Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya kami pun sampai di tempat tujuan. Untuk sampai di dusun ini, kami melewati sekolah kami. Banyak warga yang berebut untuk melihat isi ambulan yang kami naiki. Para penduduk itu memicingkan mata seperti kebingungan mengapa di dalam ambulan terdapat kami bertiga yang sedang mengenakan seragam.
"Nduk Rini! Apa yang terjadi sebenarnya?" sapa seorang perempuan tua yang badannya besar sambil menarik lengan teman perempuan kami tersebut ketika ia baru turun dari ambulan.
"Ayah kecelakaan, Bu Tejo," jawab Arini kembali sesegukan di pelukan perempuan setengah tua itu.
"Di mana kejadiannya, Nduk?" tanya perempuan yang dipanggil dengan nama Bu Tejo oleh Arini itu.
"Di depan SMA 14, Bu Tejo. Saya juga tahunya dari kedua temanku ini," jawab Arini lagi.
"Ya Allah ... padahal pagi tadi saya masih bertemu dengan ayahmu sewaktu saya mau berangkat ke pasar. Pas saya tanya, ayahmu bilang dia mau bertemu dengan seseorang di dekat terminal," ucap Bu Tejo.
"Iya, Bu. Aku juga tidak menyangka atas semuan kejadian ini," ujar Arini dengan terisak.
Setelah melalui serentetan kegiatan, dengan dibantu oleh kepala lingkungan dan warga sekitar, akhirnya selesai juga proses pemakaman ayahnya Arini. Arinj duduk terpekur di samping pusara ayahnya. Di belakangnya Bu Tejo menemani sambil mengelus kepala anak perempuan tersebut.
"Maafkan semua kesalahan Arini, Yah? Terima kasih karena selama ini Ayah sudah dengan sabar mendidik Arini," ucap Arini sambil mengelus batu nisan bertuliskan nama 'Sanusi' itu.
"Ayahmu ini orang baik, Rin. Makanya Allah SWT menjemputnya lebih awal," ucap Bu Tejo.
"Iya, Bu. Tapi, aku belum bisa membalas semua kebaikan ayah, Bu" ujar Arini.
"Kamu bisa membalasnya dengan selalu mendoakan ayah dan bunda. Dan juga, jadilah anak yang salihah dengan melaksanakan semua nasihat mereka semasa hidup," ujar Bu Tejo.
"Iya, Bu. Mereka berdua memang bukan ayah dan ibu kandungku. Tapi, dengan adanya mereka berdua aku menjadi lebih bersemangat untuk menjalani kehidupan ini," jawab Arini.
Aku dan Bondan terkejut mendengar pernyataan teman perempuan kami itu. Kami baru ngeh dengan kalimat aneh Arini di rumah sakit, ternyata Arini bukanlah anak kandung dari sopir angkot itu. Melainkan, ia adalah anak angkat. Timbul tanda tanya besar di dalam pikiran kami berdua. Bagaimana bisa Arini menjadi anak angkat sopir angkot itu? Dan di manakah ayah dan ibu kandung Arini yang sebenarnya?
"Rin, kamu tidak usah bingung dengan selamatan kematian ayahmu. Saya dan para tetangga yang akan mengurusnya," ucap Bu Tejo ketika kami baru beberapa langkah meninggalkan area pemakaman.
"Terima kasih banyak, Bu. Sampaikan salam saya untuk para tetangga ayah," jawab Arini.
"Iya. Orang-Orang itu juga ingin membalas kebaikan almarhum ayah dan bundamu. Tapi, kamu tiap sore datang ya?" ucap Bu Tejo.
"Insyaallah, Bu kalau tidak ada halangan. Ibu tabu sendiri kan?" ucap Arini agak tercekat.
"Iya-iya saya paham hal itu. Semoga kamu sesekali bisa datang ke sini," ucap Bu Tejo kemudian.
Aku dan Bondan yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua kembali saling berpandangan karena merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Arini. Kendala apa yang dihadapi Arini untuk sekedar datang ke acara selamatan ayah kandungnya?
Setelah mampir sejenak di rumah Bu Tejo, kami berpamitan kepada beliau untuk pulang ke rumah masing-masing. Sesampai di rumah, aku menceritakan kejadian hari itu kepada bapak dan ibuku. Kedua orang tuaku pada dasarnya mendukung apa yang sudah aku lakukan hari ini. Tapi, mereka sedikit mencemaskan nasibku di sekolah. Namun, aku menjelaskan kepada mereka bahwa ada salah satu anggota polisi yang datang ke sekolah untuk melaporkan bahwa aku dan temanku sedang membantu mempertemukan korban kecelakaan dengan keluarganya. Akhirnya, kedua orang tuaku pun menjadi tenang.
Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah kembali naik angkot. Namun, kali ini aku tidak menunggu angkot di halte kemarin, melainkan di dekat gapura karena di sana ada teman yang sama-sama sedang menunggu angkot, yaitu ibu-ibu yang mau ke pasar. Alhasil, hari ini aku tidak harus bersusah payah seperti kemarin untuk turun dari angkot karena aku sudah cukup hapal dengan lokasi sekolahku. Lokasi sekolahku ini bersebelahan dengan sekolahnya Arini dan juga dengan sebuah pabrik tembakau sebagai tempat kerja ibuku. Namun, ibu sudah seminggu ini diliburkan dari pabrik tersebut. Mungkin karena menurunnya produksi.
Sesampai di sekolah, aku langsung menuju kantor untuk menemui guru BP untuk menjelaskan perihal tidak masuknya aku kemarin. Aku ke ruangan BP bersama Bondan yang kepentingannya sama denganku. Di ruang BP kami berdua mendapat pengarahan dari salah satu guru BP untuk tidak gegabah dalam membantu orang lain yang tidak dikenal. Kami berdua manggut-manggut saja menerima nasehat tersebut agar urusannya tidak menjadi panjang. Kami diperkenankan untuk mengikuti kegiatan MOS hari kedua sepertianak-anak yang lain. Tapi, kami berdua juga harus menyelesaikan tugas tambahan sebagai pengganti kegiatan MOS hari pertama yang tidak kami ikuti.
"Ndan, gimana kalau nanti kita bagi tugas saja biar pekerjaan kita cepat selesai?" tanyaku pada Bondan pada saat jam istirahat pertama.
"Maksud kamu gimana, Im?" Bondan balik bertanya.
"Maksudku begini. Kamu yang menata perkakas di ruang musik, sedangkan aku menata buku di perpustakaan,"" jawabku.
"Ogah ah! Bareng-Bareng saja kerjanya!" jawab Bondan.
"Kenapa harus bareng-bareng sih, Ndan. Bukankah dengan berbagi tugas, pekerjaan kita akan cepat selesai?" ujarku.
"Iya sih, tapi apa kamu tidak pernah mendengar gosip tentang sekolah ini?" ucap Bondan dengan suara dipelankan.
"Gooosiiip? Gosip apaan sih?" tanyaku penasaran.
"Sekolah ini banyak hantunya, Im!" jawab Bondan dengan berbisik.
"Iyakah, Ndan?" tanyaku tidak percaya.
"Iya, Im. Masa kamu nggak pernah denger tentang hal itu? Aku yang dari kabupaten lain saja tahu," ujar Bondan meyakinkan.
"Aku beneran nggak pernah tahu hal itu. Maklum aku kan wong ndeso, Ndan," kilahku.
"Ya sudah. Kita kerja bareng-bareng saja, ya?" rayu Bondan lagi.
"Oke deh, Ndan!" jawabku.
Tak terasa akhirnya hari sudah beranjak sore. Pertanda semua siswa pulang, kecuali aku dan Bondan yang diberi tugas tambahan. Kami berdua pun segera menuju ruang musik yang letaknya di pojok sebelah timur sekolah ini. Saat itu masih ada siswa yang berseliweran di sekitar kelas. Mungkin mereka masih mengerjakan sesuatu sebelum pulang. Aku dan Bondan segera masuk ke dalam ruang musik tersebut dan beraksi membersihkan ruangan tersebut serta menata peralatan musik ke tempatnya masing-masing. Kami mengerjakannya dengan buru-buru karena ingin segera pulang. Kami selesai menata ruangan tersebut tepat ketika Satpam yang akan menutup ruangan tersebut datang di depan ruangan membelakangi kami.
"Pak, kami baru saja membersihkan ruangan ini disuruh Bu Nonik," ucap Bondan. Karena tidak mendapat respon dari Satpam tersebut, kami pun buru-buru pergi menuju ruangan perpustakaan. Tepat di depan kelas yang berjarak sekitar sepuluh meter dari ruangan tersebut, aku menoleh ke belakang ke arah Satpam tadi, tapi salah satu karyawan di sekolahku itu sudah tidak ada lagi di sana.
BERSAMBUNG
Minum es campur setelah makan korma
Mohon maaf updatenya lama
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ciciajadeh Ciciajadeh
diatas meja ada palu, eh ternyata satpamnya hantu 😲😲😲😲
2023-12-26
1
Susi Hidayati Yukky
satpam.e hantu jugaa
2023-02-20
0
Ganuwa Gunawan
es campur nya rasa apa thor..
ada semangka ama pepaya ga..
tambahin ma buah naga ya thor
2022-12-28
0