Masuk ke dalam rumah, Saqila berpura-pura berpegangan kepada Safira agar Pak Dimas mengajak bicara.
"Assalamualaikum, kita pulang." Salam Saqila mengalihkan perhatian semua orang.
"Waalaikumussalam, kamu kenapa, dek?" Tio langsung mendekati Saqila gugup.
Dia takut Saqila dan kandungannya kenapa-kenapa.
"Gak apa-apa kok, Mas. Aku cuma capek aja setelah kerja seharian." Padahal kerjaan mereka hanya duduk merangkai bunga.
Tapi Safira bersikap baik dan tidak mengatakan apa-apa.
"Ayo dek, temani Kakak di kamar." Saqila menarik tangan Safira agar mengikutinya tapi langsung ditahan oleh Umi.
"Biarkan Safira di sini, ada yang ingin kami bicarakan dengannya." Cegah Umi serius.
Saqila ingin menolak tapi langsung didahului oleh Safira. Dia sendiri yang akan mempertegas semuanya di sini. Memuakkan rasanya terus terjebak dengan laki-laki yang sudah punya keluarga untuk dihidupi.
"Kak Saqila masuk saja nanti aku susul, kok."
Melihat tatapan teguh Safira, dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.
"Jangan lama-lama." Ucap Saqila cemberut.
Setelah itu dia masuk ke dalam dengan bantuan suaminya. Meninggalkan adiknya berjuang di belakang.
Jujur, dia seolah melihat Safira masih adiknya yang berusia 7 tahun. Belum mengenal dunia dan polos padahal sebenarnya Safira sama sekali tidak seperti itu. Siapapun tahu dia adalah gadis yang tidak lemah dan punya pendirian yang kuat. Satu-satunya orang yang menuruni sifat keras kepala Umi adalah Safira sehingga tidak mudah meluluhkan hatinya.
Safira sengaja duduk di samping Abi karena baginya Abi jauh lebih pengertian daripada Umi yang lebih sering menggunakan ego.
"Apa yang ingin Pak Dimas bicarakan?" Katanya langsung tanpa berbasa-basi.
Dia sama sekali tidak tersenyum.
"Safira jangan-"
"Jangan ikut campur Umi, ini adalah masalah pribadi ku." Potong Safira tidak sabar.
"Safira niat Umi baik jadi tidak sepatutnya kamu membentaknya seperti itu." Pak Dimas membela Umi.
Abi di samping Safira hanya diam menyimak.
"Bagaimana dengan Pak Dimas? Bukankah tidak sepatutnya Pak Dimas datang ke rumah ku di saat anak dan istri Bapak menunggu cemas di rumah?" Tanya Safira tajam.
Umi melihat situasi menjadi tegang ingin mengatakan sesuatu tapi dihentikan oleh tatapan tidak senang Abi.
"Aku akan menceraikan dia dan menikahimu jadi kamu tidak perlu khawatir mendapatkan fitnah atau omong kosong dari orang lain. Niat ku baik dan perasaan ku sangat tulus kepadamu jadi itu sudah cukup tanpa perlu memikirkan pendapat orang." Ucap Pak Dimas membuat Safira ketakutan.
Cerai?
Meskipun perbuatan itu tidak dilarang tapi Allah sangat membenci perceraian. Karena perceraian membuat kedua belah pihak bermusuhan dan membuat anak-anak mereka menjadi sengsara, melahirkan penyakit hati yang berbahaya.
"Aku menolak dan aku juga tidak perduli. Entah Pak Dimas ceraikan atau tidak, aku Safira Sauqi tidak akan pernah menikah dengan Pak Dimas. Aku tidak suka Pak Dimas jadi bagaimana mungkin aku menikah dengan orang yang aku tidak suka?" Potong Safira marah.
"Kita bisa menumbuhkan perasaan setelah halal-"
"Cukup." Abi mengangkat tangannya menghentikan.
Dimas segera menutup mulut, menatap cemas wajah tua Abi yang mulai sakit-sakitan.
"Safira kembali lah ke kamar mu." Perintah Abi.
Safira tidak menolak, kata-kata ini malah menyelamatkannya dari Pak Dimas. Dia langsung pergi begitu Abi meminta.
"Baik, Abi."
"Safira... kenapa Abi membiarkan Safira pergi?" Umi protes tapi tak dihiraukan Abi.
Mata tuanya yang tidak muda lagi menatap laki-laki dewasa yang ada di depannya. Laki-laki dewasa yang sudah beberapa kali berkunjung ke rumah ini. Saat itu Abi memilih diam melihatnya setiap kali datang ke rumah tapi tidak kali ini. Untuk satu-satunya putri yang harus dia lindungi sebelum laki-laki yang ditakdirkan menjemput.
"Apa kamu masih kurang jelas dengan apa yang dikatakan Safira?" Tanya Abi serius.
Sampai-sampai Pak Dimas meneguk ludahnya kasar.
"Aku sudah jelas, Abi." Jawab Pak Dimas merasa terancam.
"Lalu apa lagi yang kamu tunggu, pulanglah dan jangan pernah dekati putriku lagi."
Pak Dimas langsung panik ketika mendengar perintah Abi. Dia tidak mau menjauhi Safira dan Umi juga sudah memberikan restu jadi dia masih punya peluang.
"Abi hatiku sangat tulus kepada Safira. Aku akan menceraikan istriku dan menikahi Safira, aku juga berjanji tidak akan berpoligami asal Safira mau menikah dengan ku."
Mendengar ini Abi menghela nafas panjang dan mengatakan,"Rasulullah Saw pernah bersabda bahwa sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku."
"Suami yang baik dan menghargai keluarganya tidak akan pernah melirik wanita lain, apalagi sampai ingin memutuskan semua hubungan hanya untuk mendapatkan wanita itu. Dimas bagiku kamu sudah gagal menjadi suami yang baik. Jika istri yang sudah mencintai dan sudah bersusah payah melahirkan anak untukmu disia-siakan, maka suatu hari nanti kamu tidak akan ragu melakukan hal yang sama kepada putriku. Aku sebagai seorang Ayah tidak bisa membiarkan putriku hidup bersamamu yang masih bisa terlena dengan wanita lain dan di samping itu juga dia sudah menolak, jadi pulanglah Dimas." Abi kemudian berdiri dari duduknya berniat pergi.
"Tidak Abi, aku sungguh tulus kepada Safira!" Pak Dimas sangat panik. Dia ikut berdiri ketika melihat Abi akan pergi.
"Perhatikan istri dan anak mu di rumah, mereka adalah harta yang tidak bisa kamu temukan di manapun dan lupakan putriku karena hatinya sudah dimiliki laki-laki lain." Kata Abi tegas sebelum pergi.
Dia masuk ke dalam rumah meninggalkan Pak Dimas yang masih belum menerima penolakan Abi. Di sampingnya Umi juga berteriak-teriak memanggil Abi untuk kembali tapi orang yang dia panggil sama sekali tidak menoleh ke belakang.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 453 Episodes
Comments
adning iza
astaghfirullah umi bkin gregetan lgi
2023-03-22
0
gula jawa
Umi mu perempuan kah ?
Knpa si umi ini seakan menutup mata dan hatinya ?
2022-12-13
0
Novi Trisnawati
seru banget novel nys😍😍😍😍😍😍😍😍
2022-09-13
0