Sekretaris Daddy

Suara dentingan garpu dan sendok makan sedang beradu di atas meja makan. Keluarga Devandra sedang makan siang dan sedikit canda gurau.

"Siap makan siang kalian jangan kemana mana dulu, Daddy mau bicara penting sama kalian", ujar Tuan Johan tegas menghentikan acara makannya sejenak.

"Baik Dad", sahut keduanya bersamaan.

Mereka menuruti apa yang dikatakan oleh Tuan Johan dan tidak banyak tanya.

"Kok gue deg-degan yah dengar Daddy ngomong gitu, emang Daddy mau ngomong penting apa?" batin Alesia melanjutkan makannya yang tertunda.

Tuan Johan yang sudah selesai, mengelap sisa makanan di mulutnya dengan tissue. Dan Nyonya Ema sibuk mengelupas beberapa buah apel. Alesia sibuk dengan dengan roti di tangannya. Dan Ken sibuk dengan susu putih kesukaannya. Dan terdengarlah deringan ponsel, dan ponsel itu milik Johan yang terletak di atas meja di samping tangannya.

"Siapa Mas?", tanya Nyonya Ema penasaran,

"Biasa sekretaris kantor", sahut Tuan Johan mematikan panggilan itu.

Nyonya Ema tahu bagaimana ketidaksukaan suaminya itu terhadap sekretarisnya. Tuan Johan selalu berusaha menjaga jarak dari sekretarisnya tetapi sepertinya wanita itu tidak ingin membiarkan hal itu terjadi. Nyonya Ema juga tidak terlalu menyukai wanita itu. Nyonya Ema pernah bertanya kenapa wanita itu tidak dipecat saja. Sebenarnya Tuan Johan juga ingin sekali memecat sekretarisnya itu. Tapi tidak semudah apa yang dipikirkan karena sekretarisnya tidak melakukan kesalahan apapun terhadap perusahaan dan kinerjanya juga sangat bagus. Jika dia dipecat tanpa sebab yang akan kena imbasnya adalah Tuan Johan sendiri.

Nama sekretaris itu adalah Lidia yang mempunyai tubuh indah langsing bak model. Tapi semuanya itu tidak membuat Tuan Johan tergoda. Umurnya sekitar 22 tahunan. Statusnya single dan orangnya bermuka dua.

"Kenapa nggak diangkat Dad?", tanya Alesia lagi.

"Daddy malas, masa iya disuruh kerja hari ini kan Daddy lagi cuti", sahut Tuan Johan sedikit kesal.

"Emang nggak masalah kalo nggak diangkat Dad?", kini Ken yang bertanya.

"Atasannya siapa bawahannya siapa",

"Ya ya Daddy memang atasannya", timpal Alesia dan tertawa bersama. Tuan Johan pun menonaktifkan ponselnya dan memasukkannya ke dalam kantong celananya.

Disaat mood sedang bagus dan hari ini adalah hari senangnya Tuan Johan, tiba tiba hilang karena kehadiran seseorang yang tidak diundang.

"Selamat siang Om", sapa Lidia sekretaris Tuan Johan yang tiba tiba datang entah darimana.

Dan parahnya dia masuk tanpa permisi dan dengan santainya dia menyapa Tuan Johan dengan sok akrabnya. Memakai baju dress hitam yang roknya terlihat minim. Dan bagian atasnya sedikit terbuka. Dia berjalan dengan angkuhnya menuju dimana Tuan Johan berada.

"Lidia ngapain kamu kesini?", sontak hal itu membuat Tuan Johan terkejut melihat kedatangan Lidia. Nyonya Ema yang sedari tadi menahan emosinya keluar dan ingin sekali menjambak wanita itu tapi dia tahan. Dirinya hanya duduk santai sambil memantau wanita itu. Ken dan Alesia sendiri pun merasa risih akan kedatangan Lidia apalagi melihat penampilannya merasa muak.

"Ayolah Om masa saya tidak boleh mampir ke rumah om, melihat keluarga Om yang harmonis ini", ujar Lidia sedikit angkuh dan di dalam perkataannya ada sedikit nada mengejek.

"Ya ya keluarga harmonis yang sebentar lagi akan hancur berkeping keping",

"Kamu bukan siapa siapa di keluarga saya, dan satu lagi kenapa kamu datang ke rumah saya tanpa minta ijin", suara serak khas Tuan Johan menggema di ruangan itu. Terlihat berusaha menahan amarahnya.

Lidia yang mendengar penuturan Tuan Johan sedikit tersinggung. Dia mengepalkan tangannya di samping di samping dress-nya. Dan tidak sengaja Ken melihat apa yang dilakukan Lidia dan menyunggingkan senyuman devil nya.

