Kupandangi wajah kebingungan Indah selama beberapa detik. Aku melihat raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak sedang berbohong.
"Ndah, aku dan Bondan yakin ada sesuatu yang tidak beres di lantai atas itu. Menurutmu bagaimana?" lontarku
"Sama dengan kalian berdua, aku juga merasa aneh dengan larangan untuk naik ke lantai atas itu, lebih-lebih setelah aku tahu ternyata diam-diam ada seseorang yang naik ke atas," seloroh Indah
"Mau nggak kamu gabung dengan kami berdua untuk menyelidiki kejanggalan tersebut?" ucapku dengan nada sedikit dipelankan takut terdengar oleh orang lain yang tiba-tiba melintas.
"Hm ... bagaimana kalau ternyata penutupan area tersebut hanya disebabkan konstruksinya yang kurang stabil saja?" gumam gadis berbadan mungil tersebut.
"Maka dari itu kita harus menyelidikinya dengan saksama. Gimana, Ndah?" cetus Bondan.
"Baiklah, aku mau bergabung dengan kalian berdua. Tapi ...," gumam anak perempuan itu.
"Tapi apa, Ndah? tanyaku penasaran.
"Tapi kita harus melakukannya dengan sangat hati-hati. Jangan sampai apa yang kita lakukan ini diketahui oleh guru soalnya aku-," terang Indah.
"Emang kamu kenapa, Ndah?" tanya Bondan.
"Soalnya aku ini sebenarnya tidak lolos masuk ke sekolah ini. Hanya saja karena ada beberapa pendaftar yang mengundurkan diri, makanya aku bisa diterima di sini. Aku takut kalau aku ketahuan membuat masalah, statusku di sekolah ini bisa terancam," jawab Indah dengan suara pelan.
"Oalah ... Ya, tentu kita akan melakukan segala sesuatunya dengan hati-hati," jawabku berusaha menenangkan Indah.
"Ya sudah, kalau begitu kita masuk ke kelas dulu sekarang. Nanti kita ketemu lagi setelah salat Zuhur," tegasku.
Kami pun masuk ke kelas masing-masing untuk mengikuti kegiatan MOS selanjutnya. Sesuai dengan kesepakatan yang sudah kami buat sebelumnya, selepas salat Zuhur di salah satu kelas yang difungsikan menjadi musala, aku dan Bondan menunggu kedatangan Indah di kantin sekolah. Pada istirahat kedua ini, kami hanya memiliki waktu sepuluh menitan setelah salat, sebelum kembali ke dalam kelas untuk mengikuti kegiatan lanjutan MOS. Pada jam-jam setelah salat begini, beberapa stand di kantin sudah ada yang tutup karena biasanya jumlah anak-anak yang berbelanja sangat sedikit. Menyisakan Bu Ti dan Bu Mo sebagai pedagang gorengan dan cemilan ringan yang selalu bertahan sampai anak-anak pulang semuanya.
"Indah kok belum datang ya, Ndan?" tanyaku pada temanku itu sambil mengunyah tahu isi yang baru saja kubeli dari Bu Ti.
"Mungkin dia lupa, Im," jawab Bondan sambil menenggak es limun rasa sirsak yang baru ia beki kepada Bu Mo.
"Masa sih dia lupa? Atau dia berubah pikiran karena takut akan risiko yang harus ia tanggung kalau sampai ketahuan guru?" cetusku.
"Hm ... kalau dilihat dari tampangnya sih sepertinya dia bukan tipe orang yang mudah berubah pikiran," jawab Bondan.
"Iya. Aku yakin dia akan datang menepati janjinya pada kita," jawabku.
Tak terasa akhirnya tahu isi di tanganku sudah habis, minuman di gelas plastik yang dipegang oleh Bondan juga telah ludes diseruput. Namun, batang hidung gadis mungil itu belum juga kelihatan. Kami berdua tidak bisa menyembunyikan kekecewaan yang kami rasakan saat itu. Kami pun sudah bersiap meninggalkan area kantin sebelum akhirnya kami mendengar suara hentakan kaki orang yang sedang berlari.
"Im ... Bondan ...," teriak seorang perempuan memanggil nama kami berdua yang sedang membayar pembelanjaan kepada Bu Ti dan Bu Mo. Kami menoleh ke belakang.
"In-dah?? Alhamdulillah ...," pekik kami berdua.z
Anak perempuan berbadan mungil itu pun jongkok di hadapan kami sambil menarik napas dalam-dalam.
"Kenapa kamu kayak kesurupan gitu, Ndah?" tanya Bondan dengan penuh perhatian.
"A-ku habis dari kamar mandi, Ndan. Tadi habis salat Zuhur mendadak perutku mulas. Mohon maaf aku datang terlambat," pekik Indah.
