Waktu ujian tinggal dua bulan lagi. Perasaan Jingga semakin tak tenang. Ia tak mungkin bisa melewati UN dengan baik jika dalam hatinya masih ada perasaan yang mengganjal.
Jingga memutuskan datang ke rumah Senja untuk meminta maaf. Maaf yang tidak pernah ia dapatkan sejak setahun yang lalu dari sahabatnya.
Mendengar jika Senja akan pindah ke luar negeri saat ulang tahunnya sebulan yang lalu, membuat Jingga tidak bisa menunggu waktu lagi. Ia harus mendapatkan maaf dari sahabatnya sebelum persahabatan mereka benar-benar tak bisa lagi diselamatkan.
"Senja ada, mbok?" tanya Jingga pada wanita paruh baya yang sudah ia kenal sejak kecil. Wanita yang sudah sejak lama menjadi asisten rumah tangga keluarga Senja.
Tadi Senja ada di teras ketika melihat Jingga tengah meminta satpam rumahnya membukakan gerbang. Gadis itu langsung berlari memasuki rumah dan masuk ke dalam kamar. Tak lupa berpesan pada asisten rumah tangganya untuk bilang pada Jingga jika ia tidak ingin bertemu.
"Ada non, di kamar. Tapi maaf, non Senja tidak ingin menerima tamu katanya." ucap wanita baya di hadapannya dengan tidak enak hati.
"Saya hanya ingin bertemu sebentar kok, mbok. Saya naik ya?" si mbok mengangguk dan membiarkan sahabat anak majikannya untuk naik ke lantai dua dimana kamar Senja berada.
Entah apa yang terjadi pada keduanya. Mereka yang tidak bisa berpisah sedari kecil, satu tahun ini bahkan tidak pernah lagi terlihat bersama. Si mbok berharap hari ini keduanya bisa memperbaiki hubungan mereka.
Jingga yang sudah berada di depan kamar Senja, langsung mengetuk pintu. Meski tidak ada jawaban dari dalam, Jingga tetap bermonolog.
"Gue tau lo dengerin gue, Ja." ujarnya. Masih berdiri tepat di depan pintu. Di dalam sana meski tidak mau membuka pintu, Senja juga tengah bersandar pada daun pintu yang menjadi pemisah dirinya dengan Jingga.
"Gue minta maaf.." ucapnya mulai bergetar. Tenggorokannya tercekat. Hatinya tertawa miris. Dulu bahkan ia bisa keluar masuk kedalam kamar sahabatnya sesuka hati. Tapi lihat sekarang! bertemu saja Senja tak sudi.
"Maaf kalau gue nggak bisa jadi sahabat yang baik buat lo." imbuhnya dengan air mata yang sudah tidak dapat ia tahan lagi lajunya. Derai air mata sebagai wujud ketulusannya meminta maaf. Ia ingin kembali seperti dulu. Dekat dan tertawa bersama Senja tanpa ada sakit hati seperti saat ini.
"Maaf kalau gue nggak bisa menjaga perasaan gue buat nggak cinta sama cowok yang lo juga cinta. Maaf Senjaa..."
Dibalik pintu, Senja membekap mulutnya agar Jingga tidak mendengar tangisnya. Selama ini tak sekalipun ia menangis. Tapi mendengar Jingga menangis, juga melukai hatinya. Menyayat hati dan membobol pertahanan air matanya.
"Maaf kalau setelah berbulan-bulan gue ngejalin hubungan sama Babas dan lo baru tau. Maaf Senjaa.." Jingga luruh terduduk bersandar di daun pintu. Suaranya kian melirih seiring rasa sesak di dadanya.
"Maaf kalau dulu lo sering ngajak Babas jalan atau minta bantuan sama dia dan dia lagi sama gue. Maaf Senja." berulang kali kata maaf ia ucapkan. Berharap ada satu maaf saja yang Senja maafkan.
"Gue egois sebagai sahabat lo. Gue pikir, lo udah punya orang tua dan abang yang sangat sayang sama lo. Jadi setidaknya gue ingin memiliki Babas lebih dari hanya sebagai seorang sahabat."
"Gue jahat banget ya Jaa? Sampai lo nggak mau ngomong sama gue. Sama Bas juga. Kita nyakitin lo banget ya?"
Senja tertawa miris tanpa suara. Apa rasa sakitnya masih pantas untuk Jingga pertanyakan? apa jika posisi mereka di balik, Jingga tidak akan seterluka dan sekecewa dirinya?
Dia bahkan butuh waktu untuk bisa berdamai dengan keadaan. Untuk mengikhlaskan dan menghapus semua rasa yang ada untuk Baskara. Termasuk rasa persahabatan untuk kedua orang yang menyakitinya.
Dan sekarang Jingga datang untuk bertanya apa gadis itu melukainya?
Senja kembali tertawa dalam hati. Pertanyaan yang sungguh terlambat karena bahkan dirinya sudah tidak lagi tahu seperti apa rasa cintanya dulu untuk Baskara. Karena sejujurnya ia sudah benar-benar mampu mengikhlaskan Baskara untuk Jingga.