"Maaf Om saya lancang, saya hanya ingin memberitahukan kalo berkas berkas di kantor sudah banyak menumpuk dan Om harus segera menyelesaikannya", jelas Lidia berusaha mengontrol emosinya.

"Memangnya semuanya tidak bisa diselesaikan besok?", tanya Tuan Johan sedikit frustasi.

"Tidak Om karena besok akan ada meeting penting dengan investor perusahaan Om", sahut Lidia lagi.

"Baiklah kalau begitu", pasrah Tuan Johan berdiri dari tempat duduknya.

"Dan satu hal lagi, saya peringatkan jangan pernah sesekali memanggil saya Om jika saya tidak menyuruhnya meskipun di luar kantor ataupun di dalam kantor. Dan jangan pernah sesekali bersikap tidak sopan terhadap saya karena saya tidak suka itu", tegas Johan memberikan peringatan ke Lidia.

"Baik saya mengerti Pak sekali lagi saya minta maaf ke bapak", ujar Lidia terpaksa dengan wajah kesalnya. Ken dan Alesia yang melihat raut wajah Lidia hanya menahan tawanya.

"Daddy pergi dulu", pamitnya,

"Hati hati di jalan Dad", ujar Ken dan Alesia.

"Mas bentar ada yang ketinggalan", teriak Nyonya Ema dan berlari mengambil salah satu jas dari kamar.

"Ini pakailah, diluar terlihat mendung dan cuacanya dingin takutnya nanti Mas sakit", ujar Nyonya Ema lembut dan memakaikannya ke tubuh Tuan Johan.

"Makasih istriku sayang kamu memang pengertian, kalo begitu Mas pergi dulu", mengecup kening Nyonya Ema dan mengelusnya pucuk kepalanya.

Lidia yang melihatnya merasa jengah dan memutar matanya malas.

"Menjijikkan, tiba istrinya ngomong lembutnya minta ampun tadi giliran gue dilirik pun kagak, yang ada peringatan yang datang"

"Ehem ingat anaknya udah umur berapa", ujar Alesia meledak kemesraan kedua orangtuanya.

"Dunia serasa milik berdua", timpal Ken ikut meledek.

Tuan Johan hanya membalas ledekan kedua anaknya dengan senyum lebar dan melambaikan tangannya. Dan sebelum benar benar pergi Johan menyempatkan mencubit pipi Ema.

Tuan Johan hendak memasuki mobil tapi dia urungkannya. Dia menoleh ke arah Lidia yang sedari tadi membuntutinya.

"Kenapa kamu terus mengikuti saya bukannya kamu naik taksi kemari?", tanya Tuan Johan datar.

"Maaf Pak, tapi saya lebih memilih ikut naik mobil bapak karena tujuan kita sama pergi ke perusahaan, kalo saya naik taksi saya takut macet nantinya Pak", ujar Lidia memberikan alasan.

"Dasar mulut berbisa", batin sang supir pribadi yang sedari tadi mendengar pembicaraan tuannya bersama sang sekretaris.

Supir itu bernama Pak Banu. Dia adalah supir pribadi keluarga Devandra dan sangat dipercayai. Umurnya sekitar 45 tahunan. Dia tinggal bersama istrinya dan anaknya dan kadang bermalam di rumah mewah tuannya.

Tuan Johan pun terpaksa memberikan ijin terhadap Lidia dan memasuki mobilnya.

"Ken ikut Mommy yuk ke kantornya Daddy", ujar Nyonya Ema yang sedari tadi merasa khawatir terhadap suaminya itu. Dia merasa akan ada suatu hal ganjal terhadap sang sekretaris terhadap suaminya itu.

"Iya Mom, Ken siap siap dulu", ujar Ken mengangguk tanda mengerti. Karena dia juga merasakan apa yang dirasakan oleh Mommynya itu.

"Lesia ikut dong Mom", rengek Alesia,

"Tidak sayang kamu di rumah aja yah temani wolfi bermain", ujar Nyonya Ema lembut. Alesia yang merasa permintaannya tidak terpenuhi hanya memonyongkan bibirnya.

"Nggak usah kayak anak kecil deh lo udah gede, pake acara memonyongkan bibirnya segala lagi lo kelihatan jelek tau", ledek Ken yang sudah stand by.

"Bukan Abang gue", ketus Alesia

Ken dan Mommy pun pergi meninggalkan Alesia yang tengah merajuk. Mereka berdua berencana untuk membuntuti mobilnya Tuan Johan. Karena saat ini mereka sedang dilanda kekhawatiran yang sangat dalam.

