Farri menatap nanar kedua orang tuanya. Orang tua yang sejak kepulangan mereka tak sekalipun menatap matanya langsung. Tak sekalipun berbicara langsung dengannya. Bahkan untuk sekedar memarahi atau memakinya saja tidak.
Orang tua yang terlalu dalam ia torehkan luka dan rasa kecewa. Orang tua yang masih mendampinginya meski ia sudah berbuat salah. Tapi orang tua itu kini menyimpan luka dan kecewa yang membuat mereka tak mau lagi melihatnya.
Kini mereka sudah kembali ke rumah mereka. Farri juga tengah di obati di ruang keluarga oleh saudara kembarnya yang tadi lebih memilih tinggal di rumah.
Disampingnya duduk Senja yang masih menangisi keadaannya. "Abang sakit ya?" air mata gadis itu seakan tak pernah kering untuk menangisinya. Padahal gadis itu sangat marah padanya. Tapi melihat Senja seperti itu, ia jadi tahu, sesayang apa adiknya pada dirinya.
"Abang nggak papa, dek. Gini doang mah kecil." seloroh Farri dengan menjentikan ujung kukunya. Menunjukan bahwa itu tidak ada apa-apanya. Ia susut air mata adik perempuannya dengan ibu jari.
"Lagian abang sih, aneh-aneh aja! segala praktek tutorial bikin dedek bayinya sama Jingga lagi! nanti aja kalau auuu!" pekik gadis itu mengusap dahi yang Vindra sentil saat ia bahkan belum selesai dengan rancauannya. "Abang Vindra, iih!"
"Anak kecil, nggak boleh ngomongin kayak gitu!" tegur Vindra yang seketika membuat Senja membungkam mulutnya dengan kedua telapak tangan dan meringis seraya mengucapkan maaf.
Tak menghiraukan keributan adik-adiknya, Farri beringsut mendekati kedua orang tuanya yang diam menatap layar televisi. Tapi Farri tahu, fokus orang tuanya tidak ke sana.
Farri bersimpuh dan memeluk kaki ibunya. Meletakan kepalanya di pangkuan wanita yang sudah mengandung dan melahirkannya itu.
"Maaf Mah... Maafin abang..." tangis Farri pecah ketika mengucapkan maaf. Bahunya berguncang seiring tangisannya. Isak kecil juga mulai terdengar dari wanita yang kini ia peluk.
"Semua bukan salah papa atau pun mama. Semua salah abang yang nggak pernah nurut apa kata kalian. Maaf.."
Farri kembali tergugu ketika mengingat betapa ibunya membelanya tadi di hadapan kedua orang tua Jingga.
Kasih ibu sepanjang masa benar-benar ada pada Tiara. Wanita itu masih menyayangi putranya dengan cara membela putra sulungnya itu.
"Kalian tahu sendiri bagaimana aku menjalani hari dengan status itu saat SMA dulu. Dan itu baru yang kalian lihat. Kalian nggak tahu seberat apa aku menjalani hari saat aku kecil hingga dewasa."
Emosi di wajah Dika saat itu menurun ketika mendengar ucapan Tiara. Karena ia bersaksi sendiri bagaimana teman-teman mereka mengejek Tiara yang tidak lain adalah anak yang terlahir tanpa ikatan pernikahan. Termasuk istrinya sendiri-Sheril-yang sering mengejek Tiara dengan hal itu.
"Kamu marah, aku paham." ucap Tiara lagi. "Aku juga pasti akan ngelakuin hal yang sama kaya apa yang kamu lakuin. Tapi itu nggak akan ngerubah keadaan kan, Dik? yang perlu kita pikirin sekarang adalah akibat dari masalah ini kedepannya."
"Kita semua pasti ingin yang terbaik untuk anak-anak kita." ucap Tiara lagi. "Seperti apa yang Farri bilang, meski nanti mereka sudah menikah, jika Jingga ingin melanjutkan pendidikan dan mengejar cita-citanya, kita nggak akan melarang."
"Tapi Jingga nggak akan leluasa, Ra! kamu tahu sendiri bagaimana kehidupan setelah menikah! apa lagi Jingga masih belum lulus SMA!"
Tiara mengangguk mengerti akan kekhawatiran Dika atas kelangsungan hidup putrinya setelah menikah nanti.
"Kamu nggak lupa kalau aku dan Alvaro juga menikah saat kami masih SMA, kan?" tak ada jawaban maupun bantahan dari Dika. Karena Tiara yakin Dika ingat akan hal itu. "Jingga hanya butuh dua bulan lagi untuk lulus. Tapi aku dulu masih satu tahun lagi untuk lulus dari SMA."
