“Apakah semuanya sudah siap, Camellia?”
Pagi di hari berikutnya, Ciel yang berpakaian sederhana tetapi elegan keluar dari bangunan utama Kastil. Di belakangnya, tampak gadis cantik yang sedang mengecek sebuah perkamen di tangannya.
“Semua kebutuhan telah disiapkan, Tuan.” Camellia menjawab sopan.
Melihat halaman depan, Ciel mengangguk puas. Sebuah kereta kuda dan sepuluh ksatria yang menunggang kuda telah menunggunya di sana. Tentu saja, kesepuluh kstaria itu adalah prajurit yang Ciel pilih dan akan dia kembangkan.
Alasan Ciel tidak membawa begitu banyak ksatria saat berpergian karena dia tidak akan pergi terlalu jauh dari Kastil Black Lily. Menurutnya, sepuluh ksatria sudah cukup. Selain itu, masih ada Camellia yang mengurus kebutuhan sehari-harinya.
“Apakah kalian sudah sarapan?”
“Sudah, Tuan!” jawab kesepuluh ksatria serempak.
Meski mereka tahu kalau Ciel bertanya santai, orang-orang itu tidak berani ceroboh. Bukan hanya kuat, jelas Tuan mereka memiliki wawasan yang baik sampai-sampai bisa mengetahui pengkhianat dalam jajaran prajurit. Mereka tidak berani sembrono dan akhirnya disembelih.
“Kalau begitu kita akan berangkat sekarang.”
Setelah mengucapkan itu, Ciel segera masuk ke gerbong kereta bersama Camellia. Dengan enam ksatria di depan dan empat ksatria di belakang gerbong, dia dan rombongan pun berangkat menuju desa Desa Purple Cloud.
Desa Purple Cloud berada di cekungan antara beberapa perbukitan. Di sana tanahnya subur sehingga menghasilkan lahan pertanian yang luas. Tempat itu merupakan pertanian terbesar yang dikelola secara pribadi oleh Marquis sebelumnya.
Di dalam gerbong, Ciel melihat pemandangan di luar jendela dengan ekspresi bosan.
“Berapa lama kita bisa sampai ke Desa Purple Cloud, Camellia?”
“Berkemah di luar, kemungkinan besar kita akan sampai tujuan besok sebelum tengah hari, Tuan.”
“Benar-benar membosankan,” ucap Ciel.
Ciel dan rombongan baru keluar dari Kota Black Lily. Mereka terus menuju ke selatan. Melewati dua kota kecil, mereka akhirnya sampai di area padang rumput luas. Pemandangan gerombolan Demonic Beast level 1 yang sedang merumput di kejauhan membuat Ciel cukup bersemangat.
Bukankah itu Demonic Ox level 1? Mereka terlihat mirip lembu tetapi lebih besar dua kali lipat. Bukankah mereka bisa diternakkan? Kenapa para Iblis tidak mencoba beternak Demonic Beast?
Setelah memikirkan sesuatu, Ciel akhirnya sadar kalau hal semacam itu sulit dilakukan. Demonic Beast, meski level 1 dan bukan karnivora, mereka masih relatif berbahaya bagi penduduk biasa. Gerombolan Demonic Ox level 1 yang berjumlah lebih dari 20 ekor mungkin bisa mengakibatkan bencana pada desa kecil.
Di benua Iblis, ada hewan biasa dan Demonic Beast. Hewan biasa, seperti kelinci, ayam, sapi, dan sebagainya masih bisa diternakkan dan menjadi konsumsi penduduk biasa. Meski dibilang Iblis, di dunia ini, Iblis sendiri lebih mirip manusia dengan tanduk, ekor, atau beberapa tambahan aksesoris lain. Berbeda dengan Iblis yang diceritakan dalam kitab-kitab di kehidupan Ciel sebelumnya.
“Namun beternak Demonic Beast tingkat rendah bukan hal yang tidak mungkin,” gumam Ciel sambil terus merenung.
“Apakah anda mengatakan sesuatu, Tuan?” tanya Camellia.
“Bukan apa-apa.” Ciel menggeleng ringan.
Perjalanan mereka cukup lancar dan berhenti di siang hari untuk makan siang bersama. Saat makan siang, mereka makan roti, daging asap, dan beberapa buah yang disiapkan. Mereka tidak ingin membuang banyak waktu untuk memasak. Setelah beristirahat sekitar satu setengah jam, mereka pun akhirnya melanjutkan perjalanan.
Dalam perjalanan berikutnya, mereka agak sial. Sebelum memasuki kawasan hutan, mereka bertemu dengan gerombolan Wind Wolf level 1. Melihat gerombolan serigala yang berjumlah lebih dari 20 itu membuat Ciel mengerutkan kening.
Meski lemah, gerombolan Wind Wolf terkenal karena kecepatan serta kerja sama mereka. Mereka adalah makhluk yang dihindari oleh para pemburu bayaran pemula. Melihat ke arah ksatria, Ciel tersenyum misterius.
Anggap saja ini bonus. Pelatihan prajurit secara gratis.
