Chapter 14. Semangat dan Dilema Adine.
Pada pagi hari ini aku bersama Adine pergi bertamasya tapi aku ada prasangka buruk kepadanya maka dari itu, aku menghentikan langkah.
“Adine, tunggu sebentar!”
Aku yang menghentikan langkah, dia pun tidak lama juga menghentikan langkah dan membalikan badannya menghadapku.
“Adine, kamu serius ingin bertamasya. Apa kamu tidak berpikir untuk istirahat dan mencari jalan untuk menyembuhkan penyakitmu?”
“Aa, maksudmu, aku harus berpikir masa depanku?” Adine sambil berjalan pelan kearahku, “Aku tidak begitu memikirkan hal itu,” ucap Adine.
Aku sempat terkejut dengan apa yang dikatakannya? Maka dari itu, aku mencoba untuk membujuknya.
“Adine, apa kamu tahu jika berkata seperti itu maka aku mungkin akan kerepotan?”
“Entahlah!” ucap Adine sambil mengelengkan kepalanya dan tersenyum lalu, dia melanjutkan perkataan nya.
“Tapi…”
“Hahaha … Rendy, rendy. Kamu tuh polos banget. Aku bercanda,” ucap Adine senang.
Aku terkejut saat dia berkata itu dan aku memang berpikir bahwa dia berkata yang sejujurnya.
“Heh?”
“Tapi, Rendy. Aku hanya bercanda seperti ini kepadamu saja,” ucap Adine.
“Benarkah, kenapa begitu?”
“Soalnya, kalau orang lain atau temanku yang lainnya tahu soal rahasia ini sudah pasti mereka akan cemas, bukan? Namun, saat kamu yang mengetahui nya malah berekpresi seolah tidak terjadi apa-apa,” ucap Adine sambil menatap Rendy.
Adine memang jeli dalam melihat orang lain. Memang saat itu, aku berekpresi biasa saja dan mungkin jika aku memberitahukan alasannya mungkin Adine bisa mengerti.
“Itu karena kamu yang menderita penyakit saja tidak menunjukan wajah yang sedih. Jadi, kalau aku yang bersedih atau cemas mengantikanmu maka rasanya kurang pantas.”
Saat aku berkata seperti itu terlihat ekpresi yang serius dari wajah Adine dan dia hanya terdiam menatapku.
“Adine, kenapa?”
Setelah aku menyapanya, Adine pun merubah ekpresinya menjadi senyuman lebar.
“Oke, Rendy! Ayo berangkat!” seru Adine sambil berjalan meninggalkanku.
Aku pun juga tersenyum dan berjalan kembali menyusul Adine yang sudah berjalan terlebih dahulu.
“Adine, kemana tujuan pertama kita?” tanyaku sambil berjalan dengan Adine disamping.
Adine pun mempercepat langkahnya dan berjalan mundur didepanku sambil menjawabnya.
“Tentu saja, makan! Karena makan kita memiliki tenaga.”
Aku pun tersenyum mendengar ucapannya yang begitu semangat dengan senang.
“Lalu, dimana itu?”
“Stadium ramen di Hakata!” jawab Adine.
“Eh? Dari segitu banyaknya makanan kenapa ramen?”
“Sudahlah, jangan banyak tanya! Ayo!” seru Adine.
Seusai percakapan itu, kami pun ke stadium ramen. Lalu, makan bersama disana.
Aku dan Adine dengan lahapnya menyantap ramen yang kami pesan. Adine memesan ramen rebus sedangkan aku menyantap ramen goreng disalah satu kedai ramen. Disini berjajar kedai ramen dengan berbagai rasa namun Adine memilih ramen yang original. Aku pun mengikutinya.
“Ini. Selamat menikmati!” ucap koki ramen yang memberikan satu porsi ramen goreng kepada Adine.
Ramen itu adalah ramen kedua yang di pesan oleh Adine. Meski, dia makan banyak namun badannya tetap kecil dan imut. Itulah yang aku pikirkan.
Saat ramen goreng sudah tersaji, Adine bergegas mengambil ramen itu dengan sumpit lalu menyantapnya.
“Enak banget!” ucap senang Adine sambil mengunyak makanannya.
Seusai mengatakan itu, Adine melirik kearah makananku.
“AA, jenis ramen mu berbeda dan terlihat enak!” ucap Adine. Lalu, Adine mengambil ramen milik ku, “Aku cicip ya!” ucap Adine sambil menyantap ramen milik ku.
“Adine, kenapa kamu baru jalan-jalan? Bukan kah, kamu sudah lama di Fukuoka!”
“Kata siapa? Meski, aku sudah sebulan disini. Aku tidak bisa kemana-mana terutama kendala dalam komunikasi, hehe…”
Seusai makan kami pun pergi ke pusat pertokoan tradisional dan Adine dengan senang memotret dengan kamera besar yang dibawanya. Lalu, kami juga makan kue beras di daerah Yatai.
Adine sangat menyukai makanan maka dari itu, dia selalu membeli makanan di tempat yang dilewatinya. Sesudah itu, kami pun pergi ke kuil Dazaifu Tenma-Gu dan sebelum tiba disana terdapat jempatan trasional berwarna merah yang dimana terdapat kolam yang berisikan puluhan ikan koi.
“Wuahh, Rendy. Lihat ikan itu bagus sekali!” ucap Adine sambil menunjukan kearah salah satu ikan.
Aku hanya tersenyum dan terus memperhatikan prilakunya.
Saat dijembatan itu, Adine melihat kearah ku dan bertanya.
“Rendy, kamu mengerti tata cara berdoa di kuil? Aku ingin berdoa disana.”
“Hm, aku bisa. Tapi, apakah tidak masalah dengan keyakinanmu?”
“Aku selalu berpikir. Apakah Tuhan itu ada? Jika memang ada kenapa tidak bisa menyembuhkan penyakitku! Maka dari itu, jika Tuhan di keyakinan ku tidak bisa menyembuhkan maka aku akan berdoa kepada Dewa yang lain. Ya, mungkin saja. aku bisa sembuh,” ucap Adine dengan diakhiri senyuman.
“Begitu ya, baiklah. Aku akan mengajarkan kepadamu!”
Saat aku mendengar ucapan dari Adine bahwa dirinya ingin sembuh dari penyakit yang dideritanya. Maka dari itu aku juga berpikir, apakah aku menyembuhkannya dengan bantuan Oracle?
Lalu, aku pun memutuskan untuk mengajarinya dan juga aku ingin berdoa untuk kesembuhannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Fabrigio
mana boleh kita ganti Tuhan, autor s e s at
2024-04-29
0
John Singgih
ternyata masih pengen sembuh
2022-05-07
0
young minna
apa ini?
2022-02-28
0