Aku sengaja mengabaikan gurauan Bondan karena aku mau fokus pada tugasku saja. Di rak ketiga ini, aku memeriksa urutan nomer kode buku yang kupegang, namun ternyata tidak ada juga. Untunglah, aku baru ingat kalau setiap rak buku di perpustakaan ini memiliki dua sisi yang sama-sama berisi deretan buku. Kali ini aku sangat yakin kalau tempat buku ini adalah di sisi yang lain dari rak ini, yaitu sisi yang paling dalam dari ruangan ini. Dengan terburu-buru aku berjalan meninggalkan posisiku sekarang menuju sisi sebelah dalam dari rak di depanku. Dan kali ini aku benar-benar terkejut karena di depanku sudah berdiri seseorang dengan pakaian Satpam sedang berdiri membelakangiku. Dari bentuk tubuh bagian belakang pria ini, aku yakin dia adalah orang yang sama dengan yang kulihat di depan ruangan Ekskul musik tadi.
"P-p-paaak! S-s-s-saya m-m-mau meletakkan buku ini!" ucapku dengan terbata-bata.
Selama beberapa detik aku menunggu reaksi penjaga keamanan di sekolahku itu. Barangkali dia akan memarahiku, aku sudah siap. Tapi, aku tunggu sekitar setengah menit, ia tak kunjung membalikkan badannya, seolah tidak memperdulikan perkataanku. Menyadari hal itu, aku pun segera meletakkan buku yang kubawa di rak yang sesuai dan aku pun segera berjalan agak cepat menuju pintu yang masih tertutup rapat.
Dok! Dok! Dok!
"Buka pintunya, Ndan! Plis, ada orang di dalam sini!" teriakku agak sedikit marah kepada Bondan.
"Ha ha ha ... Apaan kamu, Im? Nggak ada orang di dalam. Kalu hantu, mungkin ada," teriakan Bondan dari arah luar dengan nada bercanda.
"Buruan buka pintunya, Ndan! Serius ada orang di sini!" teriakku kembali.
"Iya deh aku bukain sekarang," suara yang terdengar dari balik pintu.
Aku menoleh lagi ke arah belakang. Dari sela-sela ruang kosong di atas jejeran buku di rak, aku dapat melihat bahwa Satpam itu masih berdiri di sana. Tapi, sepertinya posisinya sudah menghadap ke arah yang berkebalikan dengan semula.
"Im, pintunya kok mendadak kekunci, ya?" suar Bondan dari balik pintu.
"Nggak usah bercanda kamu, Ndan! Ini sudah sore, aku mau pulang!" teriakku dengan semakin emosi.
"Aku tidak bercanda, Im. Ini aku nyobain muter gagang pintunya tapi nggak bisa, padahal barusan masih oke. Coba kamu putar gagang pintunya dari dalam, Im!" teriak Bondan dengan nada kebingungan.
Mendengar pe'ngakuan Bondan, aku pun segera memutar gagang pintu dari dalam, tapi entah kenapa gagang itu seperti ada yang menahan.
"Nggak bisa juga, Ndan. Berat banget kalau diputar gagangnya!" teriakku pada Bondan.
"Duh, gimana ini, Im?" Bondan bersuara semakin kebingungan.
Dalam kebingungan seperti itu, aku seperti mendengar suara langkah sepatu di belakangku. Aku pun menoleh ke belakang. Ternyata Satpam itu melangkah dari posisinya semula. Sepertinya ia akan berjalan ke tempatku. Namun, yang kulihat saat itu, ia masih berjalan menyamping segaris dengan rak buku. Entah kenapa aku merasa takut dengan kedatangan Satpam itu, padahal seharusnya aku senang siapa tahu Satpam itu bisa membantuku membuka pintu yang sedang terkunci sendiri ini. Tapi tidak, aku merasa seperti ada yang aneh dengan kemunculan sosok Satpam itu.
Dok! Dok! Dok!
"Buruan, Ndan! Aku nggak bisa membuka pintunya dari dalam!" teriakku lagi dengan penuh kepanikan.
Tidak ada jawaban dari balik pintu. Aku semakin kebingungan.
"Ndaaaaa!!! Kemana kamu?Buruan buka pintunya!" teriakku dengan semakin keras dan panik.
Sementara suara sepatu itu sepertinya sudah berbalik di pojok rak dan sedang menuju ke arahku. Aku tidak berani menoleh ke belakang untuk melihat wajah Satpam itu. Aku masih terus berusaha memutar gagang pintu yang tertutup rapat itu dan berteriak memanggil nama temanku.
