Aku menoleh ke belakang untuk mengetahui siapa yang sudah memegang pundakku. Si jangkung dari kabupaten sebelah sedang berdiri sambil cengengesan di belakangku.
"Oalah, kamu, Ndan. Kirain siapa?" tegurku pada temanku itu.
"Ealah, masih pagi wajahmu sudah kusut kayak kertas ditekuk saja, Im," jawab Bondan.
"Enggak kok biasa saja. Ayo buruan dah!" jawabku ngeles.
"Percuma kamu menutupi dariku, Brother. Emangnya aku nggak tahu insiden apa yang baru saja terjadi," ujar Bondan.
"Emangnya ada insiden apa?" tanyaku.
"Halah, masih ngeles saja. Wajahmu kehilangan gairan karena tingkah Arini barusan, kan?" tanya Bondan.
"Kok kamu tau? Apa kamu melihatnya tadi?" tanyaku.
"Ya iyalah. Aku kan sudah tadi nungguin kamu di halte itu. Kamu saja nggak ngeliat aku," jawab Bondan sambil menunjuk halte yang ada di sebrang jalan.
"Ooo...," gumamku.
"Kamu tau nggak kenapa tingkah Arini tadi aneh?" tanya Bondan sambil meletakkan tangan kirinya di atas bahu kiriku. Kami mengobrol sambil berjalan menuju gerbang sekolah.
"Enggak. Kira-Kira kenapa, ya?" Aku bertanya kepada Bondan dengan wajah kebingungan.
"Tolol kamu, Im. Apa kamu nggak nyadar Arini tadi cemburu sama kamu?" ucap Bondan mengagetkanku.
"Cem-bu-ru?" Aku mengulangi kata itu sambil menghentikan langkah dan menatap lekat mata temanku itu.
"I-ya! Dia itu cemburu melihat kamu akrab dengan cewek.lain di dalam Angkot tadi," jawab Bondan dengan suara tegas.
"HAH???" suara yang keluar secara spontan dari mulutku.
"Nggak usah berlaga bego kamu. Apa kamu tidak menyadari hal itu?" cecar Bondan lagi.
"Enggaklah, Ndan. Mana mungkin Arini punya perasaan seperti itu? Itu hanya asumsimu saja. Mungkin dia lagi datang bulan atau apa gitu jadi emosinya sedang tidak stabil. Lagian, kami saja baru kenal dan tidak ada hubungan apa-apa, masa bisa cemburu begitu? Ngarang kamu!" kilahku.
"Dasar kamu ini emang naif ya dalam urusan hati. Ya, sudah kalau kamu tidak percaya sama omonganku, kamu tinggal lihat ke depannya akan seperti apa," ujar Bondan.
"Oke, Bos. Oh ya, nanti siangnya kita temui Arini, ya?" ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Oke, siap!" jawab Bondan.
Kami pun melangkah memasuki gerbang sekolah. Di samping gerbang sekolah ada pos Satpam. Aku menoleh ke arah pos Satpam. Siapa tahu Satpam aneh itu sedang ada di sana. Aku ingin menyampaikan salam dari Cindy kepada pamannya itu. Sayangnya, yang ingin kutemui sedang tidak ada di tempat itu.
"Nyari siapa, Im?" tanya Bondan.
"Nyari Satpam itu, Ndan. Ternyata dia itu paman dari anak cewek yangbtadi di Angkot bareng aku," jawabku.
"Ooo... Yang cantik itu, ya?" ujar Bondan dengan ekspresi nakalnya.
"Hus ... kamu ini nggak bisa lihat yang bening-bening," ujarku.
"Emangnya air bisa bening? Kenalin aku sama temanmu itu dong, Im!" rayu Bondan sambil memicingkan matanya.
"Emangnya aku sudi ngenalin temanku pada buaya darat seperti kamu?" Aku melotot kepada Bondan.
"Jahat banget kamu, Im! Masa aku dibilang buaya darat?" bela Bondan.
"Masih mau ngeles sama aku? Emanhnya aku nggak tahu gimana cara kamu ngeliat Arini kemarin sebelum kamu tahu ia sedang berduka? Kartumu itu sudah kupegang, paham?" bentakku.
"He he he ... jangan gitu dong, Im! Kalau sama Arini kayaknya aku mundur deh. Anak itu sepertinya kesengsem sama kamu. Tapi plis kenalin aku sama anak cewek yang tadi, ya?" ujar Bondan masih dengan ekspresi merayunya yang bikin aku neg.
