Disekolah Gemilang tidak ada kekuasaan antara si kaya dan si miskin. Karena rata-rata yang bersekolah di sana adalah anak-anak orang kaya. Mereka memiliki status sosial yang setara.
Tapi siapa yang kuat, ia lah yang berkuasa. Seperti Jingga yang lemah akan selalu tertindas oleh Diana dan kawan-kawannya.
"Lo sekali-kali tegas, Ngga! Jangan terlalu baik begitu. Lihat sendiri kan, orang baik tuh selalu tertindas." cerocos Senja dengan memakan mi ayam favoritnya.
"Angkat dagu lo, dan bilang tidak sama sesuatu yang lo nggak suka!" imbuh Senja lagi.
Ia hanya khawatir pada sahabatnya itu. Jika Jingga selalu lemah dan mengalah, ia hanya akan selalu kesulitan bersekolah di sana. Mana ada kata tulus dari orang-orang yang bersekolah di sana.
Hanya sahabat yang sudah di kenal lama lah yang bisa di percaya. Selebihnya hanya baik di depan dan menusuk di belakang.
"Jingga nggak papa kok Senja. Lo nggak perlu khawatir." ucap Jingga dengan memeluk lengan Senja dan bersandar di sana.
"Ish awas ah, jijik gue. Entar dikira gue belok lagi." Senja mengedikan bahu tempat Jingga bersandar. Membuat gadis itu mencebik dan mengerucutkan bibirnya.
"Benar kata Senja. Gue sama dia nggak bisa selalu ada disisi lo, jadi seenggaknya lo harus bisa ngebela diri lo sendiri." timpal Baskara yang tidak kalah peduli pada gadis di depannya. Gadis yang ia tanamkan cinta. "Nggak perlu pakai kekerasan kaya Senja. Lo cukup berani dengan kata-kata. Buat ngelindungi diri lo saat gue atau Senja belum bisa datang buat nolong."
Senja yang sudah menghabiskan satu mangkok mi ayam itu mengangguk setuju.
"Eh Bas. Ntar sore, lo bisa kan anterin gue les piano." ujar Senja mengalihkan pembicaraan. Gadis les di sekolah musik milik sang nenek.
Ibunya memaksanya untuk les piano agar ia ada sedikit sisi wanitanya. Tidak hanya basket dan taekwondo yang ia geluti.
Untungnya darah seni dari keluarga ibunya juga mengalir pada tubuhnya. Jadi meskipun di paksa, nyatanya ia juga menyukai musik dan piano.
Baskara menatap Jingga yang serba salah. Pemuda itu menghela napas. Bahkan Jingga tidak bisa mengungkapkan pendapatnya di hadapan Senja sekalipun. Meski keduanya begutu dekat.
Rasa tidak enak hati Jingga selalu saja menyulitkan hidupnya sendiri.
"Sori, Ja. Gue udah janji duluan buat ngajarin Jingga, fisika."
Senja menatap keduanya bergantian dan mengangguk. Ia tahu Jingga masih butuh bimbingan dalam belajar.
"Sori ya. Gue gak bisa ikut. Bisa ngamuk nyokap gue kalau bolos les."
Jingga baru mengangkat kepalanya begitu mendengar jawaban melegakan Senja. "Gak papa Senja. Gue ngerti kok. Lo bisa gabung lain waktu." seperti biasa. Jingga selalu bertutur kata lembut tidak seperti Senja yang apa adanya.
Banyak anak laki-laki yang menyukai Jingga yang anggun dan lembut. Menumbuhkan rasa iri para wanita yang tak jarang merundung Jingga lantaran pemuda yang mereka sukai lebih memilih menyukai gadis itu dan tidak membalas perasaan mereka.
Dulu pernah ada senior kelas dua belas yang hampir melecehkan Jingga. Terlalu terobsesi dengan kecantika Jingga membuat kakak kelas mereka berbuat nekat membawa Jingga ke gudang belakang sekolah.
Beruntung ada yang melapor pada Senja dan Baskara yang saat itu tengah bermain basket. Membuat keduanya langsung berlari menuju gudang belakang.
Saat itu tidak ada rasa takut pada diri Senja meski ia masih kelas sepuluh. Ia hajar habis-habisan dua pemuda dengan seragam yang sama sepertinya hingga babak belur. Di bantu Baskara tentunya.
Sebenarnya Senja tak kalah cantik. Keduanya sama-sama cantik dengan kelebihannya masing-masing.
