“Terima kasih atas sambutan hangat kalian.”
Ciel mengangguk sambil tersenyum sopan. Meski sikapnya biasa, respon yang diberikan para penduduk justru sebaliknya.
“Benar-benar baik dan sangat berwibawa. Seperti yang diharapkan dari Pangeran Luciel!”
“Hidup, Pangeran Luciel!”
“Panjang umur, Pangeran Luciel!”
“…”
Mendengar sorak-sorakan tersebut, Ciel memandang dengan ekspresi curiga. Jika itu hanya satu kali, dia akan memakluminya. Sedangkan untuk kedua kalinya, mereka justru terlihat mencurigakan. Sepertinya orang-orang desa menyembunyikan sesuatu.
Sementara itu, kepala desa melihat Ciel yang diam buru-buru berkata, “Pangeran Luciel pasti lelah setelah perjalanan. Bagaimana kalau beristirahat di gubuk sederhana saya?”
“Baik.” Ciel menjawab singkat.
Setelah berjalan sebentar, mereka masuk ke rumah batu bata merah paling besar di desa. Arsitekturnya terlihat sederhana tetapi nyaman. Ditambah udara segar karena banyaknya pepohonan di sekitar, benar-benar membuat orang merasa santai.
Tanpa basa-basi, kepala desa langsung mengajak Ciel dan rombongan ke ruang luas. Di sana telah berjajar meja panjang dan banyak kursi. Tidak hanya itu, banyak hidangan lokal yang tersedia di atas meja. Karena sudah tengah hari, mereka disambut untuk makan siang.
Merasakan masakan lokal, Ciel diam-diam mengangguk. Sebagai seorang foodie, dia senang karena bisa menikmati berbagai jenis hidangan berbeda, apalagi hidangan khas semacam ini.
Mungkin lain kali aku harus berkeliling Kekaisaran dan mencoba berbagai hidangan khas setempat?
Pikir Ciel sambil menikmati makanannya. Setelah makan siang, para ksatria dan kusir beristirahat. Sedangkan Ciel serta Camellia berada di ruang tamu sambil menikmati secangkir teh. Tentu saja untuk menjaga wajah Pangeran, Camellia tidak berani duduk dan berdiri di belakang kursi Ciel.
Setelah menyeruput teh hangat sambil menikmati aroma, Ciel menatap kepala desa yang duduk di seberang meja. Orang itu terlihat gugup ketika menatapnya. Istri kepala desa tidak muncul karena sekarang mereka sedang membahas hal penting. Itu adalah masalah pertanian serta pajak musiman.
“Jika ada yang perlu dibicarakan, katakan saja. Tidak perlu menahan diri.” Ciel berkata dengan santai.
“P-Pangeran Luciel … sebenarnya … sebenarnya para petani sedang mendapat masalah.”
“Masalah?”
“Seperti yang anda dengar sebelumnya, pada musim gugur sebelumnya panen tidak terlalu bagus. Pada musim semi ini, kami takut situasinya lebih buruk. Jadi …”
“Tidak perlu ragu, katakan saja.”
“Kami … kami ingin Pangeran Luciel menurunkan pajak. J-Jika terus seperti ini, para petani tidak bisa bertahan,” ucap kepala desa dengan nada gugup.
“Hmmm?” Ciel mengangkat alisnya. “Memangnya berapa pajak yang ditentukan oleh Marquis sebelumnya?”
“Itu …” Kepala desa tampak ragu. “Itu 60%, Pangeran.”
Mendengar perkataan lelaki paruh baya itu membuat Ciel yang sedang menikmati teh hampir tersedak.
Sial! Bukankah itu terlalu banyak?
Ciel mengutuk dalam hati. Namun saat memikirkan sejarah abad pertengahan di kehidupan sebelumnya, pemuda itu merasa situasi agak wajar. Meski itu 60% hasil panen, di Kekaisaran ini bisa dianggap tidak terlalu parah. Meski kebanyakan bangsawan menarik 50%, yang kejam bisa memutuskan 70-75%.
Setelah memikirkan cukup lama, Ciel merasa kalau 25% sudah banyak. Namun karena dia sedikit tamak, pemuda itu bertanya, “Bagaimana kalau 30%?”
Mendengar perkataan Ciel, kepala desa menggigil. Menurutnya, suara dingin pemuda di depannya membuatnya dalam pilihan hidup dan mati. Pajak 30%? Itu pasti lelucon! Setelah setuju, dia pasti dihapus dan diganti dengan yang baru.
“Anda terlalu murah hati, Pangeran. Jika boleh … 50% hasil panen. Pajak senilai 50% hasil panen sudah cukup.” Kepala desa mengatakan itu. Meski masih sulit, paling tidak mereka masih bisa hidup dengan hasil seperti itu.
