Darahku mendesir dan keringatku langsung membanjir begitu mengetahui bahwa korban kecelakaan itu adalah sopir yang beberapa saat yang lalu mengantarkanku dan lenyap dengan seketika dari pandanganku ketika aku akan membayar ongkosnya. Darah mengalir dari lubang telinga pria berambut pendek tersebut. Jalan mendadak macet karena orang-orang menghentikan kendaraannya di sekitar lokasi kejadian tersebut.
"Orang mana? Orang mana?" itulah yang sebagian besar diucapkan oleh orang-orang yang baru saja melihat kejadian tersebut. Dan tak satu pun dari orang-orang itu yang mengenal orang tersebut.
"Kayaknya orang ini baru saja jadi sopir angkot? Wajahnya terlihat asing," jawab salah satu orang.
"Iya. Saya tiap hari naik angkot, tapi tidak pernah melihat wajah orang ini," jawab salah satu dari mereka.
Aku mendengarkan saja omongan orang-orang itu. Aku tidak mungkin bercerita kepada mereka bahwa roh sopir ini baru saja mengantarku. Aku hanya memendam sendiri cerita itu dengan masih menyimpan tanda tanya besar, mengapa roh Pak Sopir ini sempat-sempatnya mengantarku ke sekolah beberapa saat sebelum ia meninggal?
"Ayo, pinggirkan dulu jenazahnya dan kita tutup dengan koran sambil menunggu polisi datang!" ucap salah satu dari orang-orang itu.
"Iya benar, supaya jalanan tidak macet dan bisa menimbulkan kecelakaan yang lain," jawab yang lain.
Tanpa dikomando, orang-orang itu membagi tim dengan sendirinya. Ada yang mengangkat jenazah pria itu, ada yang mengatur arus lalu lintas.
"Sudah ada yang nelpon polisi?" tanya pria berkaos putih.
"Sudah, Pak. Barusan saya yang nelpon pake telepon umum di depan sekolah itu," jawab pria berkemeja biru.
"Ayo, kita angkat jenazah ini ke pinggir!" ajak pria berkaos putih itu. Beberapa orang segera membantu pria berkaos putih itu untuk mengangkat jenazah Pak Sopir.
"Dik ... Dik ..." panggil salah satu dari orang yang mengangkat jenazah sopir itu ke arahku.
"Iya, Pak!" jawabku dengan terkejut.
"Tolong kamu ambilkan dompet sopir ini yang jatuh itu!" ucap orang itu sambil memberikan kode lokasi jatuhnya dompet dengan lirikan matanya karena kedua tangannya digunakan untuk mengangkat jenazah.
"I-iya, Pak," jawabku terbata-bata karena sedikot terkejut.
Aku pun memungut dompet berwarna hitam yang ada dua meter di depanku. Setelah itu aku berjalan mengikuti arah mereka menggotong jenazah Pak Sopir. Mereka meletakkan jenazah sopir malang itu di atas trotoar di pinggir jalan. Dengan alas seadanya, jenazah sopir itu dibaringkan terlentang. Kedua tangannya disedakepkan. Kemudian jenazah itu pun ditutup dengan koran-koran bekas yang diberikan oleh salah satu orang yang kebetulan lewat.
"Pak, ini dompetnya mau dipegang siapa?" tanyaku pada orang-orang itu sambil menjulurkan dompet hitam yang beberapa saat yang lalu kupungut dari tanah.
"Kamu buka saja dulu dompetnya, Dik. Siapa tahu ada KTP korban di dalamnya!" jawab pria berkaos putih itu.
"Iya, Dik. Buruan buka saja dompetnya!" teriak pria berkemeja biru.
Dengan gemetar aku pun membuka dompet itu disaksikan oleh bapak-bapak itu. Ternyata di dalam dompet itu hanya ada dua lembar uang seribuan dan sebuah foto. Sedangkan KTP-nya tidak ada.
"Pak, ternyata di dalam dompet orang ini tidak ada KTP. Yang ada hanya uang dua ribu rupiah dan foto ini," ucapku sambil menunjukkan isi di dalam dompet kepada mereka.
"Coba saya mau lihat fotonya, Dik!" kata orang berkemeja biru.
"Ini, Pak." Jawabku.
Kemudian orang itu mengamati foto itu. Orang-Orang yang lain pun berkerumun melihat foto itu. Ada satu orang yang mengambil dompet dari tanganku dan memeriksa dengan teliti isi di dalamnya. Sayangnya, orang itu pun tidak menemukan benda penting lainnya. Aku pun menyerahkan uang dua ribu rupiah itu kepada ornag itu. Orang itu pun memasukkan kembali uang itu ke dalam dompet seperti keadaan semula. Bapak-Bapak masih sibuk memeriksa foto yang kutunjukkan tadi.
"Ada yang kenal nggak dengan anak di dalam foto ini?" tanya pria berkemeja biru.
"Nggak pernah lihat. Mungkin itu foto anaknya," jawab pria berkaos putih.
"Tunggu! Sepertinya saya pernah melihat anak ini," celetuk salah satu orang. Orang yang lain pun menoleh ke arah pria itu.
