Setelah mengambil beberapa pakaian dari apartemen Sarah, mereka tiba di rumah orang tua Raka hampir tengah malam.
Mama dan papa Raka sudah tidur.
Pintu pagar di buka oleh Pak Dudung, security sekaligus penjaga rumah. Baru kali ini Sarah berkunjung ke rumah Raka, rumah besar bertingkat dua dengan gaya bangunan minimalis modern, di balik tembok tinggi itu ada halaman yang cukup luas.
Penggunaan unsur kayu dan kaca yang dominan serta denah lantai yang terbuka sehingga terlihat sangat elegan. Apalagi dengan aksen kayu berwarna putih yang terlihat menonjol di antara unsur kaca. membuat rumah itu begitu mewah.
Berbeda dengan rumah milik orangtua Sarah yang gaya klasik modern dan halaman minim tapi di desain sangat estetik menyerupai model eropa.
Bi Asih membukakan pintu depan,
"Bi, bawakan koper Sarah ke kamarku"
"Iya, den Raka..."
Mata perempuan setengah baya itu tampak di selimuti keramahan.
"Non Sarah, senang bertemu non,"
Bi Asih hendak mengambil koper kecil dari tangan Sarah. Tapi ditolak Sarah dengan halus.
"Saya bisa bawa sendiri, bi. "
"Tapi non..."
"Panggil saja Sarah, bi...tidak usah pakai non" Sarah tersenyum.
"Tapi..."
"Pokoknya Sarah saja, atau nak Sarah...gitu lebih enak" ujar Sarah, dia teringat mbok Yem di rumah orangtuanya selalu memanggilnya Nak dari dulu, terasa nyaman dan akrab di telinga.
"Tapi non..."
Mata Sarah melotot pada perempuan yang seusia dengan mamanya itu.
"Sudahlah bi, suka-suka dia saja. Bibi panggil saja seperti permintaannya" Raka berujar acuh.
"Mama dan Papa sudah tidur?"
"Iya, den. Tuan dan Nyonya sudah tidur, lama menunggu aden datang tapi ibu keburu mengantuk. Nyonya pesan, aden dan non Sarah tidur di kamar aden malam ini. Besok boleh pindah ke kamar utama di lantai atas, sampai kamarnya siap"
Bi Asih mengunci pintu dan berjalan ke arah tangga, mengantar mereka ke kamar Raka.
"Aku nanti tidur di kamar lain saja" pinta Sarah. dengan volume rendah supaya hanya di dengar Raka.
Tangan Raka sudah menarik pergelangan tangan Sarah, membawanya menaiki tangga tanpa perduli permohonan Sarah.
"Bi, aku bisa bawa Sarah ke kamarku. Tidak usah di antar. Bibi tidur saja" Raka mengedipkan matanya ke bi Asih, lalu menaiki tangga di iringi senyum perempuan tua yang ramah itu, setengah menggoda Raka.
Sampai dalam kamar, Raka melepas tangan Sarah.
"Aku tidur di kamar lain saja" Sarah memegang erat kopernya dengan kesal.
"Tidur di kamarku saja"
"Aku tidak mau sekamar denganmu!"
"Kamu kira aku mau?" Raka memicingkan matanya ke arah Sarah.
"Terus, kenapa kamu memaksa aku tidur sekamar denganmu?"
"Karena tidak mungkin kita berdua sebagai suami istri berbeda kamar!" sahut Raka sambil membuka satu ruangan kecil yang ternyata isinya tempat lemari baju, sepatu dan segala macam kostumnya.
"Kamu tidak ingin kan orang tuaku akan melihat dan mempertanyakan, kenapa pengantin baru yang sedang dimabuk cinta ini pisah ranjang baru dua minggu dari hari pernikahannya?"
Sarah hanya melongo dalam rasa tidak berdaya mendengar ucapan Raka.
"Aku mandi lebih dulu, silahkan beradaptasi dengan kamarku" ujarnya lagi sebelum menutup pintu kamar mandi.
Tersisa Sarah yang terdiam sendiri berdiri di depan pintu kamar yang masih terbuka setengah.
Sarah menarik nafas dalam-dalam menenangkan hatinya yang merasakan kesal bertumpuk-tumpuk memenuhi dadanya.
Entah berapa lama dia bertahan dengan semua kegilaan ini.
Di tutupnya pintu kamar perlahan lalu memandang kamar yang tidak terlalu besar itu. Tapi terkesan lapang.
Kamar Raka didesain dengan model minimalis modern ini, kamarnya di dominasi dengan warna hitam, cokelat dan silver dengan desain interior yang minimalis membuat kamar menyuguhkan nuansa modern.
Perabot kamarnya pun tidak banyak, hanya tempat tidur besar berdekatan dengan jendela kaca yang di tutup tirai warna putih silver.
Di bagian kaki tempat tidur ada sofa bed panjang berwarna abu-abu dengan sandaran pendek berhadapan dengan meja bulat kaca yang mengarah ke TV besar di dinding.
