"Ndan, Pak Satpam tadi ke mana, ya? Kok, tiba-tiba ngilang begitu saja?" tanyaku pada Bondan.
"Ah, palingan dia sudah masuk ke ruangan lain," jawab Bondan.
"Masa secepat itu, Ndan?" tanyaku lagi.
"Apa perlu kita periksa lagi ke sana, Im?" tanya Bondan seakan kesal dengan kecurigaanku.
"Nggak perlu, Ndan. Lebih baik kita ke Perpus saja. Biar tidak terlalu sore. Hawanya mulai nggak enak nih. Sudah tidak ada anak-anak yang berseliweran. Sepertinya mereka sudah pulang semua," jawabku.
"Oke, ayo kita segera ke Perpus saja!" ujar temanku itu.
Kami berdua pun menyusuri koridor ruangan kelas di sebelah selatan. Pada bagian ujung deretan ruangan itu terdapat ruang UKS yang kondisi pintunya masih terbuka. Pada saat kami menoleh, melalui pintu yang terbuka, kami melihat ada seseorang dengan jas Lab berwarna putih sedang duduk membelakangi kami. Aku dan Bondan hanya saling memandang, tidak berani menyapa orang tersebut karena kami belum mengenalnya.
"Siapa kira-kira perempuan barusan, Ndan?" tanyaku.
"Kalau tidak anak ekskul PMR ya bu guru pembina PMR, Im," jawab Bondan juga kebingungan.
"Ngapain sesore ini dia belum pulang. Sendirian lagi," jawabku.
"Ya, barangkali dia lagi ada kerjaan, Im" cetus Bondan.
"Posenya janggal, Ndan. Masa duduk nggak gerak-gerak sedikitpun?" ucapku.
"Lagi ngelamun kali dia, Im?" ucap Bondan.
"Iya kali, ya," jawabku
Sepuluh meter setelah meninggalkan ruang UKS tersebut, sampailah kami di depan ruang perpustakaan yang pintunya masih terbuka lebar. Sayangnya, kami tidak melihat satu orang pun di sana.
"Kok sepi banget ya, Im?" tanya Bondan.
"Iya, Ndan. Apa petugas penjaga Perpus sudah pulang semua, ya?" Aku balik bertanya.
"Mungkin begitu. Tapi, mengapa pintu depan masih terbuka?" tanya Bondan.
"Hm ... mungkin yang bertugas menutup pintu depan adalah orang lain," ujarku.
"Maksud kamu Pak Satpam yang tadi?" kini Bondan yang balik bertanya.
"Hm ... Ayo buruan kita rapikan buku-buku itu saja, Ndan!" jawabku sambil menarik lengan temanku itu.
Kami berdua pun segera menuju ke meja besar tempat buku-buku berserakan. Kami memunguti buku-buku yang berserakan di meja itu untuk dikembalikan ke raknya masing-masing, sesuai dengan nomer kode bukunya.
"Awas, jangan sampai ada yang salah kodenya, Im. Bisa-bisa kita dimarahi lagi sama Bu Nonik kalau sampai petugas perpustakaan ini melaporkan hasil pekerjaan kita ke Bu Nonik," ucap Bondan.
"Tenang, Ndan. Aku hati-hati kok!" jawabku.
Kami pun bahu membahu mengembalikan buku-buku itu ke raknya masing-masing.
"Im, buku ini di mana ya raknya?" tanya Bondan sambil menimang-nimang buku di tangannya.
"Kan, ada kodenya, Ndan?" tanyaku.
"Ada. Tapi di ruangan ini tidak ada rak yang kodenya sesuai," jawab Bondan.
"Coba kulihat!" jawabku sambil mengambil buku itu dari tangan Bondan.
"Hm ... Nomernya ribuan, ya?" tanyaku pada Bondan.
"Itu dia. Mulai tadi aku berkeliling ruangan ini. Tidak ada rak yang sesuai," jawab Bondan.
"Apa di ruangan yang terbuka sedikit itu, Ndan?" tanyaku pada temanku itu.
"Maksudmu ruangan yang agak gelap di pojok itu?" tanya Bondan.
"Iya, Ndan," jawabku.
"Aku nggak berani masuk ke situ, Im. Kayaknya siswa nggak boleh masuk ke situ," jawab Bondan.
"Lantas, bagaimana dengan buku ini? Apa kita biarkan di sini saja?" tanyaku.
"Jangan juga sih. Ntar kita berdua dikira tidak serius mengerjakan tugas tambahan yang sudah kita sepakati dengan Bu Nonik," jawab anak laki-laki di sampingku itu.
