Raka menarik tangan Sarah menjauh dari kerumunan tamu menuju ke arah pinggiran lapangan golf. Tapi Sarah segera membebaskan jemarinya dari genggaman Raka dengan kasar ketika sampai di tempat yang agak jauh dari orang.
"Apa-apaan, sih?" Sarah melotot pada Raka.
"Kamu sedang apa di sini?" tanya Raka datar.
"Kamu juga sedang apa di sini!" Sarah melengos dengan jengkel.
"Aku di undang ke sini"
"Aku juga di undang ke sini, kenapa? memangnya cuma kamu yang boleh datang!"
"Sejak kapan kamu berteman dengan Alex?"
"Bukan urusanmu!"
"Rasanya, baru tadi aku mengenalkan kamu kepadanya? bagaimana cara dia mengundang kamu kalau dia saja tidak kenal denganmu?"sahut Raka
"Sudah kubilang, bukan urusanmu!"
"Kamu pergi dengan laki-laki mesum itu ya?"
"Hey, jangan sembarangan kalau bicara! Dia temanku, kamu tidak berhak berbicara begitu tentang dia!"
Entah kenapa, Raka merasa ada sedikit rasa lega ketika Sarah dengan murka berteriak padanya, bahwa Dion adalah temannya.
"Setidaknya, dia lebih baik memperlakukan aku dari pada kamu"
"Yakin dia cuma temanmu? Kalian tampak intim sekali?"
"Kalau dia pacarku, memangnya kamu mau apa? Ingat perjanjian kita, kamu tidak boleh ikut campur urusan pribadiku, termasuk siapa yang boleh menjadi temanku dan siapa yang boleh jadi pacarku!"
Sarah benar-benar marah, tidak pernah dia sebanyak ini berbicara dengan luapan emosi kepada seseorang, baru kali ini rasanya dia benar-benar murka.
"Terserah kamu lah, tapi di depan semua temanku, kamu adalah istriku" tegas Raka.
"Kamu harus bilang padaku jika menghadiri party seperti ini, karena aku punya banyak kenalan di kota ini, siapa tahu kejadian seperti malam ini, nanti bisa membuat orang lain curiga"
"Sejak kapan aku harus melapor semua urusanku kepadamu?"
"Sejak hari ini!" Raka menatap sarah tajam seolah mengisyaratkan dia tidak mau dibantah.
"Kamu kan sudah bilang, kamu tidak akan melarang-larang aku?"
"Aku salah, kesepakatan berubah"
"Apa! kamu benar-benar ya...benar-benar tidak berperasaan" Sarah menatap Raka dengan putus asa.
"Kesepakatannya kita rubah sedikit"
"Bukan kita, tapi kamu! Semua selalu sesuai keinginanmu" suara Sarah menjadi serak, suaranya hampir hilang di tenggorokannya karena rasa sakit hatinya terhadap apa yang dilakukan Raka.
Bukan lagi kesepakatan jika semua hanya berdasarkan kehendak sepihak tanpa persetujuan pihak lainnya.
Raka menarik tangan Sarah menuju ke arah Alex yang lagi asyik ngobrol dengan tamu-tamu, teman-teman dekatnya.
"Lex, sepertinya kami tidak bisa lama, kami harus pulang cepat"
"Lho, pestanya belum benar-benar dimulai, Ka"
"Maaf lex, mama telpon sepertinya penting. Dia sepertinya tidak bisa lama jauh dari menantu kesayangannya ini" Raka tertawa sambil memeluk pinggang Sarah. Sarah menggeliat dari pelukan Raka, menyatakan ketidaksukaannya.
"Bukannya, kamu yang ingin cepat-cepat pulang? Pengantin baru biasanya paling susah di ajak keluar" Alex tergelak.
"Ah, kamu tahu saja, Lex..." Raka meninju kecil bahu temannya itu sambil tertawa.
"Oke, baiklah...hati-hati dijalan kalau begitu" alex balas meninju bahu Raka dengan gaya menggoda.
"Oh,ya...semuanya, aku duluan, ya" Raka pamit sambil membawa Sarah beranjak, berbalik arah.
"Hey, Sar...mau kemana?" tiba-tiba Grace menghadang,
"Grace" Sarah hampir memekik girang melihat temannya itu tiba-tiba ada, berharap Grace bisa membebaskannya dari arogansi Raka.
"Maaf?" Raka memicingkan matanya, sambil menjulurkan tangannya ke arah Grace.
Grace yang baru kali ini berbicara langsung dengan Raka, dibuat bingung dengan sikap laki-laki yang hanya suami palsu temannya itu.
"Ini siapa ya, sayang? temanmu?" Raka menoleh pada Sarah yang setengah mati kesal dengan sikap Raka.
"Oh, aku Grace teman Sarah." Grace menyambut tangan Raka dan menjabatnya.
"Aku suami Sarah, senang bertemu denganmu Grace." Raka tersenyum hangat.
"Rasanya, kita pernah bertemu di pesta pernikahan kami, kalau tidak salah..." lanjut Raka lagi, benar-benar ramah.
Grace hanya mengangguk mengiyakan.
