Seharusnya, ulang tahun adalah moment yang membahagiakan. Tapi sejak memasuki ruangan khusus di sebuah restoran yang di pesan untuk merayakan ulang tahunnya dan Baskara, Jingga terus saja menunduk sedih. Tak ada senyum sedikit pun di wajah gadis yang harusnya bahagia itu.
Baskara, Jingga dan Senja terbiasa merayakan ulang tahun bersama sejak kecil. Selama 16 kali di setiap tanggal dan bulan yang sama, keluarga mereka selalu berkumpul dalam suasana bahagia.
Tapi kini, tak ada lagi Baskara yang selalu mengusili Senja di setiap ulang tahun mereka. Tidak ada lagi acara tukar kado di antara mereka.
Ketiganya sudah seperti tiga jiwa dalam satu tubuh. Jika salah satu saja tidak ada, semua terasa kurang dan menyakitkan.
"Kok Senja belum datang ya, mih?" tanya Jingga pada ibu yang menatapnya sendu.
Jingga masih berharap keluarga Senja akan datang seperti biasa. Mungkin mereka terjebak macet di jalan hingga terlambat. Seperti Baskara yang entah dimana hingga belum juga sampai. Padahal kata orang tua Baskara, pemuda itu sudah berangkat terlebih dulu.
"Jingga belum tau?" tanya Pricilla-ibu Baskara-kepada Sheril-ibu Jingga.
Sheril menggeleng lemah. Ia tidak tega memberi kabar yang baru diketahuinya tadi pagi kepada putrinya. Ia tahu bagaimana kedekatan mereka. Dan pasti itu akan membawa kesedihan untuk Jingga.
"Tau apa, bun? mih?" tanya Jingga menatap Pricilla dan Sheril bergantian. Ada perasaan menyesakan dalam dadanya. Perasaan tidak nyaman menunggu jawaban dari Pricilla.
Sebenarnya apa yang tidak ia ketahui?
"Keluarga Senja sedang berlibur di Bali. Mereka berangkat kemarin sore." Sheril angkat suara. Padahal mereka juga merencanakan makan malam di akhir pekan. Berharap mereka bisa berkumpul semua seperti biasa.
Tapi, Sepertinya Senja memang tidak bisa membuka hatinya untuk memaafkan Baskara dan Jingga. Hingga gadis itu memilih merayakan ulang tahunnya sendiri hanya dengan keluarganya.
"Kenapa kita nggak ikut mih? kita kan juga bisa ngerayain bareng di sana."
Sheril hanya menggeleng lemah. Ia bahkan tidak tahu kapan keluarga itu pergi. Ia hanya tahu dari Pricilla.
Tiara hanya berpamitan kepada Pricilla dan menyampaikan maaf dan alasan mereka tidak bisa bergabung malam itu.
"Senja ingin family time sama keluarganya."
Jingga semakin mengernyit tidak mengerti akan jawaban Pricilla. Untuk apa Senja family time segala. Padahal keluarga Senja yang paling memghargai waktu bersama keluarga di banding keluarganya atau pun Baskara.
Keluarga Senja selalu menyempatkan waktu untuk sarapan dan makan malam bersama. Termasuk weekend, sebisa mungkin mereka berkumpul dan menghabiskan waktu berlima.
"Ini ulang tahun terakhir Senja di sini. Makanya Senja hanya ingin merayakan ulang tahun dengan keluarganya." imbuh Pricilla bertepatan dengan Baskara yang membuka pintu ruang VIP itu dengan membopong boneka kelinci super besar, lengkap dengan buket bunga mawar putih yang dengan susah payah pria itu bawa.
"Senja jadi kuliah di Jogja juga, bun?" tanya Baskara penasaran setelah sebelumnya memberikan boneka dan buket bunga pada sang kekasih. Tak lupa kecupan di dahi gadisnya.
Pricilla menggeleng sedih. Karena bagaimanapun Senja sudah seperti putrinya sendiri. Sama seperti Jingga yang sepertinya akan menjadi menantunya. Melihat dari hubungan putranya dengan gadis itu yang semakin lengket.
"Terus, dia mau kuliah dimana?"
"New York." jawab Dika-ayah Jingga- yang sedari tadi hanya diam menyimak pembicaraan para wanita dalam ruangan itu. Begitu juga dengan Aldo-ayah Baskara.
"New York?!" seru Jingga dan Baskara bebarengan dengan bola mata yang membulat ketika mendengar kabar tersebut. Pasalnya, Senja bukan gadis pemberani yang siap jauh dari keluarga. Meski di sekolah gadis itu bar-bar. Tapi tak sekalipun Senja pergi tanpa di antar oleh keluarga atau pun sopir. Gadis itu begitu di jaga selama ini.