"Tapi kalian saling suka, Ra! atau setidaknya Alvaro cinta sama kamu."
Lagi-lagi Tiara mengangguk mengerti. "Nggak saling cinta bukan berarti mereka nggak akan bahagia, Dik. Cinta itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Kaya aku ke Alvaro atau kamu ke Sheril."
Dika kembali diam.
"Meski Farri nggak tumbuh jadi pemuda baik seperti Babas, yang mungkin udah kalian harapin jadi menantu kalian. Tapi aku bisa jamin, kalau Farri yang sekarang adalah pria baik. Putra kebanggaan mama." suara Tiara dibumbui dengan getaran saat mengucapkan kalimat terakhir.
"Dia pria penyayang, Dika. Kamu pasti tahu itu." meski diam, tapi Dika akui dalam hati jika Farri adalah pria penyayang. "Farri nggak mungkin jahatin Jingga nanti."
"Atau kalau sampai hal itu terjadi, kamu boleh bunuh aku untuk mempertanggung jawabkannya, Dik."
"Mah!" tegur Alvaro, Farri dan Senja bersamaan. Tapi tak Tiara hiraukan. Wanita itu menyusut air matanya dan kembali melanjutkan ucapannya.
"Aku berani ngomong kaya gitu karena aku yakin dan percaya sama anakku, Dik. Aku percaya dia nggak akan mengecewakan orang tuanya lagi."
Setelah kekacauan yang Farri lakukan, ia masih mendapat kepercayaan yang begitu besar dari sang ibu. Kepercayaan yang tak pantas ia dapatkan karena harus mempertaruhkan nyawa ibunya sendiri.
Hingga Dika dan Sheril menerima niat baik Farri untuk bertanggung jawab dengan menikahi Jingga.
Begitu juga dengan Jingga yang menerima pinangan Farri. Karena saat ini ia tak pantas untuk pria manapun. Apa lagi untuk Baskara. Si pria sempurna idaman banyak siswi di sekolah mereka. Biarlah ia berakhir dengan Farri yang sudah merenggut kehormatannya. Ia pasrahkan masa depannya di tangan pria itu. Meski hatinya sakit, tapi akan lebih sakit lagi ketika nanti ia menikah dengan Baskara, tapi ia tidak bisa memberikan mahkota yang seharusnya ia jaga. Terlebih seperti kekhawatiran Tiara. Ia tidak ingin jika nanti ia sampai hamil di luar nikah.
"Maafin abang sudah kecewain mama sama papa." kembali pada Farri saat sudah berada di rumah. "Abang janji akan menjadi suami yang baik untuk Jingga setelah menikah nanti."
"Menjadi suami seperti papa untuk mama. Dan menjadi suami seperti apa aku ingin Senja mendapatkan suami."
"Mama hanya ingin kamu memegang kata-katamu kali ini, bang." gumam Tiara lirih yang diwarnai air mata.
Dan untuk pertama kalinya setelah kejadian itu, Tiara kembali menatap matanya. Meski mata sang ibu sarat akan kekecewaan, tapi masih lebih baik. Asal sorot hangat itu masih mau menatapnya. Begitu juga sang ayah.
"Jangan kecewakan kami lagi." imbuh Alvaro menepuk bahunya. Membuat tangis Farri kian mengeras dan memeluk kedua orang tuanya. Menumpahkan segala tangis, kesedihan, rasa sesal dan rasa lega setelah mendapatkan maaf dari orang tuanya.
Tangisan Farri yang seperti anak kecil membuat Vindra dan Senja ikut menitikan air matanya. Vindra mendekap tubuh bergetar sang adik. Berbagi rasa sedih dan haru. Berbagi berbagai perasaan yang sama-sama mereka rasakan sepanjang hari itu.
*
*
*
Ini bonus untuk like kemarin yang tembus 40 sesuai janji.
Tapi kasih like-nya yang sama ya.. Suka males kalau kasih bonus tapi bab sebelumnya like sedikit 🤧😔
Tapi kali ini kalau tembus 50 baru di kasih bonus lagi. Hihihi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Sekar Sekar
terharu Thor.. Sampek GK nyadar ikutan nangis😭😭😭
2023-01-12
0
pipi gemoy
kali K2 baca
nga bosan2
🌹
2022-11-18
0
Riska Wulandari
huwaaaaaa...banjir terus..😭😭😭😭
2022-08-26
1