Suara lembut nan halus mulai memenuhi pendengaran semua orang, membasahi setiap hati yang kering dan mengetuk pintu hati yang tertutup.
Deg
Jantung Safira langsung berdegup kencang, memompa darah manis penuh kerinduan ke seluruh tubuhnya dengan cepat. Membuat kedua pipi mulusnya merona merah dan tanpa sadar, kedua matanya mulai berair menahan kekaguman.
"Suara yang selalu mengalun di sepertiga malam itu ternyata milik kamu.." Bisik Safira dilanda keterkejutan.
Ali...Batin bersuka cita.
Semua reaksi tidak terduga Safira selalu diperhatikan oleh Abi sejak awal. Bagaimana dia tidak memperhatikan bila tangan sang putri yang ada di tangannya kembali menegang dan terasa lebih dingin.
Kemudian mata tuanya beralih melihat pemuda tampan yang kini khusyuk menatap Al-Qur'an.
"بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ"
Bismillaahir rahmaanir rahiim
"اَلرَّحْمٰنُ"
Ar-rohmaan
"(Allah) Yang Maha Pengasih,"
(QS. Ar-Rahman 55: Ayat 1)
Hati Safira bergetar lembut, kepalanya secara alami menunduk menatap lantai yang sudah dilapisi karpet merah dengan suasana yang amat sangat tenteram.
Surat cinta ini memang sudah biasa dibacakan dalam pernikahan terutama bagi mereka yang menginginkan syar'i, Safira sudah sering mendengarnya. Namun walaupun sudah sering hatinya selalu bergetar setiap kali mendengarkannya apalagi yang membaca surat cinta itu adalah laki-laki yang dia kagumi.
Seolah-olah surat cinta itu dibacakan untuk dirinya seorang.
Allahurabbi, laki-laki yang selama ini aku sukai sebenarnya pemilik suara indah yang selalu menemani malam di sepertiga malam ku. Allahurabbi, bolehkah diri ini berharap bahwa akan ada keajaiban yang indah Engkau siapkan untukku?
Allahurabbi, dengan Kuasa-Mu diri ini berharap bila Ali yang ku kagumi adalah jawaban Ali yang ku langitkan selayaknya Fatimah putri Rasulullah Saw Engkau satukan dengan Ali bin Abi Thalib. Allahurabbi..ku serahkan semuanya kepada-Mu yang Kuasa atas segala takdir. Batinnya melangitkan sebuah harapan yang selama ini memenuhi hatinya.
Berharap bila Allah selaku penguasa alam semesta mau menjabah doa yang selalu dia langitkan. Sama seperti kisah cinta Ali dan Fatimah yang dikagumi seluruh penghuni langit, Safira juga ingin perjalanan kisah cintanya seindah milik mereka.
...🍚🍚🍚...
Di malam harinya Safira baru saja merebahkan dirinya di atas ranjang setelah selesai membuat surat pernyataan pengunduran diri di kantor secara resmi. Rencananya surat itu akan dia serahkan besok agar hidupmu tidak lagi dibayang-bayangi Pak Dimas.
Lagipula Safira juga ingin memantas kan dirinya menjadi wanita rumah yang lebih banyak mengurusi keluarga daripada pekerjaan. Yah, meskipun sejujurnya dia agak berat meninggalkan pekerjaan yang sudah lama dia jalani ini tapi dukungan orang-orang di sekelilingnya menguatkan langkah Safira untuk mengambil langkah maju.
"Astagfirullah, aku lupa menghubungi Bimo tentang pertemuan itu." Safira segera bangun dari rebahannya.
Mengambil ponsel yang ada di atas meja rias dan secepat kilat menghidupkan internet.
Bimo Satriawijaya
Assalamualaikum, bagaimana Ukht?
Bimo sudah mengirim pesan ini dari 3 jam yang lalu. Saat itu Safira masih sibuk mengurus dokumen kasus yang akan dia limpahi ke departemen lain karena pengunduran dirinya yang mendadak.
^^^Waalaikumussalam, maaf aku baru bisa membalasnya sekarang karena tadi ada pekerjaan mendesak yang harus aku selesaikan.^^^
Menggigit bibirnya gugup, dia memutuskan untuk mencari jalan sendiri meskipun hatinya masih mengharapkan Ali.
Tidak menunggu lama Bimo membalas pesan Safira dengan cepat.
