Napasnya sudah naik turun tak beraturan. Dika masih mencoba menahan emosinya. Menunggu Farri menjelaskan lebih lanjut.
"Maaf Om, tadi siang saya mabuk. Dan begitu mendapati Jingga ada di depan kamar Senja, saya langsung menariknya masuk kedalam kamar." tutur Farri penuh sesal. Tidak hanya dari ucapannya. Tapi juga dari raut wajah dan ketulusannya meminta maaf.
Tapi sayangnya itu tidak membuat Dika untuk tidak murka pada pemuda itu. Karena di detik yang sama ketika Farri baru saja menyelesaikan kalimatnya, detik itu juga Dika langsung menerjang Farri dan membuat para wanita yang ada disana memekik ketakutan.
Alvaro hanya memijat alis dan memejamkan matanya. Ia tak pernah menggunakan kekerasan dalam mendidik putra-putrinya. Melihat putranya dipukuli dengan membabi buta seperti itu tentu saja hatinya teriris.
Tapi jika ia ada di posisi Dika. Tak perlu di ragukan lagi, ia akan melakukan hal yang sama. Bahkan ia tidak akan mengampuni pemuda yang berani merusak putrinya.
Tiara. Wanita itu lebih terluka lagi melihat putranya. Meski ia sudah sering melihat Farri pulang dengan luka lebam dan babak belur ketika remaja dulu. Tapi melihat di depan matanya sendiri sang putra dipukuli tanpa ada niatan untuk membalas terlalu menyakitkan.
Tiara memilih menyembunyikan wajahnya di dada sang suami. Pria yang tak henti memberikan usapan lembut dipunggungnya. Ia menangis terisak dalam dekapan pria yang sudah hampir 30 tahun menemaninya itu.
"PAPI! JANGAN!" hanya Senja yang bereaksi begitu melihat Dika yang seakan tidak ada niatan untuk memberi pengampunan pada kakaknya. Sungguh ia tidak tega melihat kakaknya disakiti sedemikian rupa. "KASIAN ABANG, PIH! MAAFIN ABANG!!" Senja menangis tergugu, ingin mendekat tapi tangannya di tahan oleh Sheril.
Jingga semakin terisak melihat betapa emosinya sang ayah. Hingga tubuh hangat yang sedari tadi mendekapnya melepaskan dirinya dan bangkit.
Sheril juga sama terluka mendengar pengakuan Farri. Tapi ia masih memiliki sisi keibuan yang tidak tega melihat pemuda itu dipukuli habis-habisan.
Wanita yang sudah berurai air mata itu berjalan mendekati sang suami. Memeluknya dari belakang dan berkata lirih. "Sudah, pih. Semua tidak akan kembali seperti semula. Papi hanya akan masuk penjara jika sampai Farri terbunuh."
Dika yang masih mencengkeram kerah kaos Farri memaki. "BANGS*T!!" memberikan satu lagi pukulan pada wajah yang sudah babak belur itu.
Senja langsung berlari mendekati kakaknya yang sudah tergeletak tak berdaya. Terlentang di lantai dengan terbatuk-batuk.
Meski sebenarnya Farri masih bisa berdiri, tapi sepertinya pemuda itu tak ada niatan untuk melakukannya. Ia terlalu lelah dengan amukan Dika.
Dika menyugar rambutnya ke belakang dan menghembuskan napasnya keras. Kembali duduk dan menengadahkan kepalanya dengan mata terpejam di sandaran sofa ruang tamu miliknya.
"Aku minta maaf." Alvaro angkat bicara setelah cukup lama hanya hening dan suara tangis Senja yang terdengar. "Maaf, aku gagal sebagai orang tua. Aku gagal sebagai seorang ayah."
Farri yang sebelumnya masih tak bergerak dan menutup matanya dengan lengan tangan langsung bangkit duduk. Menatap Alvaro penuh sesal. Menggeleng tak berdaya.
Semua bukan salah ayah mau pun ibunya. Semua salah dirinya sendiri. Dirinya yang terlalu percaya pada mantan kekasihnya yang berujung kekecewaan.
Dirinya yang melanggar janjinya sendiri pada kedua orang tuanya untuk tak lagi menyentuh minuman keras, hingga mengakibatkan masalah besar seperti saat ini.
Semua salahnya. Bukan salah orang tuanya dalam mendidik. Karena kedua orang tuanya sudah memberikan hal terbaik untuk mendidiknya dan adik-adiknya.
"Pah.." lirihnya. Tapi tak Alvaro hiraukan.