"Gue mohon, Senja. Maafin semua kesalahan gue." harap Jingga dengan tangis yang sudah tergugu. "Gue pengen persahabatan kita kembali seperti dulu sebelum lo pergi ke luar negeri. Karena jika lo pergi masih membawa luka, semua udah nggak bakal bisa kembali lagi, Ja."
"Bukankah selama satu tahun ini gue udah nggak pernah nganggep kalian berdua sahabat gue lagi?" gumam Senja lirih. Gumaman yang hanya ia sendiri yang mendengar. "Bagi gue, sahabat kecil gue udah mati." imbuhnya dengan hati yang semakin berdenyut nyeri. Bukan nyeri karena kehilangan cinta. Tapi nyeri karena kehilangan sahabat. Dan itu lebih terasa menyakitkan.
"Gue harus apa, Senja? apa perlu gue putus dari Babas biar lo mau maafin gue?"
Senja kembali tertawa getir. Meskipun hal itu Jingga lakukan, semua tidak akan pernah kembali seperti semula.
Justru Baskara pasti akan sangat membencinya karena membuat hubungan mereka berakhir.
"Gue akan lakuin itu kalau itu mau lo, Ja."
Hanya ada kebisuan setelah itu. Keduanya larut dengan pikiran dan kemelut hati masing-masing. Dengan air mata yang tak henti mengalir dari mata keduanya.
Namun sialnya. Saat Jingga sudah menunggu berjam-jam di rumah sahabatnya. Senjak tak kunjung mau membukakan pintu kamar untuknya.
Lebih parahnya lagi, ia harus bertemu Farri yang tengah dalam kondisi mabuk dan merancau tak karuan.
"Ngapain lo di sini?!" bentak kakak dari sahabatnya begitu mendapati dirinya yang duduk di depan pintu kamar Senja. Kamar yang memang bersebelahan dengan kamar pria itu.
"Nu-nunggu Senja, bang." jawab Jingga takut-takut.
Ia kenal dekat dengan Farri. Pria itu bahkan sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Tapi tak pernah sekalipun ia melihat penampilan kakak sahabatnya sekacau ini.
Untuk pertama kalinya ia melihat Farri dalam kuasa minuman keras. Mata merah dengan rambut acak-acakan.
"Ngapain lo nunggu adek gue?! lo mau ngerusak adek gue buat jadi cewek murahan model lo?!" Jingga mengernyit tidak mengerti. Ia tidak yakin jika Farri saat itu benar-benar mengenali dirinya sebagai Jingga.
"Sekarang lo ikut gue!" sergah Farri menarik tangan Jingga kasar hingga gadis itu berdiri. Diseret memasuki kamar milik pria berkulit putih dan tinggi setara dengan kekasihnya. Mungkin hanya lebih tinggi beberapa centi.
"Ma-mau ngapain, bang?" Jingga yang takut berpegangan pada kusen pintu sebelum pria itu benar-benar menariknya ke dalam kamar.
Namun tubuhnya yang sudah gemetar. Juga tenaganya sebagai seorang perempuan tidak akan sebanding dengan Farri sebagai seorang lelaki.
Bersamaan dengan pintu kamar Farri yang tertutup dan terkunci seketika, kamar Senja terbuka dengan keras.
Mendengar teriakan kakaknya pada Jingga membuatnya khawatir. Ia masih sempat melihat sahabatnya itu di dalam kamar kakaknya sebelum daun pintu itu mengayun tertutup.
Namun sayang seribu sayang. Kebiasaan Farri mendengarkan musik dengan keras, membuat ayah mereka memasang peredam pada kamar itu. Agar suara bising yang tercipta ketika Farri menyalakan musik, Tidak menggangguk adik dan saudara kembarnya. Dan sekuat apa pun Senja menggedor pintu dan berteriak hanya sia-sia. Terlebih Farri yang tengah dialam bawah sadar, tidak akan menggubris dirinya.
"ABANGGGG!! KELUAR!!" tangan kecil itu terus menggedor kamar kakaknya. Tidak peduli tangannya yang mulai terasa sakit.
"KELUARIN JINGGA, BANG!! LO NGAPAIN PAKE DIKUNCI SEGALA?!!" sunggug ia takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya di dalam sana. Meski ia belum bisa memaafkan Jingga. Tapi bukan berarti ia ingin gadis itu tersakiti. Terlebih oleh orang yang ia sayangi.
Bukan. Bukan karena Farri orang jahat. Kakaknya itu meski urakan namun tidak pernah menyakiti perempuan. Tapi mendengar teriakan kakaknya yang seperti tengah marah besar dan tidak mengenali Jingga-lah yang membuatnya takut.
"Abang buka banggg..." tangisnya tergugu di depan pintu kamar kakaknya. Suaranya sudah habis untuk berteriak sejak satu jam yang lalu. Dia hanya bisa melirih dan berharap kakaknya membuka pintu dan mengeluarkan Jingga dari dalam sana.
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Devi Triandani
oh...jd begitu toh ceritanya sampai jingga menikahi kakaknya senja...
2022-08-27
0
Riska Wulandari
knp g minta bantuan Ja???
2022-08-26
1
Sri Sumarni Atuns
baru yambung dan tambah bikun penasaran
2021-12-22
1