Tidak masalah, bagaimana sekarang? Apa kamu sudah tidak sibuk lagi?
^^^Alhamdulillah, aku sudah menyelesaikan semuanya.^^^
Syukurlah kalau begitu, lalu bagaimana dengan kesiapan mu? Kapan kita bisa bertemu?
Safira sudah berjanji kepada kedua Kakaknya akan bertemu Bimo dua hari lagi. Janji sudah diucapkan dan Safira mau tidak mau harus menepatinya.
^^^Dua hari lagi, in shaa Allah.^^^
Dua hari lagi?
Kapan tepatnya?
Pagi, siang, atau sore?
Safira menimbang alangkah baiknya jika mereka bertemu di sore hari setelah sholat ashar agar pertemuan mereka tidak memakan banyak waktu.
^^^Baqda ashar bagaimana?^^^
Tentu, aku akan ikut mau mu.
Masalah tempat bisakah aku saja yang memutuskan?
Terkesan egois, Safira rasanya ingin membatalkan pertemuan mereka saja. Tapi dia mengalah, toh bila tidak baik niatnya Safira juga tidak akan pergi.
^^^Baiklah.^^^
Setelah membalas singkat Safira mematikan internetnya. Menaruh ponsel di atas nakas dan kembali merebahkan diri di atas ranjang setelah membaca doa tidur. Sambil memeluk bantal guling dia mengenang kembali pertemuannya dengan Ali tadi siang. Entah itu obrolan singkat mereka atau ketika Ali membaca Al-Qur'an, semua fragmen fragmen telah mengakar di dalam memorinya.
"Selamat tidur wahai Ali-ku." Bisiknya sebelum jatuh terlelap.
...🍚🍚🍚...
Seperti biasa Safira langsung turun ke bawah setelah menyelesaikan sholat subuh dan membersihkan kamarnya. Dia masuk ke dalam dapur berniat akan membantu Umi membuat sarapan, namun sesampainya di sana sudah ada Annisa yang membantu sedangkan Saqila hanya duduk di kursi makan sibuk mengelus perutnya.
"Assalamualaikum, pagi semuanya." Dia memberi salam ketika masuk ke dalam dapur.
"Waalaikumussalam, pagi juga, dek." Jawab Annisa dan Saqila kompak sedangkan Umi tidak menjawab salam.
Umi terlihat mengabaikan Safira, bersikap seperti tidak ada ada Safira di dalam dapur dan sejak awal hanya mereka bertiga saja.
"Umi, apa ada yang bisa Safira bantu?" Safira mendekati Umi yang sibuk mengulek sambal di atas cobek.
Bahkan sekalipun dia diabaikan tanpa alasan yang jelas Safira tetap menghormati Umi.
"Gak ada." Jawab Umi singkat.
Annisa dan Saqila saling melihat, menggelengkan kepala tidak berdaya mereka hanya berharap Safira tetap sabar melayani Umi mereka.
"Umi, apa Safira ada salah?"
Umi sama sekali tidak mengangkat kepalanya ketika berbicara.
"Tidak ada."
"Lalu kenapa Umi mengabaikan ku pagi ini?"
Umi terdiam tidak mengatakan apa-apa. Jawabannya sudah jelas jika Umi tidak mau melanjutkan lagi obrolan ini karena dia sangat marah dengan Safira.
"Umi," Safira memutuskan untuk memberitahu Umi tentang rencananya hari ini.
"Aku akan mengundurkan diri dari kantor."
"Kenapa?" Kali ini Umi mau mengangkat kepalanya.
Safira tersenyum tipis,"Umi lebih tahu alasannya daripada siapapun."
Kedua mata Umi melotot,"Kamu berani?!"
Suhu di dalam dapur naik beberapa derajat, Annisa dan Saqila sontak menghentikan aktivitas mereka.
"Ya, karena itulah aku memberi tahu Umi." Safira tetap tenang di depan Umi.
"Kamu harusnya sadar diri Safira bahwa Umi melakukan semua itu untuk kebaikan kamu sendiri! Apa kamu tidak malu terus disebut sebagai perawan tua oleh banyak orang, hah? Apa kamu tidak malu?!"
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 453 Episodes
Comments
gula jawa
Maluan mana klo di sebut pelakor
2022-12-13
1
Karmila Dary
umminya setres
2022-03-06
0
hannina
walah umi sabar...ingat umur
2021-09-24
1