Detik demi detik berlalunya kedua temanku itu benar-benar aku rasakan. Entah mengapa, semakin mereka menjauhi posisiku berdiri, suasana seram di dalam kamar jenazah ini semakin terasa saja. Untunglah bulu kudukku belum merinding, sejauh ini bulu kudukku kalau sudah merinding menandakan benar-benar ada makhluk astral di dekatku. Hanya suasana pengap dan hening saja yang aku rasakan saat itu. Namun, itu sudah cukup membuat darahku mendesir dengan cepat.
Aku memutar tubuhku untuk mengamati keadaan sekitar ruangan ini. Tembok ruangan ini berwarna putih, namun sudah kusam karena lama tidak dicat ulang. Bau zat kimia begitu santer di ruangan ini. Mungkin zat tersebut yang digunakan untuk mengawetkan jenazah supaya tidak membusuk sambil menunggu dijemput oleh keluarganya. Suasana hening dan mencekam seperti ini mengingatkanku saat menjaga ibuku di Puskesmas beberapa tahun yang lalu. Kebetulan waktu itu aku sempat diganggu oleh beberapa penghuni tak kasat mata di Puskesmas tersebut.
"Ya Tuhan ... kenapa aku malah mengingat-ingat kejadian tersebut di tempat seperti ini?" bisikku di dalam hati.
Menyadari kekeliruanku tersebut, aku pun segera mengalihkan pikiranku terhadap hal-hal yang lain agar tidak memicu makhluk-makhluk halus di sini untuk menggangguku. Aku pun mencoba bersenandung di tempat tersebut. Mungkin sudah apesnya, yang aku senandungkan malah reff lagu mistis band sekolah lamaku. Ampun dah!
Pikiranku menjadi kacau balau semenjak ditinggal oleh kedua temanku barusan. Segala cara kulakukan untuk menghilangkan pikiran buruk itu malah yang terjadi sebaliknya. Lampu di ruangan tersebut yang semula terang benderang, tiba-tiba meredup dengan sendirinya. Alhasil, suasana di ruangan tersebut menjadi semakin mencekam saja. Tidak cukup sampai di situ saja, selanjutnya aku mendengar suara seperti korsleting listrik dari lampu bohlam di ruangan tersebut.
"Tidak! Apakah lampunya akan mati?" pekikku di dalam hati.
Menyadari ketidakberesan yang terjadi, aku pun berinisiatif untuk keluar saja dari ruangan tersebut sebelum lampu bohlam tersebut benar-benar mati dan aku terjebak di dalamnya.
TAP TEP TAP TEP
Saat aku melangkah untuk meninggalkan ruangan tersebut, tiba-tiba aku mendengar suara langkah seseorang dari arah luar ruangan ini menuju ke tempatku berada. Beberapa detik kemudian, aku melihat si pemilik suara langkah kaki itu pun muncul dari balik pintu.
"Mau kemana, Dik?" sapa laki-laki yang ternyata adalah petugas kamar mayat yang tadi membawa kedua temanku keluar ruangan ini.
"I-i-ini saya mau ke luar dulu Pak, soalnya lampunya kayak konslet," jawabku dengan gugup.
"Lampunya emang begitu, tidak apa-apa. Ayo, kita ke dalam untuk melihat mayatnya!" ucap pria itu dengan nada datar sebagai ciri khasnya.
Entah mengapa, setiap mendengar perkataan bapak petugas kamar mayat ini, aku merasa tidak bisa membantahnya. Ada faktor tidak enak yang merasuk ke pikiranku. Mungkin dari intonasi atau emang pembawaan bapak petugas ini yang setiap berbicara harus aku turuti. Padahal, ada hal mengganjal yang ada di pikiranku saat itu. Ya, aku bertanya pada diriku sendiri,
"Kemana perginya Bondan dan Arini?"
Tanpa menggubris kegusaranku, bapak petugas melangkah berpapasan denganku menuju pintu yang masih tertutup di dalam ruangan itu. Bau zat kimia menyengat menebar dari pakaian yang dikenakan pria tersebut.
"Duh, berat juga ya jadi petugas kamar mayat? Tiap hari berhadapan dengan mayat dan zat-zat kimia yang mungkin tidak baik untuk kesehatan," pikirku di dalam hati.
Aku berjalan tepat di belakang pria berusia empat puluh tahunan tersebut. Saking dekatnya, punggung pria itu berada tak lebih dari semeter di depanku. Aku berjalan mengikutinya menuju ke pintu yang masih tertutup itu. Beberapa detik kemudian, kami berdua menghentikan langkah karena kami sudah tepat berada di depan pintu yang tingginya sekitar dua meteran dan lebarnya sekitar satu setengah meter. Bapak petugas memutar knop pintu bermodel kuku tarung dan berbahan melanin itu.
