Sarah duduk di rooftop hotel. Memandang langit malam sambil menikmati segelas cappucino panas.
Rambutnya seperti untaian sutra hitam yang berkibar lembut berirama diterpa angin malam. Semakin indah di bawah pantulan lampu remang-remang.
Sarah mendekap tangannya di dada, seolah mencari kehangatan dari sweater maroon yang melekat di tubuh rampingnya.
Malam ini cerah, bintang-bintang memancarkan cahaya cemerlang, benar-benar pemandangan yang indah.
Entah kapan datangnya, di hadapan Sarah telah duduk Raka. Dengan roman wajah yang datar dan dingin. Sarah menatapnya tak kalah datarnya, orang ini benar-benar aneh. Dalam sekejap saja bisa datang dan pergi, dan dalam sekejap pula sudah berubah sikap.
Dari siang dia menghilang, entah kemana. Katanya mengantarkan orangtuanya ke kamar mereka, setelah itu tak kembali. Dan sekarang muncul tiba-tiba dengan pakaian yang sudah berbeda dari waktu kepergiannya. Mungkin balik ke apartemennya atau pulang ke rumah orangtuanya.
Sarah sebenarnya tak ambil pusing, kemanapun Raka pergi dia tak perduli, bahkan lebih tenang saat Sarah sedang sendiri. Tak ada yang menganggu pemandangannya. Dan dia tidak merasa canggung melakukan apa saja di dalam kamar.
"Kamu sudah makan?" pertanyaan yang keluar dari bibir Raka, terasa sekali hanya basa basi.
Sejak kapan dia perlu tahu tentang hidup Sarah?
"Sudah" jawab Sarah pendek.
"Sikapku tadi pagi, tidak perlu di ambil hati" ucap Raka kemudian
Sarah tahu, dia mencarinya cuma mau meluruskan hal ini. Tapi setidaknya, dia bisa berlaku lebih berperasaan, mengawali pembicaraan dengan meminta maaf kepada Sarah atas sikap kurang ajarnya tadi pagi.
" Aku tahu..." sahut Sarah acuh.
"Jangan berpikir, aku benar-benar melakukannya karena aku punya perasaan padamu. Semua ini hanya untuk meyakinkan orangtuaku, terlebih mama..."
"Aku tahu!" Sarah memotong dengan ketus.
Laki-laki ini, terlalu sombong menganggap dirinya begitu tinggi. Bahkan di saat dia seharusnya memohon maaf pada Sarah, dia tetap berusaha membuat Sarah merasa rendah.
Raka terdiam, menatap Sarah sesaat. Dalam remang cahaya lampu di bawah langit malam ini, gadis di depannya itu seperti seorang dewi yang sedang memandangnya dengan amarah, matanya berkilat tajam.
"Baguslah kalau begitu." Raka membuang muka, melemparkan pandangan ke bawah.
Suasana kota begitu semarak dengan cahaya lampu dari gedung-gedung tinggi, rumah-rumah dan kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana.
"Semua hal yang ku bicarakan tadi, sama sekali tidak ada yang sungguh-sungguh." Raka berucap dingin. Wajah datarnya membuat Sarah benar-benar kesal.
"Aku tahu dan setidaknya aku lebih sadar diri dari kamu! Aku hanyalah istri diatas kertas! Jadi aku nggak pernah sedikitpun menganggap semua sikapmu sebagai kebenaran, apa kamu puas?" nada suara Sarah kering dan getir ketika melontarkan pertanyaan itu.
Raka diam tak menjawab, wajahnya sedingin es. Suasana menjadi tegang. Sesaat mereka berdua tidak bersuara. Berusaha menyimpan isi hatinya rapat-rapat.
"Aku hanya tidak ingin kamu salah paham. Aku tidak pernah tertarik padamu. Sedikitpun tidak."
suara Raka menjadi agak hati-hati, dia tidak ingin memperkeruh suasana antara mereka berdua.
"Jangan salahkan aku salah paham jika kamu mengulang kembali sembarangan memelukku tanpa alasan di depan orangtuamu," desis Sarah.
"Aku akan salah paham jika kamu berbuat kurang ajar padaku dengan sesukamu...aku pasti salah paham dan mengira kamu sudah gila!"lanjut Sarah lagi.
Raka tahu arah maksud Sarah, gadis itu keberatan dengan sikap Raka tadi pagi.
"Kamu harus terbiasa dengan itu kalau di depan orangtuaku"
"Tapi setidaknya kamu bisa ngomong dulu, kamu akan bersikap seperti apa. Kamu membuatku seperti orang bodoh, di depan orangtuamu" Sarah protes.
