"Aku harus kembali ke kamar. Kebetulan dokumen-dokumen yang Sarah minta belum aku siapkan. Jadi, aku pamit ke atas dulu." Safira membawa langkahnya keluar dari dapur.
Tapi dia berbohong karena langkahnya tidak langsung naik ke lantai dua tempat kamarnya berada dan malah berjalan ke taman belakang. Di taman semua bunga-bunga yang Annisa tanam dulu hanya sebagian yang bisa bertahan selama 10 tahun terakhir.
Salah satunya adalah mawar hitam yang sudah melebihi tinggi Safira. Mawar hitam itu kini sudah tumbuh subur dan tidak rapuh lagi saat pertama kali ditanam.
"Aku sekarang mengerti apa yang Kakak rasakan ketika melihat bunga mawar hitam ini." Dia mengangkat tangannya memetik bunga mawar hitam yang paling dekat.
Membawa bunga mawar itu ke ujung hidung untuk dia cium seberapa wangi yang dimiliki.
"Bunga mawar hitam melambangkan duka dan kesedihan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, aku pikir ini sangat cocok dengan warnanya yang terkesan menyedihkan."
Matanya kemudian beralih menatap hamparan langit luas yang ada di depan. Tidak ada bintang karena sinar mentari lebih mendominasi, memberikan suasana ceria yang hidup.
"Ternyata mereka selalu memandangku sebagai perawan tua." Bisiknya miris.
"Perawan tua.." Bisiknya mengulangi, menerawang ke hamparan langit yang tidak berujung.
"Apakah dia juga berpikir sama dengan apa yang orang-orang itu pikirkan.. bahwa aku adalah perawan tua?"
...🌼🌼🌼...
Safira mengecek sekali lagi dokumen-dokumen yang ada di dalam tas kerjanya. Setelah mengurutkan beberapa kali dia akhirnya memutuskan semua sudah lengkap dan tidak ada masalah lain.
"Aku akan menyempatkan diri ke toko buku sebelum pergi ke kantor."
Untuk saat ini dia tidak bisa berbicara dengan Umi dulu karena ketegangan yang sempat terjadi di dapur. Dia tidak marah tapi hanya butuh waktu untuk menenangkan diri. Lagipula Umi adalah wanita hebat yang melahirkannya sehingga wajar saja dia panik melihat Safira masih belum juga menikah diusia yang sudah tidak muda lagi.
Safira mengerti jadi dia tidak marah.
"Abi, Umi, aku pamit berangkat ke kantor yah. Ada dokumen penting yang harus aku diskusikan dengan Sarah." Safira mencium punggung tangan Abi dan Umi yang sedang duduk di ruang keluarga.
Ekspresi mereka tampak suram, mereka pasti sedang membicarakan masalah tadi di dapur. Yah, biar bagaimanapun juga pernyataan Umi cukup kontroversi dengan ajaran Rasulullah jadi wajar saja Abi masih marah.
"Lho, kok kamu udah pergi aja. Tadi katanya masuk agak siangan?" Umi heran karena ini masih pagi tapi Safira sudah siap pergi ke kantor.
"Iya, Umi. Tadi Sarah hubungi aku minta ketemuan di kantor untuk mendiskusikan kasus yang sedang kami tangani sekarang." Bohong Safira.
Umi langsung percaya dan wajahnya semakin suram.
"Kamu jangan terlalu bergaul dengan Sarah. Dia sudah lebih dari 30 tahun tapi masih belum menikah dan sangat gila kerja. Umi gak mau kamu kehilangan minat pada urusan masa depan mu gara-gara terlalu-"
"Pergilah, Nak. Usahakan jangan pulang malam dan jangan terlalu capek. Istirahat yang cukup dan sempatkan diri untuk santai sejenak di kantor." Abi memotong ucapan Umi.
Dia menarik Safira berjalan dengannya agar bisa menjauh dari Umi. Untuk saat ini kata-kata Umi terlalu tajam buat Safira.
"Jangan pikirkan apa yang Umi katakan di dapur tadi. Dia tidak sengaja mengatakan itu karena terlalu cemas memikirkan kamu. Dia adalah seorang Ibu dan mudah khawatir terhadap kebahagiaan anaknya. Apalagi kamu adalah anak terakhir kami yang belum menikah dan lebih sibuk bekerja daripada tinggal di rumah membuat kekhawatirannya berlipat ganda. Safira, tolong mengerti dan maafkan sikap Umi mu tadi karena sesungguhnya dia tidak bermaksud menyakiti mu." Ucap Abi merasa bersalah.
Dia mengerti apa yang membuat istrinya cemas tapi dia merasa bersalah karena kecemasan Umi membuat Safira terluka.
"Abi tidak apa-apa, aku sama sekali tidak marah kepada Umi. Safira mengerti kekhawatiran kalian berdua dan Safira juga tahu bahwa ini semua karena kalian ingin Safira bahagia." Kata Safira seraya menggenggam tangan Abi lembut.
Dia tersenyum hangat mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja dan tidak mempermasalahkan kata-kata Umi tadi di dapur.
Abi menghela nafas panjang,"Nak, kamu masih saja belum berubah. Kamu masih Safira yang kuat dan pemaaf, Abi sangat bangga kepadamu."