Sedangkan di mobilnya Tuan Johan. Lidia berusaha untuk merayu Johan tapi dia tidak menggubris sama sekali. Sedari tadi Tuan Johan sudah muak mendengar kata kata Lidia tapi dia masih menahan kesabarannya.

Pak Banu sang supir yang peka akan sekitarnya langsung mencari ide agar tuannya itu tidak di ganggu oleh Lidia.

Pak Banu merogoh kantongnya untuk mencari ponselnya untuk dia beri kepada tuannya.

"Maaf tuan tadi nyonya menelpon tuan", ujar Pak Banu menyodorkan ponselnya arah ke belakang.

"Menelpon!", beo Tuan Johan bingung menerima ponsel itu dari tangan sang supir.

Tuan Johan bingung kenapa harus dari ponsel Pak Banu istrinya itu menelpon. Kan bisa lewat dari ponselnya. Johan membuka layar ponsel itu dan mengerutkan keningnya. Dia heran karena tidak ada satupun panggilan masuk dari istrinya di ponsel itu.

Dia pun akhirnya mengerti tujuan sang supir memberikan ponselnya. Karena sang supir ingin Lidia berhenti mengganggu dirinya. Karena sang supir tahu sedari tadi tuannya itu sudah merasa jenuh sedari tadi akibat ulah Lidia.

Tuan Johan pun mencari kontak istrinya itu dan memanggilnya.

Suara dering ponsel membuyarkan lamunan Nyonya Ema dan Ken yang sedang fokus membuntuti mobilnya Tuan Johan.

"Pak Banu", gumamnya menatap layar ponselnya dan menggeser tombol hijau.

"Halo Pak Banu",

"Halo sayang", jawab Tuan Johan menekankan kata sayang. Dan dia juga sengaja menambah volume ponsel yang dia pakai itu agar terdengar jelas terhadap orang di sebelahnya.

"Memanggil sayang dalam keadaan darurat", batin Nyonya Ema terkekeh kecil.

"Sayang aku kangen", ujar Nyonya Ema dengan nada menggoda karena dia tahu sekarang suaminya itu sedang memanasi si sekretaris itu.

"Astaga kenapa gue bisa punya bokap sama nyokap kayak mereka yah dasar Bucin akut", batin Ken merasa geli mendengar obrolan kedua orangtuanya itu dan masih fokus ke jalanan. Dan sesekali mengarah ke arah Mommy yang duduk di sebelahnya.

"Aku juga kangen kamu sayang", sahut Tuan Johan dengan senyum lebarnya. Ada rasa geli nya mengingat usia dan ada rasa senangnya seperti kembali ke masa muda.

Sang supir yang mendengar obrolan romantis tuan dan nyonya hanya tertawa cekikikan. Dan Lidia tentu saja mendengus kesal setengah mati. Karena sudah banyak segala cara dia lakukan untuk menaklukkan hati Tuan Johan tapi tetap gagal juga. Sebenarnya dia tidak ingin melakukan ini tapi dia terpaksa melakukannya.

Tuan Johan mendapati mejanya terdapat banyak tumpukan kertas yang harus dia tanda tangani sesampainya di ruangan kantornya. Tuan Johan pun mengerjakan berkas berkas itu, soal pekerjaan dia selalu komitmen dan selalu bertanggung jawab. Di dalam kantor dia dikenal sebagai sosok tegas, berwibawa, dan tentunya juga dingin.

Lidia memasuki ruangan Johan dan membawakan secangkir kopi di tangannya.

"Silahkan diminum kopinya Pak", ujar Lidia meletakkannya di atas meja Johan.

"Terimakasih, kamu sekarang boleh pergi", ucap Tuan Johan dingin tanpa melirik ke arah Lidia masih fokus dengan layar laptopnya.

Lidia dengan santainya keluar ruangan Johan dengan senyuman liciknya. Dan tanpa disadari Tuan Johan di dalam minuman itu sudah terdapat obat perangsang yang ditaruh oleh Lidia.

"Permainan dimulai ", batin Lidia menyunggingkan senyum liciknya.

Ruangan Lidia tidak jauh dari ruangan Tuan Johan yang hanya saja dibatasi oleh kaca. Sehingga Lidia bisa melihat Tuan Johan meminum kopi yang baru saja di berinya obat perangsang itu.

Lidia yang melihat Tuan Johan seperti kepanasan dan mulai tidak nyaman, dia pun mulai menjalankan rencananya.

"Apa bapak baik baik saja?", tanya Lidia sok perhatian.

