.”

“Bapak benar, ada seseorang yang berusaha sangat keras untuk memajukan kelas ini.”

“Kita harus mengapresiasi usaha Aqni, benar bukan, Pak Hamdan?” Kedua guru itu mengarahkan pandangan pada Pak Hamdan.

“Pak Hamdan?” tanya Pak Syamsul. “Bapak baik-baik saja?”

Seolah baru saja tersadar, Pak Hamdan menyahut cepat, “Ya, saya baik-baik saja. Saya ikut senang jika anak-anak kelas tambahan kompak seperti ini.”

“Kami sedang membicarakan Aqni, Pak,” ujar Bu Riska. “Kami merasa dia sudah sangat membantu kelas ini.”

“Ya, ya, dia sangat membantu kelas tambahan.” Pak Hamdan membeo.

“Sekarang kita tak bisa menyebutnya kelas tambahan lagi, Pak,” ujar Bu Riska. “Anak-anak akan protes.”

“Ya, mulai sekarang kita harus menyebutnya S Class,” Pak Syamsul menambahi.

“Ya, ya, kita akan menyebutnya seperti itu,” sahut Pak Hamdan. “Saya permisi, ada hal yang harus saya kerjakan.” Setelah mengatakan itu Pak Hamdan berlalu, meninggalkan Bu Riska dan Pak Syamsul yang tertular kebahagiaan dan semangat anak-anak S Class.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!