Kamar Raka menjadi elegan dan terasa luas karena tidak terlihat banyak barang. Karpetnya pun bernuansa monokrom.
Sarah duduk pada bed sofa itu dengan pasrah. Sampai Raka muncul dengan piyama tidur.
"Mandi lah, airnya hangat. Atau kamu mau tidur dengan gaun begitu?" tegur Raka.
Sarah beranjak dengan muka masam, masuk kamar mandi, membersihkan badan, sama sekali tidak berniat mandi. Lalu berganti pakaian dengan baju tidur katun panjang tangan dengan celana panjang.
Dia sebenarnya tidak terlalu suka dengan pakaian tidur seperti ini, biasanya dia menggunakan dress dari bahan satin yang agak terbuka. Tapi mengingat tidur di rumah Raka maka dia memilih pakaian-pakaian tertutup biarpun tidak nyaman buatnya.
Ketika dia keluar kamar mandi, lampu gantung besar sdh mati, cahaya temaram kamar hanya datang dari lampu tidur di atas meja sudut. Dan si manusia dingin berhati es, Raka sudah melingkar di bawah selimut di atas bed sofa.
"Tidurlah di ranjang, tidak usah kuatir aku akan mengganggumu" Raka berucap tanpa menoleh.
Sarah tidak menjawab, dia berencana tidak akan berbicara dengan Raka lagi sampai Raka mengantarnya pulang ke apartemen.
"Kamu ingat, tiga malam kita di hotel, aku tidak sedikitpun tergoda menyentuhmu. Kamu sama sekali bukan tipe ku"
Sarah naik ke tempat tidur, tanpa perduli ucapan Raka.
Syukurlah, dia tahu diri dengan memberikan aku tempat tidur ini. Setidaknya aku bisa tidur dengan nyaman. Sarah masuk kebawah selimut tebal di atas ranjang dan memejamkan matanya. Untuk masalah tidur, Sarah cukup yakin Raka mematuhi ucapannya sendiri. Dia hanya merasa terjebak di kamar orang yang di sebut suami untuknya.
...***...
Suara ketukan di pintu kamar, membangunkan Sarah. Dengan terkejut Sarah langsung duduk di tempat tidur. Cahaya matahari pagi menembus tirai kaca di sebelah tempat tidurnya membuatnya memicingkan matanya.
Raka juga terduduk di sofa bed bawah kaki Sarah.
Raka menoleh ke Sarah,
"Kamu mengunci pintunya kan?"
Sarah cuma melongo, kepalanya tanpa sadar menggeleng.
Suara pintu di ketuk lagi.
"Sayang....." Itu suara mamanya,
Raka segera meloncat ke tempat tidur, Sarah hampir berteriak karena terkejut dengan tingkah Raka.
" Minggir, berikan aku tempat!" Raka menyusup ke dalam selimut dan memeluk Sarah.
"Kamu gila ya?! " Sarah berteriak tapi segera mulutnya di bekap Raka.
"Sayang, kalian sudah bangun?"
"Iya ma...kami sudah bangun!"
Sarah menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukan Sarah tapi Raka mencengkeram bahunya erat, membuat Sarah tidak bisa bergerak.
"Masuk saja, ma. Pintunya tidak di kunci" teriak Raka.
Pintu terbuka, di sambut senyum merekah maha manis dari mama Raka yang duduk di atas kursi roda sambil di dorong oleh seorang perawat muda.
"Selamat pagi, Sayang...maaf mama menganggu kalian" Mama Raka terkekeh merasa lucu dengan dua orang yang sedang berada di tempat tidur sambil berpelukan itu.
"Pagi ma..." sahut Sarah, sebuah cubitan kecil di lengan bahu Sarah,
Sarah menoleh dengan muka merah padam.di sambut alis mata Raka yang terangkat.
"Pagi juga ma..." Sarah melemparkan senyum ke arah mama Raka, meskipun suaranya tergagap.
"Mama cuma tidak sabar ingin bertemu kalian," mamanya merenggut manja.
"Ah, mama...kami sudah bangun dari tadi cuma keasikan ngobrol sambil tidur-tiduran jadi lama di tempat tidur" Raka mengacak rambut panjang Sarah seolah mereka benar-benar mesra.
"Ya, sudahlah, kalian segera lah turun. Sarapan sudah siap. Mama tunggu di bawah ya..." mama Raka tersenyum puas, dan memberi kode kepada perawatnya untuk keluar.
"Iya ma..." hanya Raka yang menjawab.
Ketika mamanya sudah hilang di belakang pintu, Sarah dengan kasar menepis tangan Raka lalu melompat dari tempat tidur.
" Dasar gila!" Sarah berucap dongkol sambil berjalan cepat ke arah kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
Dewa Rana
nyakitin bener omongannya
2024-12-23
0
Fhebrie
raka pasti modus tuh 😂
2024-05-29
0
Dhevi Aylla
😆😆😆, dasar gila, tapi suamimu sarah walaupun cuma di atas kertas 😆😆
2023-09-24
1