"Astagfirullah Safira! Pakaian kantor kamu kenapa jadi kotor begini?"
Ketika turun dari taksi Safira tidak sengaja berpapasan dengan Umi dan Saqila yang baru saja keluar dari gerbang rumah.
"Umi.." Panggil Safira lelah.
Kedua matanya mulai basah saat melihat wajah panik Umi. Entah kenapa semua kesusahan hatinya hari ini meluap bersama saat pertama kali melihat wajah Umi. Benar, Umi adalah wanita yang melahirkannya. Dia punya hati yang lembut sekalipun dalam keadaan marah.
"Nak..siapa yang melakukan ini kepadamu?" Tanya Umi cemas.
Dia mencoba menghapus noda telur dari pakaian kantor Safira tapi tidak cukup berhasil. Tangan tuanya gemetar melihat putri kuat yang selalu dia banggakan kini menatapnya terluka.
"Benar dek, siapa orang yang telah melakukan ini kepadamu?" Saqila juga ikut sedih dan marah melihat kondisi adiknya yang kotor dan berbau telur mentah.
"Apakah aku harus mengatakannya?" Tanya Safira sambil memaksakan senyum.
"Istri Pak Dimas siang ini datang ke kantor dan menuduhku menjadi perusak rumah tangganya."
Sebelum Umi dan Saqila menjawab Safira langsung menceritakan kejadian tadi siang. Meskipun singkat Safira tahu Umi dan Saqila mengerti.
"Astagfirullah.." Kedua tangan Umi langsung terasa dingin.
Gemetar, tangan kanannya terangkat mengusap cairan hangat yang keluar dari sudut mata Safira.
"Dia membuat keributan di kantor Umi dan menuduhku menjadi pelakor di dalam rumah tangganya. Bahkan.. bahkan dia juga melempari ku telur dihadapan rekan-rekan kerjaku." Adu Safira sedih, melaporkan semua pemicu sakit hatinya hari ini kepada Umi.
"Safira jangan menangis, Nak. Umi salah.. Umi sungguh bersalah..." Umi mengaku menyesal.
Hatinya sakit melihat Safira diperlakukan salah oleh orang lain, terlebih lagi yang salah di sini adalah Umi yang bersikeras mendukung Pak Dimas bersanding dengan Safira. Padahal sudah jelas-jelas Safira telah menolak tegas ide itu.
"Safira, Umi lebih baik kita masuk ke dalam saja karena tidak enak dilihat oleh para tetangga."
Saqila mengingatkan Safira dan Umi agar segera masuk ke dalam sebelum menjadi bahan obrolan para tetangga.
Setelah masuk ke dalam rumah, Safira tidak langsung naik ke kamarnya. Dia ditahan oleh Annisa, Abi, dan Umi di ruang tamu sampai pembicaraan mereka selesai.
Di dalam pembicaraan itu Umi mengakui kekhilafannya dan berjanji tidak akan pernah memberikan Pak Dimas kesempatan berbicara dengan Safira. Sudah cukup penghinaan yang Safira terima, lebih dari itu Umi tidak akan sanggup.
Di malam hari semua orang berkumpul di ruang keluarga bersama-sama menikmati obrolan santai yang sudah lama tidak terjadi. Tidak ada perseteruan lagi di sini karena mereka sepakat menyerahkan urusan hati hanya kepada Safira saja. Mereka tidak akan campur tangan sebelum Safira meminta pendapat mereka.
"In shaa Allah besok sore Safira akan bertemu dengan seseorang jadi untuk semuanya termasuk Umi dan Abi mohon doanya. Doakan pertemuan Safira besok berjalan dengan baik dan lancar." Di sela-sela suasana hangat ini Safira menyampaikan tentang pertemuannya besok dengan Bimo.
"Apa itu benar, Safira? Dengan siapa kamu ingin bertemu?" Tentu saja yang paling antusias adalah Umi.
Safira tersenyum malu,"Untuk saat ini Safira belum bisa mengatakannya. Jadi untuk sekarang bisakah Umi menahannya?"
Umi tersenyum lembut, menepuk pundak putrinya bercanda.
"Nak, semuanya tergantung keputusan kamu. Kami para orang tua dan saudara-saudara mu telah menyerahkan sepenuhnya masalah ini kepadamu."