"Aku mau bicara dengan Grace, kamu pulang saja lebih dulu," Sarah maju mendekati Grace tapi Raka sudah mencengkeram lengannya
"Kebetulan kami sedang buru-buru, kami pulang duluan ya. Lain kali kita bisa ngobrol bersama!" Raka menarik lengan Sarah setengah menyeretnya.
"Tapi, Grace...hey..." Sarah melambai kearah Grace berharap gadis itu menahannya. Tapi Grace hanya melongo di tempatnya, bingung sendiri.
Kepergian Sarah dan Raka, di iringi sepasang mata yang menatapnya dengan perasaan yang sedih dan kesal.
Tangannya terkepal, ada rasa cemburu yang menjalar di dada Dion melihat bagaimana Raka menggandeng Sarah.
Cemburu itu bercampur rasa marah saat melihat Raka membuat gadis yang dicintainya begitu tidak nyaman.
"Seharusnya aku yang di sana, bukan dia!"teriak Dion dalam hati.
...***...
Raka membuka pintu mobil porsche panamera cararra whitenya dan memberi kode halus agar Sarah segera masuk.
Sarah duduk di jok dengan muka masam.
"Kita kemana?" tanya Sarah sambil memasang safety belt dengan kasar, sementara Raka menyetir mobil, pias wajah kembali menjadi kaku dan datar.
Hilang sudah, senyum dan keramahan yang ditampilkannya saat mereka di pesta ulang tahun tadi.
"Ke apartemen kamu." Jawab Raka tanpa mengalihkan pandangan dari jalan raya.
"Ya, sebaiknya kamu antar aku pulang, aku juga sudah muak melihatmu" gumam Sarah
"Aku tidak mengantarmu pulang"
nada angkuh itu memaksa Sarah menoleh, mukanya menunjukkan keheranan dengan kalimat yang di ucapkan Raka.
"Kamu bilang akan ke apartemenku? aku tidak salah dengar, kan?!"
"Aku tidak bilang mengantarmu pulang, kita hanya mengambil beberapa pakaianmu, malam ini kita tidur di rumah mama"
"What?!" Sarah melotot dengan terkejut
"Akhir pekan kemarin kita sudah melewatkannya, karena aku mau memberimu kesempatan menenangkan diri setelah mungkin lelah menghadapi minggu-minggu sulit menjelang pernikahan kita" ujar Raka masih dengan nada acuh
"Aku sudah bilang padamu di hotel sebelumnya, kita berdua akan tidur setiap akhir pekan di rumah orangtuaku. Karena itulah kebiasaan sebelum menikah, dan aku tidak mau merubahnya"
" Tapi, itu tidak harus juga kan?"
"Mama sudah sering menanyakan kamu, dan aku sudah kehilangan alasan menyembunyikan kamu dari mereka,"
"Tapi..."
Ponsel Sarah berbunyi
Dion memanggil
"Hallo..."
"Cay, kamu di mana?"
"Aku pulang duluan Yon, maaf"
"Okey, tapi kamu baik-baik saja kan?"
"Ya...aku baik-baik saja" Sarah menjawab ragu, sambil melirik ke arah Raka, wajah dingin itu mengarah ke depan, seolah tak mendengar apa-apa.
"Aku pulang di antar Raka"
hening sesaat,
"Cay, besok siang kita ketemu di butik, ya"
"Sepertinya tidak bisa," sahut Sarah
"Kamu kemana?"
"Ada urusan sedikit, "
"Baiklah lusa saja kalau begitu. Bye Cay..."
"Bye."
Telpon di tutup.
Raka diam tanpa ekspresi.
Dan tak lama ponsel Raka yang berbunyi,
"Ya, hallo ma..." Raka menyambut telpon dengan tangan kiri kemudian menekan loadspeaker.
"Sayang, kamu di mana?"
"Di jalan ma, dengan Sarah"
"Arah rumah? kalian bermalam di rumah kan?"
"Belum ma, rencananya memang bermalam di rumah tapi sebentar lagi ada yang ketinggalan di apartemen."
"Mama kira Sarah masih sibuk seperti minggu kemarin, sampai jam begini belum ada kabarnya dari kalian. Kamu bilang tadi mungkin tidak bisa, Sarah masih ada kegiatan sampai minggu depan "
"Iya, ma...tapi ternyata Sarah bisa free besok. Jadi kami sepakat tidur di rumah. Sarah sudah kangen juga sama mama"
Oh, my god. Sarah seperti tersedak. Raka ini luar biasa dalam berbohong.
"Mama juga kangen menantu mama itu, oke sayang mama suruh Bi Asih siapkan kamarmu dulu ya, biar kalian sampai langsung istirahat, sampai nanti sayang"
"Oke ma, sampai jumpa nanti"
Panggilan berakhir.
Sarah hanya bisa melirik si wajah es yang ahli bersandiwara itu dengan gemas.
"Kenapa diam?"
"Boneka tidak bisa bicara kan?!" jawab Sarah ketus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
Dhevi Aylla
acuhkan saja raka, biar dia tambah bersalah 😆😆
2023-09-24
2
devaloka
harusnya aku yang disana 🤭
2023-09-05
0
💕💕syety mousya Arofah 💕💕
kereeeen si Sarah,,,
2023-05-19
0