Mengambil toples indah berisi beberapa camilan yang terbuat dari kacang-kacangan, Ciel melihat pemandangan di luar jendela penuh dengan antisipasi. Sayangnya, kegembiraan pemuda itu tidak berangsur lama.
Para ksatria yang telah dilatih, dengan kuda dan bantuan peralatan mereka, benar-benar menyapu gerombolan serigala tingkat pertama dengan mudah. Melihat itu, Ciel mengembalikan camilannya dengan wajah tanpa ekspresi.
“Cih. Membosankan.”
Camellia melirik Ciel dengan tatapan penasaran. Dia tidak menyangka kalau tuannya banyak berekspresi sejak keluar dari Kota Black Lily.
“Apakah anda merasa tidak nyaman, Tuan?” tanya Camellia.
“Tidak. Aku hanya sedikit bosan,” jawab Ciel sambil menggeleng ringan.
Perjalanan kembali dilanjutkan sampai akhirnya mereka berhenti di hutan yang tidak terlalu lebat. Karena sudah sore, Ciel dan rombongan memutuskan untuk mendirikan tenda dan berkemah di sini.
Lokasi tentu saja di pinggiran hutan yang tidak lebat. Alasannya sederhana, di dalam hutan lebat cukup berbahaya dan sulit menghindari penyergapan. Sementara itu, di padang rumput berbahaya karena terlalu terbuka. Belum lagi karena tiupan angin atau kondisi alam lainnya.
Ciel dan rombongan mendirikan empat tenda. Satu untuk Ciel, satu untuk Camellia, dan dua untuk sepuluh ksatria serta kusir. Selain itu, sepuluh ksatria dibagi dua kelompok kecil. Lima ksatria menjaga paruh pertama malam, sisanya di paruh kedua malam.
Tidak ada kejadian istimewa sama sekali. Selain agak sulit tidur karena sedikit dingin dan alasnya cukup keras, Ciel tidak mengalami pertarungan menegangkan atau hal semacamnya. Mungkin paling menegangkan adalah bertarung dengan nyamuk yang mengganggu tidurnya.
Membuka mata di pagi hari, mencuci muka lalu sarapan, Ciel menjadi semakin bosan. Namun akhirnya dia menerima kenyataan. Situasi hidup dan mati, petualangan yang menegangkan atau semacamnya hanya terjadi dalam novel. Mungkin juga terjadi di kehidupannya sekarang, tetapi jelas tidak akan terjadi terus-menerus.
Lagipula, aku bukan pahlawan hebat yang haus akan pertarungan. Meski bosan, ini sebenarnya cukup tenang.
Memikirkan hal semacam itu, Ciel dan rombongan pun akhirnya melanjutkan perjalanan.
Tepat sebelum tengah hari, mereka akhirnya sampai di Desa Purple Cloud. Melihat ladang gandum yang belum lama ditanam, Ciel merasa puas.
“Ini benar-benar luas. Namun ada beberapa masalah,” gumam Ciel.
Menurut Ciel, pertanian ras iblis ini agak terlalu kuno. Bukan hanya karena alat yang digunakan, tetapi system penanamannya. Jarak antar tanaman, pengairan, dan sebagainya belum terlalu diperhatikan. Melihat hal semacam itu membuatnya tidak tahan.
Sial! Membuang-buang tanah yang subur!
Ketika Ciel dan rombongan sampai di rumah kepala desa, tampak para warga menyambut kedatangannya dengan ramah. Mereka melihat para ksatria dengan tatapan takjub. Ketika Ciel dan Camellia turun dari gerbong kereta, mereka dipandang dengan tatapan penuh pemujaan.
“Selamat datang di tempat sederhana kami Tuanku, Pangeran Luciel Yang Terhormat!” seru kepala desa dengan ekspresi antusias di wajahnya.
“Hidup Pangeran Luciel!”
“Panjang umur Pangeran Luciel!”
“…”
Melihat sambutan hangat yang begitu berlebihan bahkan mata penuh bintang orang-orang desa yang menatapnya membuat Ciel merasa ada bingung. Dia tertegun di tempat sambil mempertanyakan sesuatu.
Apakah aku salah tempat? Apakah aku keliru masuk ke dalam gerombolan kultus pemujaan sesat?
>> Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 326 Episodes
Comments
Bastiar 123
baca terus hingga gax sadar lupa like
2024-04-13
2
F_Zaida_C
ehmm..... sepertinya seperti itu 🤔🤔
2023-11-14
0
𝓘𝓷𝓲𝓼𝓲𝓪𝓵 𝓙❦︎
izin nanya apakah orang yang ada dalam cerita novel dapat sadar bahwa mereka di tulis dalam ceruta novel dan apakah mereka suatu hari juga akan menulis novel dan oeang yang berada dalam novel dari novel yang di tulis itu akan menulis novel juga dan orang yang berada dalam novel dari novel novelnya novel dapat menulis novel dan anda bingung sama saya yang mengetik juga bingung 😶
2022-12-28
2