"Kamu yakin, Pak?" tanya salah satu orang di sebelahnya.
"Iya. Tapi saya lupa di mana saya pernah melihatnya," jawab pria itu.
"Halah ... Sama saja bohong kalau begitu," protes salah satu orang.
"Saya beneran loh. Namanya juga sudah tua, jadi saya mudah lupa," jawab pria itu membela diri.
Merasa tidak mendapat jawaban, akhirnya foto itu kembali diserahkan kepadaku. Aku melihat sekilas.
"Cantik ... Dan usianya kayaknya sekitar dua tahun di bawahku," ucapku di dalam hati seraya menyerahkan foto itu kepada bapak yang memegang dompet. Ia juga melihat sekilas dan memasukkan foto itu ke dalam dompet serta melmasukkan dompet ke saku yang berada di celana jenazah itu.
"Dik, sebaiknya kamu segera masuk ke pagar sekolah. Ntar kamu dihukum kalau sampai terlambat," ucap pria berkemeja biru kepadaku.
"Iya, Pak. Terima kasih," jawabku sambil meninggalkan kerumunan itu.
Aku melangkah menuju gerbang sekolah dengan masih penuh tanda tanya besar di dalam pikiran.
"Kenapa roh orang itu mendatangiku, dan siapa foto anak perempuan di dompet pria itu? Kenapa darahku tiba-tiba mendesir ketika aku melihat foto itu?"
Jalanan sudah tidak semacet tadi, tapi masih banyak orang yang berhenti sejenak untuk melihat wajah jenazah itu. Mungkin mereka ingin memastikan kalau korban kecelakaan itu bukanlah orang yang mereka kenal. Sebagian besar orang hanya melihat dari jauh karena tidak tega melihat darah. Darah yang mengucur di sekitar aspal sudah ditutupi dengan pasir oleh orang-orang. Beberapa saat kemudian terdengarlah suara sirine ambulan. Jenazah itu diangkut oleh ambulan. Pasti jenazah itu akan dibawa menuju ke rumah sakit. Beberapa polisi mewawancarai orang-orang yang berkerumun di sekitar tempat kejadian. Aku sudah akan memasuki gerbang sekolah, ketika aku melihat seorang anak seusiaku sedang duduk-duduk di depan gapura dengan kemeja berwarna putih dan celana berwarna hitam. Kedua mataku beradu tatap dengan anak itu. Kami memang tidak saling mengenal, tapi saya yakin dia juga adalah siswa baru sama sepertiku.
"Permisi ...," sapaku.
"Iya ...," jawabnya.
"Kamu siswa baru, ya?" tanyaku.
"Iya. Kamu juga siswa baru, kan?" tanya anak itu.
"Kenalkan nama saya Imran," ucapku sambil menjulurkan tangan kanan.
"Nama saya Bondan," jawab anak itu.
"Kamu berasal dari mana?" tanyaku lagi.
"Saya dari Banyusari," jawab Bondan.
"Loh, bukannya Banyusari itu kabupaten sebelah yang terkenal dengan-"
"Santet?" potongnya dengan nada datar.
"Jauh banget rumahmu, ya?" tanyaku lagi berusaha mengalihkan pembicaraan karena tidak enak membicarakan stereotype negatif daerah orang.
"Iya. Aku kos di dekat sini," jawabnya enteng.
"Oooo ...," jawabku terheran-heran karena remaja seusiaku sudah bisa hidup mandiri terpisah dengan orang tua demi menuntut ilmu.
"Kamu asli sini, kan?" tanyanya kemudian.
"Iya. Aku tinggal di dekat sini," jawabku.
"Ayo kita buruan masuk saja! Sudah hampir jam tujuh," ucap Bondan sambil melirik ke arlojinya. Arlojinya mirip sekali dengan milik Mbah Nur yang dipakai menjadi alat bukti pembunuhan terhadap Mbah Lastri.
"Hus! Pagi-Pagi sudah melamun," tegur Bondan.
"Eh ... tidak kok. Aku tidak melamun," jawabku mengelak.
"Halah .. Kamu nggak usah bohong. Kelihatan kok barusan pandangan matamu kosong kayak habis ngelihat hantu saja," jawab Bondan.
"He he ...," Aku hanya menjawab dengan senyuman.
Saat kami berdua melangkah ke arah gerbang, tiba-tiba aku mendengar suara langkah diseret di belakangku. Kami berdua menoleh ke belakang.
"Loh, itu kan?" gumamku dengan terkejut.
BERSAMBUNG
Hai, Kak. Terima kasih sudah mau membaca karyaku ini. Tolong biasakan menulis komentar, ya, di setiap episode. Nanti, kalau episodenya banyak, aku mau ngadain give away dengan syarat harus menulis komentar di setiap episode.
Pak Mamat jualan tomat
Pak Mun jualan kue tar
Jangan nunggu sampai tamat
Setiap episode pastikan nulis komentar
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Reyxxyz
caerutanya bikin penasaran
2024-05-26
0
Tantina Wyvaldia
menakutkan, mengejutkan, penasaran, nungguin kelanjutan
2024-04-21
0
Susi Hidayati Yukky
makin penasaran
2023-02-20
0