"Kami datang bukan hanya untuk meminta maaf. Tapi kami ingin bertanggung jawab." ucap Alvaro lagi.
"Tanggung jawab dengan cara apa?!" sentak Dika. Untuk pertama kalinya ia marah pada sahabatnya sejak mereka mulai berdamai dan menjalin persahabatan.
Bukan. Bukan marah pada Alvaro sebenarnya. Ia hanya marah pada nasib buruk yang menimpa putrinya.
"Semua yang akan kalian lakukan, tidak akan mengembalikan kehormatan dan harga diri putriku!!"
Farri semakin tertunduk merasa bersalah. Sampai mati pun ia tidak akan bisa mengembalikan apa yang sudah ia renggut dari Jingga. Tapi ia tulus ingin bertanggung jawab.
"Saya akan menikahi Jingga, Om." ucap Farri tegas. Tanpa keraguan sama sekali. Kembali memberanikan diri untuk melihat kearah Dika duduk.
Toh usianya sudah cukup untuk menikah. Meskipun gadis yang ia nikahi masih begitu belia. Dan diantara mereka tidak ada cinta.
Tapi ia benar-benar ingin bertanggung jawab. Apapun caranya.
Tawa Dika menggelegar. Tawa sarkas dan penuh ejekan.
"Kamu pikir, Jingga tidak memiliki masa depan?! Jingga tidak akan saya nikahkan sekarang, karena saya ingin dia mengejar cita-citanya!" Sheril mengusap punggung suaminya. Mencoba menenangkan sang suami.
Jika dipikir dengan dalam. Sheril lebih merasa ini karma karena dirinya dan sang suami sempat tinggal satu rumah dan berperilaku seperti suami-istri tanpa ikatan pernikahan. Tapi ia tak mungkin mengungkapkannya saat ini didepan anak-anak mereka.
"Dia tetap bisa melanjutkan cita-citanya jika ingin, Om. Tapi izinkan saya mempertanggung jawabkan perbuatan saya dengan menikahinya."
"Kamu pikir saya akan mempercayakan Jingga pada lelaki yang bahkan tidak mencintainya?! mau kamu perlakukan seperti apa anak saya nanti?!"
Alvaro menghela napas melihat sahabatnya yang masih berpikiran buruk pada niat baik putranya.
"Saya janji akan memperlakukan Jingga dengan baik, Om. Saya akan memperlakukan Jingga seperti papa saya memperlakukan mama saya."
Dika menatap Alvaro yang masih menenangkan istrinya yang menangis. Ada permohonan di mata Alvaro. Permohonan maaf untuk kesalahan putranya.
"Tapi saya tetap tidak akan menikahkan anak saya sekarang!" tegas Dika. "Kalau kamu bersungguh-sungguh ingin menikahi Jingga. Tunggu dia sampai lulus kuliah."
Mata Farri membulat. Begitu juga dengan orang tuanya.
Jika Farri berpikir usianya yang semakin tua jika menunggu Jingga lulus kuliah, berbeda dengan orang tuanya. Mereka khawatir akan ada anak yang tumbuh di luar ikatan pernikahan Jingga dan Farri.
"Kita harus memikirkan berbagai kemungkinan, Dik." Alvaro kembali bersuara ketika ia melihat sepertinya keputusan Dika tidak bisa diganggu gugat lagi. "Kita tidak bisa egois."
"Egois bagaimana?!" tantang Dika.
"Kita harus segera menikahkan anak-anak kita. Kalau bisa dalam minggu ini sebelum benih yang Farri tanam berhasil menjadi embrio." ucapan Tiara seketika membuat Jingga, Farri, Sheril dan Senja tersentak. Mereka tak berpikir akan secepat itu.
"KAMU GILA, RA?!" teriak Dika dengan menegakkan duduknya.
Tiara menggeleng. "Aku nggak tau kenapa kebodohan daddy bisa diulang sama anakku. Tapi satu yang aku harap nggak akan terulang kembali." jedanya dengan menyusut air matanya. "Aku nggak ingin cucuku nanti terlahir dengan status di luar pernikahan."
Dipandangnya Sheril dan Dika bergantian. "Kalian tahu sendiri bagaimana aku menjalani hari dengan status itu saat SMA dulu. Dan itu baru yang kalian lihat. Kalian nggak tahu seberat apa aku menjalani hari saat aku kecil hingga dewasa."
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Riska Wulandari
bijak..
2022-08-26
1
Sri Widjiastuti
oghhh🤗🤗
2022-03-09
1
Arni Khayanti
Sombong nya dika dulu aja zina tuh hasilnya jingga
2022-02-01
1