"Gara-gara Jingga, ya mih?" ucap Jingga dengan suara bergetar.
Rasa bersalahnya semakin besar pada Senja. Gara-gara hubungannya dengan Baskara membuat Senja memilih pergi jauh dan meninggalkan keluarganya sendiri.
Tapi untuk meninggalkan Baskara juga ia tak sanggup. Sayang dan Cintanya untuk kekasihnya itu sudah semakin besar dan tak bisa ia patahkan begitu saja.
"Bukan salah kamu sayang." Pricilla memeluk tubuh gadis yang sudah terisak dalam rasa bersalah. "Perasaan sayang dan cinta itu datang sendiri. Kita tidak bisa memilih kepada siapa kita jatuh cinta."
"Dan perasaan kamu dan Baskara tidak salah. Meski hubungan kalian harus menyakiti orang lain." Sheril menambahkan dengan tangannya yang mengusap lembut rambut putrinya.
"Dulu papi juga suka sama mama Tiara. Tapi sayangnya mama Tiara cuma anggap papi teman. Begitu juga dulu mami yang sudah ngejar-ngejar papi tapi tetap nggak papi lirik." seloroh Dika berusaha menenangkan putri satu-satunya.
"Cinta itu punya jalannya masing-masing. Papi yang awalnya nggak suka, buktinya sekarang tergila-gila sama mami kamu." imbuh Dika.
"Dan punya rasa sakitnya masing-masing." Aldo ikut menenangkan. "Mungkin sekarang Senja memang harus merasakan sakit. Siapa tahu sakitnya kini akan menghadirkan kebahagiaan yang lebih besar nantinya. Dan siapa tahu rasa sakitnya kini akan membuat Senja menjadi gadis yang lebih kuat lagi menghadapi dunia."
***
Ditempat berbeda. Jauh dari ibu kota sana, keadaan Senja tak jauh berbeda.
Padahal Senja yang meminta liburan itu. Tapi justru gadis itu sendiri yang tidak bersemangat dan terlihat lesu.
Tak bisa di pungkiri, jika ketiadaan Jingga dan Baskara di hari ulang tahun mereka, menyisakan ruang hampa dalam dirinya.
Merenggut sebagian besar kebahagiaannya. Meski tak ada air mata. Tapi tak ada senyuman juga di wajah gadis yang malam itu didandani begitu cantik oleh ibunya.
"Karena ini ulang tahun terakhir adek sebelum kuliah nanti, jadi adek harus terlihat cantik biar mama seneng pas nanti lihat foto keluarga kita." begitu ujar Tiara saat Senja ingin menolak ibunya itu yang membawa MUA dan orang-orang dari sebuah butik terkenal di Bali yang membawa beberapa pilihan gaun untuk Senja pilih.
"Widiiiihh... Adek gue, nih?" ledek Farri begitu Senja datang ke restoran dengan begitu cantik.
Senja berdecak malas. "Biasa aja deh bang! emang selama ini adek jelek apa?!" sungut gadis itu.
Farri terkekeh dan mencubit gemas pipi adik perempuannya itu.
Farri memang selalu hangat. Berbeda dengan Vindra. Tapi meski begitu, Vindra juga sangat menyayangi dan peduli dengan adiknya.
"Selamat ulang tahun Princess-nya papa." Alvaro memeluk Senja dengan perasaan sedih. Mengingat putrinya sebentar lagi akan pergi ke belahan benua lain untuk menempuh pendidikan.
"Padahal rasanya baru kemarin papa gendong kamu pas baru lahir. Kenapa sekarang sudah sebesar ini." Alvaro menangkup pipi Senja dan mencium dahi gadis itu. "Bahkan sudah berani punya tekad untuk ninggalin papa."
Senja membenamkan wajahnya dan terisak. "Papa tau adek bukan mau ninggalin papa. Adek cuma mau cari pengalaman baru. Mencoba hidup mandiri, pah." sanggahnya dengan suara tersendat.
Melihat ayah dan anak yang tengah berpelukan dan saling meneteskan air mata itu, Tiara juga ikut terbawa sedih dan menangis dalam pelukan putra keduanya.
Farri yang sejujurnya juga ikut sedih mencoba mencairkan suasanya dengan berdecak dan menggerutu. "Minta jauh-jauh ke sini buat nangis mah ngapain, dek? di rumah aja, udah!"
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Riska Wulandari
😭😭😭😭 huwaaa
2022-08-26
1
Sulastri Sulastri
ikutan sedih😭
2022-03-14
1
Jennie Kim
semangat senja kamu wanita yang kuat
2021-10-09
2