Safira bersyukur, dia lalu memeluk Uminya sebagai ungkapan rasa syukur.
"Abi..ada tamu di luar." Annisa dengan ekspresi ragu memberitahu Abi.
"Siapa, Nak?" Abi lalu bangun dari duduknya.
"Dia.. Pak Dimas, Abi."
Semua orang terdiam.
"Annisa dan Safira naiklah ke atas temani Saqila di dalam kamarnya." Umi melepaskan pelukan Saqila.
"Ayo Abi, temani Umi berbicara dengannya."
Abi dan yang lain menghela nafas lega, dia tanpa ragu menganggukkan kepalanya dan pergi ke pintu untuk menyambut tamu yang tidak diharapkan itu.
"Ayo Safira, kita lebih baik ke atas saja. Urusan lain serahkan semuanya kepada mereka." Annisa membantu adiknya berdiri.
"Mas Gio dan Tio, tolong awasi Umi dan Abi diluar. Mereka sudah tua dan rentan... takutnya terjadi sesuatu.."
Gio mengecup kening Annisa singkat."Aku mengerti, kamu bisa tenang."
...🍚🍚🍚...
"Pak Dimas mulai hari ini aku mohon berhenti mencari Safira lagi karena dia sudah punya orang lain yang akan segera menghalalkan. Kami takut upaya pendekatan mu kepada putri kami membuat orang-orang menjadi salah paham." Kata Umi memulai pembicaraan.
Pak Dimas mengangkat kepalanya panik, dia tidak bisa menerima semua yang Umi katakan karena sebelumnya Umi bilang dia mendukungnya bersama Safira.
"Umi tolong maafkan aku. Sebelumnya aku tidak pernah menyangka jika mantan istri ku akan membuat keributan di kantor dan membuat Safira malu. Aku sungguh-"
"Itu sudah menjadi masa lalu dan pelajaran untuk ku. Setelah kejadian ini aku tidak akan gegabah lagi dengan kehidupan putriku jadi Pak Dimas dimohon mengerti." Potong Umi tegas.
Sikapnya berbeda jauh dari beberapa hari yang lalu ketika berbicara dengan Pak Dimas.
"Aku..aku mengerti Umi karena itulah aku menceraikan istriku agar bisa membahagiakan Safira." Pak Dimas merasa diposisi yang benar.
"Sebelumnya aku salah menilai dengan menceraikan istrimu membuat segalanya lebih mudah untuk putriku. Tapi sayangnya aku lupa dengan pandangan masyarakat diluar sana. Di mata mereka putriku tidak lain adalah seorang perusak rumah tangga orang meskipun itu putriku sendiri tidak menginginkannya. Cap ini akan terus melekat di dalam diri putriku sampai seumur hidupnya, bahkan anak-anaknya tidak luput dari mulut mereka. Pak Dimas, aku harap kamu mengerti posisi putriku. Di samping dia tidak menyukaimu, putriku juga sudah punya seseorang di dalam hatinya jadi kami mohon mulai dari sekarang berhenti mencari dia."
"Tapi aku-"
"Jika kamu masih memaksakan ego mu pada adikku, maka jangan salahkan kami mengambil tindakan lebih serius. Mengganggu kenyamanan seseorang adalah suatu perbuatan yang dilarang dalam hukum kita, bukankah ini yang Pak Dimas pelajari di dalam hukum selama ini?" Gio memotong ucapannya dengan nada ramah tapi ekspresi yang tidak main-main.
Di ancam secara tidak langsung oleh Gio, Pak Dimas untuk saat ini tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia mengaku salah tapi belum mau mengalah mengejar Safira karena sebelum Safira resmi menjadi milik laki-laki lain, bagi Pak Dimas itu akan tetap menjadi peluangnya.
"Ya, aku tidak akan mengganggu Safira lagi."
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 453 Episodes
Comments
Azzahra
entah kenapa rasanya gedek banget sama Dimas udah egois,dasar laki² udah tahu di tolak malah semakin mengejar🤦
saya bacanya marah² sendiri karena kelakuan nya Dimas 😡
2021-07-15
4
mbak i
umi umi. gini baru sadar,,,hadeuh
2021-05-26
2
🐝 Ncus 🌵🐝
mas Gio tetap yang keren 👍👍👍
2021-04-22
0