"Oke, santai, Ndah. Yang penting kamu sudah datang kami sudah senang," jawabku sambil mengambil tempat duduk lagi.
Setelah mengatur napasnya, Indah kemudian duduk bersama kami bertiga.
"Kita hanya punya waktu sekitar dua menit sebelum bel masuk berbunyi. Sebaiknya kita langsung fokus pada pembagian tugas masing-masing saja," tuturku mengawali pembicaraan.
"Aku sudah memikirkan strategi terbaik selama di kamar mandi tadi, Im, Ndan," sela Indah.
"Oh, ya, coba utarakan strategimu!" tandasku.
"Kamu fokus mencari informasi dari petgas penjaga perpustakaan, Im. Aku akan fokus memeriksa daerah di sekitar tangga dan kamar mandi, sednagkan Bondan bertugas mengawasi orang yang akan datang ke tangga. Gimana, Im, Ndan?" tutur Indah.
"Apa tidak sebaiknya aku saja yang memeriksa kamar mandi dan tangga?" sela Bondan.
"Tidak, Ndan. Sebenarnya tadi pas aku di kamar mandi, aku mengalami hal ganjil," ujar Indah.
"Hal ganjil apa, Ndah?" tanyaku penasaran.
"Sama seperti sebelumnya, aku mendengar suara langkah kaki mondar-mandir di depan pintu. Suaranya persis seperti pas waktu itu. Karena sakit perut, aku tidak dapat mengintip ke arah luar. Namun, tiba-tiba aku seperti mendengar suara seseorang berbisik dari balik pintu kamar mandi. Suaranya sangat serak dan bikin bulu kuduk merinding," lanjut cerita Indah.
"Terus?" sela Bondan dengan matanya yang menunjukkan rasa keingintahuan yang sangat tinggi.
"Suara itu mengulang-ulang kata 'alun-alun' selama beberapa kali," jawab gadis mungil di depanku ini.
"Alun-Alun?" tanyaku pada Indah.
"Iya, Im. Suara itu mengatakan kata tersebut beberapa kali. Anehnya, suara yang kudengar itu tidak seperti suara bisikan manusia pada umumnya," terang Indah.
"Maksud kamu yang membisikimu itu makhluk halus?" pekik Bondan.
"Entahlah, Ndan. Aku tidak dapat menyimpulkannya sekarang. Maka dari itu aku ingin memeriksa keadaan di sana sekali lagi, siapa tau ia datang lagi, Ndan" jawab Indah.
"Kamu yakin berani kalau suara itu datang lagi, Ndah?" tanyaku ragu.
"Aku harus berani, Im. Kalau tidak, aku akan penasaran seumur hidup. Sejak kecil aku paling tidak bisa menahan rasa penasaran," jawab Indah kekeuh.
"Tapi, Ndah-" selaku.
"Tidak, Im. Aku harus melakukannya. Aku bukan sekali ini berada di posisi seperti ini. Dulu, ketika aku masih SMP, aku pernah terganggu dengan suara-suara aneh dari arah gudang sekolah. Pada saat jam pulang, aku memberanikan diri memeriksa gudang tersebut, ternyata di dalam sana ada seorang gadis sedang disekap. Dan kamu tahu tidak pelaku penyekapannya itu adalah Pak Kebun di sekolahku itu. Aku hampir saja ketahuan oleh Pak Kebun tersebut. Untunglah aku masih sempat melarikan diri dan meminta bantuan orang-orang di sekitar sekolah. Akhirnya Pak Kebun itu pun diringkus oleh orang-orang. Ternyata, anak perempuan itu sudah disekap hampir sebulan di tempat tersebut. Anak gadis itu baru saja kabur dari rumahnya karena tidak dituruti keinginannya oleh orang tuanya. Pak Kebun menemukan anak tersebut di jalan dan pura-pura menolongnya. Ternyata, ia malah menyekap anak itu hampir sebulan lamanya. Bayangkan kalau saat itu aku tidak memberanikan diri melawan rasa ketakutanku? Jadi, tolong biarkan aku sekarang melakukannya sekali lagi, oke?" terang anak perempuan berjilbab di depanku.
Dan aku pun tidak punya alasan untuk menolak keinginannya. Tepat saat bel berbunyi, aku dan Bondan mengangguk tanda setuju dengan pembagian tugas yang diutarakan oleh Indah.
BERSAMBUNG
Kolak pisang campur es dawet
Habis tadarus, enaknya lanjut baca yang lagi update
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓘𝓷𝓭𝓪𝓱 𝓹𝓮𝓶𝓫𝓮𝓻𝓪𝓷𝓲 𝔂𝓪👏👏👏👏👏👏
2022-10-02
1
Ivanka Anata
Dannnnn 2 menit pun lewat hanya krn kalian ngobrol yg gak jelas
2022-07-13
2
fziar aksara
indah,imran versi cewek🗿
2022-04-06
2