Kletek! Brak!
Tepat saat suara sepatu itu berhenti tepat di belakangku, pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Bondan muncul dari balik pintu. Aku pun segera menarik tangan Bondan untuk berlari meninggalkan ruangan kecil tersebut. Bahkan tak sampai lima belas detik, kami berdua sudah berhasil keluar dari ruangan perpustakaan itu. Alhasil, napas kami berdua menjadi kembang kempis karena berlari.
"Kamu kenapa, Im, kok mengajak aku berlari padahal kita bisa berjalan saja biar nggak kehabisan napas, kan?" tanya Bondan kebingungan ketika kami berdua sudah sampai di pintu gerbang.
Aku tidak langsung menjawab pertanyaan temanku itu karena napasku masih ngos-ngosan. Baru setelah napasku mulai teratur, aku mulai bersuara.
"Kamu ini kalau bercanda lihat Sikon dulu lah! Masa di tempat sepi kayak tadi aku malah dikunci di dalam ruang sempit," jawabku sambil mengatur napas.
"Oalah ... Iya deh, aku minta maaf masalah itu. Habisnya kamu lama sekali di dalam sana," jawab Bondan berkilah.
"Gimana nggak lama, lah wong di dalam agak gelap. Jadi aku kesulitan mencocokkan kodenya. Mana aku ketemu Satpam aneh itu lagi di dalam," ujarku dengan nada kesal.
"Satpam yang di ruangan Ekskul musik?" Bondan bertanya dengan nada keheranan.
"Iya lah. Yang mana lagi?" jawabku.
"Loh, kok bisa secepat itu dia ada di dalam sana? Padahal kan, kita duluan yang masuk ke ruangan itu?" tanya Bondan lagi.
"Nah itu dia, Ndan. Aku juga kaget waktu ngeliat dia tiba-tiba sudah ada di dalam ruangan sempit itu," jawabku.
"Apa dia diam-diam masuk ke ruangan Perpus sewaktu kita berdua asyik menata buku di ruangan utama?" tanya Bondan..
"Bisa jadi seperti itu. Tapi cara munculnya itu yang bikin aku syok, Ndan," ujarku.
"Maksudmu?" tanya Bondan.
"Dia selalu tidak menyahut kalau diajak berbicara dan selalu memunggungiku," jawabku.
"Iya juga, sih!" ujar Bondan sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Loh, bukankah sewaktu kamu membukakan pintu kamu sempat melihat wajah Satpam itu? Dia kan tepat berada di belakangku," ujarku.
"Enggak lah. Nggak ada siapa-siapa di belakangmu selain bau parfum minyak nyong-nyongmu yang cukup menyengat tiba-tiba berhembus mengganggu indera penciumanku," jawab Bondan.
"Suer, Ndan. Satpam itu berdiri tepat di belakangku sebelum aku berhasil keluar dari ruangan sempit itu. Perihal minyak nyong-nyong, sori ya? Aku nggak pake minyak aneh-aneh begitu. Aku sukanya yang aroma sporty. Ibu yang membelikanku di toko yang ada di perumahan dekat kampungku," jawabku membela diri dari bullyan Bondan.
"Loh, beneran nih tadi pas kamu keluar dari ruangan itu, aku mencium bau minyak nyong-nyong kayak yang biasa dipakai orang-orang untuk parfum jenazah," jawab Bondan dengan nada serius.
"Kamu yakin, Ndan?" tanyaku memastikan.
"Iya, Im" jawab Bondan.
"Ndan, pulang yuk! ..." bisikku sambil menoleh ke arah belakang ke pelataran sekolahku.
"Kenapa, Im?" tanya Bondan melihatku celingukan.
"Hm .... hawanya mulai nggak enak nih," jawabku.
"Ayo dah, kita pulang saja!" jawab Bondan sambil menarik pergelangan tanganku.
Bersambung
Selamat berbuka puasa
selamat menikmati es blewah
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Susi Hidayati Yukky
imran terus yg di ganggu .. kasihan
2023-02-20
1
Ganuwa Gunawan
klu aku..tiap buka puasa slu ada es kelapa asli dr pohon nya thor..
2022-12-28
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓑𝓸𝓷𝓭𝓪𝓷 𝓫𝓮𝓬𝓪𝓷𝓭𝓪 𝓷𝔂𝓪 𝓴𝓶𝓾 𝓴𝓮𝓽𝓮𝓻𝓵𝓪𝓵𝓾𝓪𝓷 𝓭𝓮𝓱🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️🤦♀️
2022-10-02
0