"Gimana kalau kita taruh buku ini di rak lain?" Aku berusaha memberi ide.
"Coba kamu lihat daftar peminjaman buku itu di halaman belakang! Hm ... Hampir tiap hari buku itu dipinjam siswa kan? Kalau sampai petugas Perpus tidak melihat buku itu di raknya, kita berdua yang bakalan kena," ujar Bondan dengan tegas.
"Iya juga, Ndan," jawabku sambil mengamati bagian belakang buku itu yang berisi daftar nama peminjam buku berjudul 'Pocong In The School' itu.
"Ayo sudah, Ndan. Kita masuk ke ruangan itu terus buru-buru kita tinggalkan ruangan ini!" ucapku.
"Oke," jawab Bondan.
Kami berdua pun melangkah bersama menuju bagian belakang dari ruang perpustakaan ini. Di ujung ruangan sampailah kami pada sebuah pintu yang sedikit terbuka dengan bagian di dalamnya hanya diterangi lampu yang agak remang.
"Im, kamu yang masuk, ya! Aku berjaga-jaga di depan pintu ini!" ucap Bondan.
"Kenapa nggak masuk barengan saja, Ndan?" protesku.
"Jangan, Im. Ntar kalau pas kita masuk barengan, kemudian pintunya tertutup dan terkunci sendiri kayak di film-film horor itu gimana?" ucap Bondan dengan berbisik.
"Halah, kamu ini malah ngomong kayak gitu? Bikin suasana makin nggak enak saja, Ndan. Ya sudah, aku yang masuk ke dalam. Awas kamu jangan usil, ya!" ucapku pada Bondan.
"Tenang, Im. Ngapain aku ngusilin kamu kayak nggak ada kerjaan sama. Mending aku ngusilin Arini, mending ada manjs-manisnya," ucap Bondan.
"Apa?" Aku bertanya seolah tidak percaya Bondan berkata seperti itu.
"Iya, ngusilin Arini. Emang kenapa? Cie cie ... Kamu cemburu, ya?" goda Bondan.
"Huuuus!!! Sudah, aku mau masuk. Minggir!" ucapku sambil membuka pintu yang awalnya terbuka sedikit itu. Bondan kemudian berdiri di tengah-tengah pintu yang sudah terbuka lebar itu.
Aku masuk ke dalam ruangan yang lebih pengap dari ruangan sebelumnya. Ruangan tersebut memiliki ukuran sekitar empat kali empat meter. Ada tiga rak buku panjang di dalamnya yang membujur ke samping. Kalau melihat dari daftar kode yang ditulis di setiap rak, sepertinya memang di sinilah tempat buku yang kupegang ini berasal. Aku pun memeriksa kode yang ada di setiap rak buku dengan kode yang tertulis di buku yang kupegang. Dua rak sudah kuperiksa namun nomernya belum sesuai. Tinggal rak ketiga yang letaknya paling ujung yang belum aku datangi. Aku pun melangkah menuju rak ketiga secara perlahan. Semakin masuk ke dalam ruangan itu, pencahayaannya semakin berkurang karena lampu penerangnya ternyata terletak menyamping disebelah pintu masuk. Dalam keadaan kurang pencahayaan seperti itu, entah mengapa aku merasa tidak sedang berada sendirian di ruangan itu. Aku berusaha menepis kecurigaanku itu dengan tetap melangkah menuju ke rak nomer tiga. Sialnya, aku mendengar suara 'ceklek' dari arah belakangku setelah terdengar suara cekikikan seseorang.
"Ndan, buka pintunya jangan usil! Plis, nggak enak banget suasananya di dalam sini!" teriakku kepada temanku itu. Sayangnya, Bondan tidak memperdulikan teriakanku. Ketika aku menoleh ke belakang, benar saja pintu itu memang tertutup. Berarti Bondan sengaja mengerjaiku dengan menutup pintu itu dari luar. Aku tidak sedang ingin meladeni gurauan temanku ini. Aku ingin segera menyelesaikan tugasku ini. Kembali aku melangkah menuju rak ketiga meskipun kehadiran orang ketiga di ruangan ini semakin bisa aku rasakan.
BERSAMBUNG
Sahur pake sayur lodeh
Ini aku cepetin updatenya, deh!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Susi Hidayati Yukky
deg2an bangetyy
2023-02-20
1
Ganuwa Gunawan
klu makan enakan sama goreng jengkol.thor..
sambel terasi lalab nya lalab pete
2022-12-28
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓪𝓷𝓰𝓴𝓮𝓻 𝓫𝓪𝓷𝓰𝓮𝓽 𝓼𝓲𝓱 😱😱😱😱😱
2022-10-02
0