"Ke depannya kita akan bersandiwara seperti itu jika ada di depan orangtua ku, terlebih di depan mama" tegas Raka.
Sarah tidak menyahut, dia merasa tidak perlu berdebat lagi dengan manusia yang tidak berperasaan ini.
Seperti apapun kesalahan yang diperbuatnya, dia tidak akan meminta maaf atas kesalahannya.
Suka atau tidak, Sarah hanya bisa menerimanya.
"Aku akan tinggal di apartemenku, kamu juga tinggal di apartemenmu. Setiap akhir minggu kita berkunjung ke rumah orangtuaku. Hanya seperti itu saja. Sampai aku berangkat ke Leiden bulan depan"
"Aku berhak menyentuhmu di depan orangtuaku, hanya untuk meyakinkan mereka hubungan kita baik-baik saja." ujar Raka lagi.
"Kamu punya kekasih?" tanya Raka tiba-tiba
"Kamu pikir, aku terlalu jelek untuk punya pacar?" Sarah balik bertanya dengan jengkel.
Pertanyaan macam apa itu? Tidak akan ada pernikahan palsu ini kalau dia sudah punya kekasih. Mungkin Raka tidak akan berani sembarangan seperti ini padanya, jika ada yang membelanya.
Dan tentu saja, Sarah tidak akan pernah mengikuti sandiwara ini andai ada seseorang yang benar-benar mencintainya.
"Aku tidak akan melarang mu berhubungan dengan kekasihmu dan kamu pun tidak bisa melarang ku jika aku berhubungan dengan perempuan lain" tegas Raka.
"Sebaiknya memang begitu, karena pacarku akan menghajar mu kalau kamu melarang-larang ku bertemu dengannya." sambut Sarah ketus.
"Kamu bebas melakukan apa saja, tapi berhati-hatilah, jangan sampai merusak nama baikku sebagai suamimu di depan orang banyak. Jangan sampai kehidupan kita terekspos oleh media dan menjadi konsumsi publik"
Sarah diam tidak menanggapi, dia cuma perlu mendengar saja. Dia protes pun sia-sia.
Suasana hening antara mereka berdua, diam-diam Raka mengamati wajah cantik di depannya itu, begitu naif dan pasrah, tapi keras hati. Dia tidak banyak bicara, seolah hanya ingin menyimpan segala hal untuk diri sendiri.
Di tengah, keremangan cahaya di atas gedung itu, helaian rambutnya ditiup angin malam, seperti siluet. Dengan latar langit berbintang, Sarah seperti lukisan.
Sikapnya yang diam diam seperti sebuah pajangan. Sarah hanya menuruti semua permintaan Raka, meskipun dia tidak menghendakinya.
"Dan satu hal yang perlu di ingat, sampai kita bercerai baik-baik, kita tidak akan tidur bersama" dengan wajah dinginnya yang membuat Sarah kesal itu, Raka berucap.
"Kamu pikir aku mau tidur denganmu!"
sahut Sarah berang.
"Ku rasa kita sudah deal! kalau tidak ada yang penting lagi untuk di bicarakan, aku akan masuk" Sarah berkata sambil berdiri.
Raka tak bergeming dari tempatnya duduk, memandang langit di atas, seolah tak mendengar kalimat yang di lontarkan Sarah.
Sarah beranjak dengan muka masam menuju kamar. Dia akan tidur lebih dulu saja, terserah saja Raka mau tidur dimana, itu bukan urusannya. Mereka sudah membuat perjanjian, meskipun bisa dikatakan lebih ke perjanjian sepihak berdasarkan instruksi Raka saja.
Yang terpenting Raka tidak akan mengganggu kehidupannya. Itu sudah cukup.
Sepeninggal Sarah, Raka masih duduk diam di kursi tempatnya duduk.
Menatap langit di atas dengan gamang, sebenarnya dia kasihan dengan Sarah tapi Raka tidak mau terlihat lemah di depan Sarah.
Tidak ada yang boleh tahu betapa terluka hatinya saat ini. Laki-laki mana yang akan kuat ditinggalkan orang yang dicintainya di hari pernikahannya?
Dia tidak hanya kehilangan cinta tapi juga harga dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
La Rahman
llu Sarah tidak terluka begitu?
2023-10-24
1
fulana anonymous
baru Kali Ini baca novel main character nya orang introvert sama orang dingin..... ngomongnya terbatas hehehehe
2023-09-09
0
devaloka
pertahankan sikap mu sarah
2023-09-05
1