"Kesemsem-Kesemsem, sayur asem yang ada. Udah deh ayo buruan kita ke kelas masing-masing! Sudah bel tuh. Ketemu di kantin nanti, ya!" ucapku pada Bondan yang disambut dengan salam perpisahan menggunakan tangan oleh temanku yang bertampang playboy itu.
Pada saat pemberian materi MOS di dalam kelas, aku tiba-tiba merasa ingin buang air kecil. Aku pun meminta ijin kepada Pak Nasrawi untuk pergi ke kamar mandi siswa. Untuk sampai ke kamar mandi siswa, aku harus melewati deretan kelas yang seharusnya dihuni oleh kelas tiga. Namun, karena mereka masih belum masuk, maka ruangan yang kulewati kosong melompong tak berpenghuni. Hanya beberapa kelas tiga yang masuk, yaitu yang terlibat aktif sebagai pengurus OSIS untuk menjadi senior dalam kegiatan MOS ini.
Karena kelas yang kosong, suara langkahku terdengar menggema ketika aku lewat di koridor deretan kelas tersebut. Setelah berjalan selama beberapa menit, akhirnya sampailah aku di kamar mandi yang letaknya bersebelahan dengan ruang perpustakaan. Di antara kamar mandi dan ruang perpustakaan terdapat tangga menuju ke atas. Entah menuju ke ruangan apa di atas, aku belum tahu.
Kamar mandi di sekolahku belum dipisah untuk laki-laki dan perempuan. Hanya terdapat dua kamar mandi tertutup dan satu ruangan besar untuk buang air kecil. Biasanya anak perempuan menggunakan kamar mandi yang tertutup itu, sedangkan anak laki-laki menggunakan ruangan besar untuk buang air kecil. Tapi, kalau anak laki-laki mau buang air besar, ya, menggunakan kamar mandi tertutup itu juga. Miris juga sebenarnya, sekolah favorit ini ternyata belum memiliki sanitasi yang cukup. Beginilah nasib sekolah negeri mungkin, pembangunan fisiknya sangat bergantung pada bantuan dari pemerintah.
Aku pun masuk ke ruangan yang besar itu untuk buang air kecil. Saat aku buang air kecil, tanpa sengaja aku melihat seseorang sedang berdiri di pintu masuk ruangan ini. Tapi, aku tidak dapat melihat badannya secara utuh karena terhalang tembok. Tapi, dari seragamnya aku yakin dia adalah Satpam sekolah ini. Dalam hati aku berpikir, ngapain dia berdiri di depan pintu masuk kamar mandi? Aku pun buru-buru menyelesaikan hajatku dan menyiram bekas air seniku dengan air yang memancar dari keran. Setelah selesai, aku buru-buru keluar untuk mengejar Satpam itu. Sayangnya, aku terlambat. Satpam itu sudah tidak ada di sana lagi. Aku penasaran, kemana perginya Satpam itu. Kenapa ia bisa menghilang dengan begitu cepat. Saat aku berusaha mencari keberadaan laki-laki misterius itu, aku mendengar suara langkah kaki dari atasku. Iya, sepertinya itu suara Satpam itu. Dan kali ini, ia sedang menaiki tangga menuju lantai atas.
"Ada ruangan apa di atas perpustakaan ini? Benarkah itu suara langkah kaki Satpam itu? Apa aku sebaiknya mengejar pria itu ke atas sekarang untuk mengobati rasa penasaranku?" Aku bertanya-tanya di dalam hati. Akhirnya setelah menimbang-nimbang selama beberapa detik, aku pun memutuskan untuk naik ke atas tangga berwarna krem itu untuk memeriksa keadaan di atas. Secara perlahan aku melangkah menaiki satu persatu anak tangga. Belum lengkap sepuluh anak tangga kunaiki, tiba-tiba ...
BERSAMBUNG
Tiap hari bangka dada
Percuma le deng ngana
Updatenya tidak lama
Bagaimana perasaan Anda?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓽𝓲𝓫𝓪" 𝓪𝓹𝓪 𝓘𝓶𝓻𝓪𝓷🤭🤭🤭🤭🤭🤭
2022-10-02
0
Wulandk_
napa gt ya stiap toilet dket perpus selalu angker, persis kek disklhanku dl
2022-04-12
1
chandra harp
456
2022-02-02
1