Safira tersenyum,"Safira lebih bangga memiliki kalian, dua orang hebat yang sudah berjasa mendidik dan membesarkan Safira hingga sampai pada hari ini. Safira sangat bersyukur mempunyai Umi dan Abi."
Terlepas sifat yang sulit dirubah, Safira sepenuhnya bangga mempunyai Umi dan Abi. Mereka adalah orang tua yang hebat untuk Safira.
"Baiklah, kamu harus pergi sekarang. Abi tidak mau menahan kamu di sini dan membuat Sarah menunggu lebih lama. Katakan kepada Sarah salam Abi dan ajak dia berkunjung ke rumah bila tidak sibuk."
"Inshaa Allah, Safira akan sampaikan salam dari Abi kepada Sarah. Kalau begitu Safira pamit, assalamualaikum Abi." Safira mencium punggung tangan Abi dan bergegas keluar dari rumah karena taksi yang dia pesan sudah menunggu di halaman.
Di depan pintu Abi menatap kepergian Safira yang sudah menghilang bersama taksi. Dia menghela nafas panjang, menatap tidak berdaya ke dalam rumah yang hanya menyisakan dia dan Umi saja.
...🌼🌼🌼...
"Pak, bisa jalan lebih pelan? Saya ingin melihat apa kenalan saya di rumah atau tidak."
"Bisa, Mbak."
Safira kembali bersandar di kursi sambil menatap pemandangan yang ada di luar. Karena rumahnya ada di dalam komplek Safira harus melewati beberapa komplek perumahan agar bisa memasuki jalan raya.
Di luar berdiri rumah-rumah mewah yang jauh lebih besar dari rumahnya. Ya, ini karena komplek rumah Safira ada di blok B sedangkan komplek perumahan yang dia lewati sekarang adalah blok A. Perkumpulan para pengusaha kaya raya dan lebih menonjol daripada blok-blok perumahan yang lain.
Safira suka melihat ke arah luar ketika melewati blok A. Ini bukan tanpa alasan karena ada seseorang yang sudah beberapa tahun ini menarik hatinya.
"Mas Ali bantuin Kak Kayana bawa barang-barang ini."
Namanya Ali. Lengkapnya dia bernama Muhammad Ali Althalib, seorang pemuda tampan yang disukai banyak gadis-gadis di komplek perumahan ini.
Tak terkecuali Safira.
Dia dari dalam mobil taksi menatap nanar sosok tampan nan tinggi itu bergegas mendekati seorang gadis ayu yang membawa banyak barang. Sepertinya itu adalah makanan.
"Mereka sepertinya sangat dekat." Gumam Safira lemah seraya mengalihkan pandangannya menatap tas kerja yang ada di pangkuan.
"Lagipula, kami punya perbedaan usia yang cukup jauh jadi mana mungkin dia mau denganku. Astagfirullah, apa yang aku pikirkan. Mas Ali belum tentu mengenalku, jangankan mengenal tahu jika aku hidup saja mungkin tidak. Kami tidak pernah bertemu secara langsung jadi dia mana mungkin mengetahui tentang aku."
Itu benar karena sejak awal hanya Safira lah yang memperhatikan Ali. Beberapa tahun lalu dia melihat Ali yang masih sangat muda membantu seorang pengemis, memperlakukannya dengan baik dan sopan. Sejak itu pula Safira tertarik dengan Ali dan mulai mencari tahu siapa pemuda itu.
Ternyata namanya Muhammad Ali Althalib, tinggal di blok A dan berusia 19 tahun saat itu. Kini 5 tahun telah berlalu dan usianya sudah 24 tahun punya selisih 6 tahun dengan usia Safira.
Safira jatuh cinta kepadanya namun dia sadar akan perbedaan usia mereka yang jauh. Itulah mengapa Safira malu mendekati Ali atau sekedar menyapa. Karena faktanya Ali tidak akan tertarik kepadanya dan dia juga mendengar dari orang-orang sini bahwa ada seorang gadis bernama Kayana yang sudah menjalin hubungan dengan Ali.
Mereka berdua muda jadi Safira tidak punya kesempatan apapun untuk mendekati Ali.
"Sekarang Bapak bisa berjalan normal." Kata Safira masih lemas.
5 tahun dia mendamba meski tahu akhirnya tapi tetap saja rasa itu tidak bisa segera terhapus dari hatinya. Bertahun-tahun mencari cinta yang lain dia akhirnya mendapatkan cinta yang baru tapi sayangnya lagi-lagi tidak bisa ia miliki.
Hah..
10 tahun, Safira sudah 10 tahun berkelana mencari kebahagiaan tapi masih belum mendapatkan juga. Dia lelah tapi tidak bisa menyerah karena masih percaya bahwa akan ada akhir bahagia yang Allah siapkan untuknya.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 453 Episodes
Comments
Fransiska Siba
ku kira ali kakaknya Rio
2022-07-12
1
Risa Istifa
🤗🤗🤗🤗🤗🤗
2022-03-29
0
Nurul
jangan putus asa Safira aq n suami q terpaut jauh usia ny beda usia aq n suami q 10 tahun..., waktu aq menikah dgn suami q, aq. baru berusia 20 tahun smntra suami q 30 tahun.., justru hidup q lebih bahagia..
2021-12-11
0