Ciel menatap kepala desa dengan ekspresi kosong.
Bukankah dia bodoh? Aku mengusulkan 30% dan dia memilih 50%? Bukankah mereka ingin lebih banyak keuntungan?
Setelah merenung, Ciel akhirnya memutuskan. Pada saat ini, pajak 30% hasil panen terlihat tidak wajar, jadi dia hanya bisa meningkatkannya. Bukannya dia ingin, tetapi pemuda itu juga tidak munafik untuk menolak keuntungan.
“Pajak 40%, itu sudah keputusan final!” ucap Ciel tegas. Dengan senyum di wajahnya, pemuda itu melanjutkan, “Tentu saja, aku juga akan mencoba memecahkan masalah yang mengganggu panen.”
Pak kepala desa langsung berdiri kemudian bersujud tak jauh dari Ciel. Sambil terisak, lelaki paruh baya itu berseru, “Terima kasih banyak atas kebaikan anda, Tuan! Meski rasa terima kasih saja tidak cukup, para petani pasti akan bekerja lebih keras agar panen menjadi semakin baik!”
“Berdiri,” ucap Ciel dengan nada santai.
Setelah bangkit, kepala desa yang memiliki wajah merah dan bersemangat dengan hormat bertanya, “Bolehkah hamba ini pergi sebentar, Tuan?”
“Pergi,” ucap Ciel singkat.
Pak kepala desa segera pergi menemui istrinya dan mulai membicarakan sesuatu. Ketika kepala desa kembali ke ruang tamu, sang istri keluar dari rumah. Kelihatannya menyebarkan berita tentang pajak baru. Melihat itu, Ciel hanya bisa tersenyum.
Para penduduk desa yang menyanjungnya pasti memiliki alasan. Meski merasa sedikit dimanfaatkan, Ciel sama sekali tidak keberatan. Lagipula, dia masih menerima banyak hasil. Dia juga merasa sedikit kasihan dengan para penduduk desa. Para petani itu terlihat begitu kurus, kelihatannya benar-benar kekurangan makanan.
Sebagai pemimpin yang baik dan ingin hidup dengan santai, bagaimana aku bisa membuat rakyat kelaparan? Bagaimana kalau mereka gila dan melakukan kudeta? Bukankah itu akan menjadi semakin merepotkan?
Ciel merasa puas. Selain mendapat banyak kasih sayang dari penduduk desa, dia mendapat keuntungan lumayan. Namun masih ada masalah, yaitu memecahkan masalah pertanian. Jika dia bisa mengembangkan pertanian, jumlah 40% mungkin lebih banyak dari jumlah panen 60% sebelumnya. Dengan kata lain, keuntungan besar!
“Jadi, apa masalah yang mengganggu panen?” tanya Ciel yang melihat kepala desa kembali duduk di kursi seberang meja.
Menurut Ciel, meski cara mereka bertani masih agak kuno, tidak ada masalah serius. Cara penanaman dan pengairan masih cukup baik. Jadi hanya satu hal yang tersisa. Pasti masalah hama.
“Itu masalah hama, Tuanku.” Kepala desa berkata dengan hormat, bahkan sedikit malu. Merasa tidak berguna di depan tuannya yang baik hati.
“Hama apa yang sering menyerang?”
“Ada beberapa, Tuanku. Namun yang paling parah serta merugikan … pasti tikus dan belalang!” ucap kepala desa sambil menggertakkan gigi.
“Hmmm …” Ciel tampak merenung.
Tikus dan belalang, kah?
Memikirkan dua makhluk itu, Ciel juga setuju. Dalam sejarah, belalang bisa dianggap sebagai wabah karena tidak bisa dikontrol. Banyaknya belalang membuat gagal panen, menyebabkan kelaparan dan kematian dimana-mana. Hal yang terlihat sederhana, tetapi bisa berbahaya.
Sedangkan untuk tikus, mata Ciel memicing ketika memikirkannya. Jika tebakannya benar, dia sudah mendapat solusinya.
Ciel berpikir untuk berkeliling desa dan pertanian terlebih dahulu sebelum memutuskan semuanya. Selain memecahkan masalah hama, dia harus mempersiapkan pengembangan pertanian. Melihat kepala desa, pemuda itu tersenyum.
“Kepala desa, bagaimana kalau mengantarku jalan-jalan di sekitar pertanian?”
>> Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 326 Episodes
Comments
Noval Mubarak'
itu jangan pencitraan kaya siperemPUAN itu nanam padi nya maju kedepan kwkwk
2023-04-08
3
NEE-SANN
Dikasih murah minta yang nahal
2022-09-22
0
IG: _anipri
tikus dan belalang memanglah hama yang cukup menjengkelkan.
2022-07-17
0