"Pak, apa tidak sebaiknya kita menunggu teman-temanku terlebih dahulu?" Entah dari mana datangnya keberanianku sehingga keluar kata-kata itu dari mulutku, tepat saat petugas kamar mayat di depanku ini akan mendorong daun pintu ke arah dalam.
Petugas kamar mayat tersebut menoleh sejenak ke arahku. Menatap mataku dengan wajah dinginnya. Saat itu aku berujar pada diriku sendiri bahwa apa pun yang akan dikatakan oleh pria di depanku ini, akan aku iyakan saja. Dari pada dia marah dan urung memberikan kesempatan kepada kami untuk memberikan ijin memeriksa mayatnya.
"Sebentar lagi teman-temanmu juga akan menyusul ke sini. Biar kita siapkan dulu mayatnya," jawabnya masih dengan nada datar, tapi kali inj lebih tegas. Bahkan kalau boleh saya katakan, ia terlihat agak marah.
"B-b-baiklah, Pak!" jawabku perlahan.
"Kenapa? Kamu takut, ya?" ucap pria itu lagi tanpa menoleh ke arahku lagi Kali ini ia fokus mendorong daun pintu itu ke dalam hingga pintu ruangan itu pun terbuka sangat lebar.
"Astagfirullah!" pekikku spontan begitu melihat deretan brankar di dalam ruangan itu. Ada sekitar sepuluh brankar di dalam ruangan tersebut yang terjajar rapi. Sementara di sekelilingnya terdapat kotak-kotak mirip kitchen set, tapi ukurannya lebih lebar. Mungkin di kotak-kotak mirip kitchen set itulah, beberapa mayat disimpan. Hawa dingin menyergap tiba-tiba, sepertinya berasal dari kotak-kotak itu. Yang bikin aku bergidik ngeri adalah, di atas brankar-brankar itu terdapat onggokan tubuh yang ditutup dengan kain putih.
"Tidak usah takut. Semua yang hidup pasti akan mati ...," ucap pria tersebut secara tiba-tiba.
"I-i-iya, Pak!" jawabku gemetaran.
"Mayat sopir angkot itu ada di sebelah sana," ucap bapak petugas sambil menunjuk ke salah satu jenazah yang letaknya paling ujung. Untuk mencapainya, aku harus melewati beberapa jenazah yang lain.
"I-i-iya, Pak. Kita tunggu kedua temanku datang terlebih dahulu. Karena salah satu temanku yang akan memeriksa mayat tersebut apakah ayahnya atau bukan," jawabku masih dengan perasaan tak menentu.
"Im ...," Pria itu tiba-tiba memanggil namaku. Entah dari mana ia bisa tahu namaku padahal kita belum berkenalan. Mungkin kedua temanku yang telah memberitahukan namaku pada pria tersebut. Pria itu tidak hanya memanggilku, tapi dia juga memegang tangan kiriku. Suhu tubuh pria tersebut sangat dingin. Bahkan lebih dingin dari suhu di ruangan ini.
"A-a-ada apa, Pak?" tanyaku.
"Ada yang sudah merencanakan kecelakaan yang menimpa sopir angkot itu," jawab petugas itu dengan suara agak tinggi.
"Apa maksud Bapak?" tanyaku dengan rasa penasaran.
Pria itu menoleh ke arahku dan menatap lekat kedua mataku. Sepertinya ia akan menyampaikan sesuatu. Hingga kemudian ...
BRAAK!!
BERSAMBUNG
Bang Mamat jualan pulsa
Bang Amir jualan kuota
Selamat menunaikan ibadah puasa
Semoga amal ibadah kita diterima oleh Sang Pencipta.
Jangan lupa untuk membaca novelku yang lain
KAMPUNG HANTU
MARANTI
Novel ini juga tayang di aplikasi KBMApp dengan judul yang sama dan nama penulis Junan1983
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Tantina Wyvaldia
agaknya petugas yang barusan datang itu jelmaan dari salah satu jenazah di kamar mayat ini
2024-04-21
0
Susi Hidayati Yukky
dirasuki kah.?? atau arwahnya menyamar .?
2023-02-20
0
Ganuwa Gunawan
bang Mamat jualan pulsa
bang Amir jualan kuota...
yg jualan kolor sapa thor...???
2022-12-27
0