"Apa yang kamu masukkan ke dalam minuman saya?", tanya Tuan Johan menahan hasratnya melihat Lidia yang hampir setengah telanjang di depan matanya.

"Saya tidak memasukkan apa apa Pak hanya saja saya menaruh obat ini", dengan wajah sok polos dia menunjukkan kotak obat perangsang terhadap Tuan Johan.

"Kau kurang ajar", emosi Tuan Johan memuncak tapi dia semakin keringat dingin karena obat itu.

Lidia berjalan mendekati Johan dengan senyum liciknya dan mulai membuka atasan bajunya dan menampakkan punggung mulusnya.

"Apa yang akan kamu lakukan dasar j*lang" bentak Tuan Johan berusaha menjauhi Lidia.

"Hussttt bapak jangan berisik nanti ketahuan loh", saat tangannya ingin menyentuh salah satu bagian tubuh Johan. Tiba tiba tangannya di cegat dan di putar kebelakang.

"Lo mau ngapain Daddy gue hah dasar j*lang", bentak Ken tepat di telinga Lidia.

"Auwww tangan gue sakit dasar anak bodoh, lepasin", rintih Lidia berusaha melepaskan dirinya dari cengkeraman tangan Ken.

"Ternyata sikap asli lo udah keluar" cibir Ken mengeratkan genggamannya.

"Mom tolong bawa Daddy ke ruangan itu", usul Ken terhadap Nyonya Ema yang sedari panik melihat suaminya yang semakin menjadi jadi. Nyonya Ema pun memapah tubuh Tuan Johan dan membawanya ke ruangan yang ditunjuk oleh Ken.

Ruangan itu adalah sebuah kamar yang sengaja dibuat untuk pelepas lelah ataupun disaat lembur.

Yang terjadi di dalam kamar hanya Nyonya Ema dan Tuan Johan yang tahu itu. Dan sekarang yang utama adalah menuntaskan Lidia.

"Lepasin gue", teriak Lidia berusaha meronta.

"Gue bakal lepasin lo tapi dengan syarat lo harus pergi dari tempat ini atau lo bakal gue bunuh sekarang juga",

"Cih lo pikir lo siapa, usir gue seenak jidat lo", sinis Lidia.

"gue KEN TRISTAN DEVANDRA pewaris perusahaan ini ngerti nggak lo, dan lo jangan pernah sesekali menginjakkan kaki di perusahaan ini lagi",

"Kalo sampe lo berani menginjakkan kaki di sini kaki lo gue jamin nggak bakal selamat",

"Dan satu lagi jangan pernah sesekali mencelakai keluarga gue, karena gue nggak akan tinggal diam gue nggak akan biarin lo hidup damai", ancam Ken dan jangan lupa dengan senyum devilnya yang terpampang di wajah tampannya.

Lidia yang mendengar ancaman Ken menelan salivanya dengan susah.

"Lo pikir gue takut hah sama anak kecil kayak lo", tantang Lidia balik menutupi rasa takutnya.

"Gue anak kecil", gumam Ken tidak habis pikir dengan ucapan Lidia.

"Pak satpam tolong bawa wanita ini keluar dari kantor", pinta Ken terhadap dua satpam di kantor itu.

"Nggak gue nggak mau", tolak Lidia kasar.

"Jangan sampai gue turun tangan buat ngusir lo dari sini, gue akan seret lo secara paksa kalo lo nggak mau gue usir baik baik", ucap Ken masih mengontrol emosinya.

"Tapi gue nggak mau diusir dari sini", teriak Lidia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman kedua para satpam itu.

"Pak bawa wanita ini pergi dari sini dan satu lagi jangan pernah sesekali membiarkan wanita itu kembali lagi ke kantor ini", ujar Ken menatap sinis ke arah Lidia.

"Baik Tuan Muda", sahut kedua satpam itu dan menyeret Lidia keluar dari ruangan itu.

"Lepaskan! saya bisa jalan sendiri", bentak Lidia terhadap kedua satpam itu dan membetulkan pakaiannya.

"Awas aja lo anak kecil gue bakal buat perhitungan sama lo", ancam Lidia dan pergi meninggalkan ruangan itu.

"Gue nggak takut", gumam Ken dengan senyum kemenangannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Makasih yah udah mampir ke novel pertama aku. Salam dari author Puput . Jangan lupa like, komentar, dan jika perlu favorit juga. Maaf kalo ceritanya gaje.

Salam sehat 💪

GBU😘🤗

Terpopuler

Comments

coni

coni

bau-bau pelakor😌

2021-06-05

1

HIATUS....

HIATUS....

mulai tercium pelakor hahahaha

2021-06-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!