Tapi kecantikan Senja tidak terlihat karena gadis itu lebih sering menggulung asal rambutnya dan hoby-nya berolah raga dan bergabung dengan anak laki-laki membuat tidak ada yang berani mendekatinya.
Tak sepenuhnya tomboy. Jalannya masih seperti gadis remaja pada umumnya. Hanya sikap cuek dan hoby-nya saja yang seperti laki-laki.
***
Semakin hari Jingga dan Baskara semakin dekat. Bukan kedekan mereka seperti sebelumnya yang juga melibatkan Senja. Keduanya bahkan sering jalan berdua tanpa mengajak Senja. Membuat gadis itu sering kali uring-uringan.
"Kalian tega banget sih, jalan berdua doang gue gak di ajak!" sungut Senja di minggu pagi ketika mereka joging bersama seperti biasa.
Siapa yang tidak kesal. Kedua abangnya keluar dengan pacar masing-masing untuk menghabiskan malam minggu. Kedua orang tuanya pergi ke gala dinner perusahaan.
Sedangkan dirinya terkurung di dalam rumah hanya di temani ponsel yang sering kali gadis itu lempar sangking kesalnya karena tidak ada satu chat-pun yang terbalas dari kedua sahabatnya.
Dari yang ia tahu ketika berkunjung ke rumah Jingga, keduanya tengah jalan berdua mengelilingi Jakarta.
"Gue tuh di rumah sendirian gara-gara kalian! abang, mama, papa sibuk semua! tega banget deh." menendang kerikil di depan kakinya dengan kesal.
"Aduduh anak papa ambekan. Biasa aja kali Ja. Gue juga pengen jalan berdua sama Jingga. Bosen ada lo mulu." ujar Baskara mencubit kedua pipi Senja dengan berjalan mundur.
Sebenarnya ia ingin bercerita pada Senja tentang perasaannya pada Jingga. Tapi ia merasa waktunya belum tepat. Karena ia tidak tahu apa Jingga juga memiliki perasaan yang sama padanya.
Ia ingin menunjukan pedulinya pada Jingga lebih dari biasanya. Tidak hanya ingin Jingga sedikit peka. Tapi juga sebagai sarana untuknya memberitahu Senja sedikit demi sedikit. Biar nanti ia tidak di ledek habis-habisan oleh sahabatnya itu.
"Jingga mulu. Kapan jalan sama gue-nya?" cibir Senja dengan menepis tangan Baskara dari wajahnya.
Baskara tidak menanggapi serius. Berbeda dengan Jingga yang langsung merasa tidak enak hati pada sahabatnya.
Seharusnya memang ia tidak menyimpan perasaan untuk Baskara. Harusnya persahabatan mereka tetap berjalan seperti biasanya. Sekarang hatinya sudah memilih dan sulit untuk mundur.
"Babaaass.. Gue pengen es krim doongg.." pinta Senja di buat manja menunjuk stand es krim yang ada di sana.
Baskara langsung membelikan tanpa protes. Ia sudah biasa mengahadapi kemanjaan dan sikap bar-bar Senja.
"Nih." satu scone es krim ia berikan pada Senja dan satu lagi pada Jingga.
"Kok buat Jingga gede, gue enggak?! curang banget lo, Bas!" gadis itu kembali bersungut dengan wajah ditekuk sempurna.
"Lo kan nggak pernah habis kalau makan es krim banyak Senjaaa. Pasti ujung-ujungnya gue yang suruh ngabisin!'
"Biarin aja!" cebikanya lirih.
Jingga yang mendengar perdebatan keduanya memilih mengalah. "Nih, Ja. Tukeran aja." Jingga menyerahkan scone es krim miliknya pada Senja.
Senja menggeleng dan memilih menghabiskan es krim miliknya dengan cepat hingga pipinya menggembung dengan rasa dingin menjalar.
Baskara memang berubah dan lebih mementingkan Jingga dari pada dirinya. Bahkan mungkin sejak dulu tapi ia saja yang tidak sadar.
Senja berlalu begitu saja tanpa pamit. Karena begitulah Senja jika tengah merajuk.
*
*
*
Entah kenapa aku seneng banget mulai cerita dari ketiga generasi ini dari mulai SMA. Tapi tenang gaes, bentar aja kok. Sampe Jingga nikah sama salah satu dari si kembar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Sulastri Sulastri
gregetan jg nih jadi kasian sama senja
2022-03-14
1
arin
wlpun tomboy tpi cantik bngt dan juga biasny klo tomboy kan tegas....😍
2021-11-05
1
Masttk Eko Prasetyo
aroma2 nyaa ada yg mulai sakit hati
2021-11-04
1