Setelan magrib ibu dan bapak mengajakku ngobrol bertiga di ruang tamu.
"Gimana sekolahnya, Im?" tanya bapak.
"Ya begitulah, Pak," jawabku datar.
"Begitu gimana? Kok kamu nggak bergairah gitu? Nggak seperti waktu pertama kali masuk SMP dulu?" Bapak bertanya lagi.
Aku menghela napas.
"Aku seneng kok Pak dengan sekolah yang baru. Hanya saja aku masih agak kesulitan beradaptasi dengan teman-teman," jawabku jujur.
"Emang kenapa dengan teman-temanmu yang sekarang? tanya bapak dengan cemas.
" Hm ... Nggak ada apa-apa, Pak. Aku hanya butuh waktu saja. Maklum, aku melewatkan hari pertama MOS sehingga pada hari kedua, aku tidak sempat bersosialisasi dengan mereka karena harus berurusan dengan guru BP untuk mempertangggungjawabkan ketidakhadiranku kemarin," jawabku berbohong kepada bapak. Padahal sebenarnya aku masih merasa kurang percaya diri untuk berbaur dengan teman-teman. Secara teman-temanku yang sekarang jauh berbeda dengan teman-teman semasa SMP-ku. Teman-Temanku yang sekarang sepertinya mayoritas berasal dari keluarga berada, sedangkan aku berasal dari keluarga tidak mampu di desaku. Untuk membiayai pendidikanku, bapak dan ibu bekerja dengan keras. Dulu, sewaktu aku masih SD dan SMP, bapak hanya mengelola sawah peninggalan almarhum kakek dan nenek. Kali ini bapak juga menerima pekerjaan tambahan membajak sawah para tetangga, sedangkan ibu menjadi buruh kontrak di sebuah gudang tembakau yang kebetulan bersebelahan dengan sekolahku. Setiap hari, teman-temanku mayoritas membawa motor sendiri atau diantar jemput oleh orang tuanya, sedangkan aku dan beberapa anak yang lain berangkat ke sekolah naik angkutan kota. Tapi, aku bersyukur sudah bisa menempuh pendidikan di sekolah paling favorit di kotaku ini. Hanya saja, terkadang untuk membaur dengan teman-teman yang secara ekonomi berada jauh di atasku, aku masih merasa minder. Aku tidak menyampaikan hal ini kepada bapak dan ibu karena aku tidak mau menyakiti perasaan mereka. Aku tidak mau mengecewakan mereka. Toh, pada saatnya nanti, aku pasti bisa beradaptasi dengan teman-teman baruku di sekolah.
"Oh ya, Im. Kamu sudah tau belum, ternyata Satpam di sekolahmu itu sering datang ke dusun ini loh?" cetus ibuku.
"Oh ya, Bu?" tanyaku tidak percaya. Mendadak aku teringat dengan sosok Satpam aneh yang telah dua kali muncul secara tidak terduga di depanku sore tadi di sekolah.
"Iya, Im. Satpam di sekolahmu itu kebetulan adalah anggota group musik patrol yang diketuai oleh Pak Nuris tetangga kita. Jadi Satpammu itu sering datang ke rumah Pak Nuris untuk berkonsolidasi terkait perkembangan group musik mereka," jawab ibuku.
"Masa orang aneh kayak gitu bisa bermain alat musik, Bu? Yang ada malah jadi serem orang yang menontonnya," protesku.
"Serem gimana, Im. Lah wong orangnya supel banget kok. Ibu pernah melihat aksi permainan mereka waktu berlatih di rumah Pak Nuris. Tidak ada yang aneh dari semua anggotanya. Yang ada mereka cakep-cakep dan kocak-kocak selayaknya pemain musik patrol," jawab ibuku.
"Eheeeeeem ... Ada yang cuci mata diam-diam nih ternyata?" suara bapak menimpali.
"Eh, enggak kok, Pak. Ibu tidak bermaksud begitu. Tidak ada yang bisa nyaingi gantengnya Bapak, kok!" jawab ibu mengklarifikasi pernyataannya.
Aku senyum-senyum sendiri melihat tingkah mereka. Di dalam hati aku masih bingung dengan cerita ibu tentang perilaku Satpam yang diceritakan oleh 'Pangeran Katon'-ku itu.
"Oh ya, Im. Ibu baru ingat sesuatu," cetus ibuku kemudian.
"Ibu mau ke mana?" tanya bapak.
"Tunggu sebentar, ibu mau mengambil sesuatu!" jawab ibuku sambil berlalu pergi menuju ke dapur reot kami.
"Taraaaaaaaaaa ... makanan lezat datang!!!" teriak ibuku sambil membawa nampan berisi nasi tumpeng.
"Halah, gaya bahasa Ibu sekarang sudah kayak artis ibu kota saja," ujar bapak.
"Ups! Iya, ibu sering keceplosan sekarang. Mungkin karena ibu keseringan nonton sinetron di rumah tetangga," jawab ibuku dengan malu-malu.
"Wah! Dapat dari mana, Bu. Makanan sebanyak ini?" tanyaku.
"Tebak dari mana, ayo!" ucap ibuku.
"Ibu tidak sedang merayakan hari kelahiranku, kan?" Aku bertanya sambil berpikir keras.
"Ya enggak lah, Im. Ibu kan tidak tidak pernah merayakan hari ulang tahunmu. Paling kalau pas ada rejeki, ibu ngasih nasi sepiring berisi telor kukus dan mie 'bengkang' goreng ke tetangga," jawab ibuku.
"Terus, makanan sebanyak ini dari siapa?" tanyaku lagi.
"Ini dari Paklik dan Bulikmu, Im," jawab ibu sambil mencentong nasi tumpeng dan lauk ke tiga piring kosong dan membagikannya kepada kami bertiga.
"Loh, emangnya mereka ngadain acara? Kok sampai membuat nasi tumpeng segala?" tanyaku masih dalam kebingungan.
Ibu tertegun sejenak.
"Iya, Im. Mereka sedang memperingati hari kelahiran putri mereka yang diculik orang belasan tahun yang lalu," jawab ibu dengan mata mulai sembap.
Giliran aku yang tertegun mendengar penjelasan ibu.
"Menurut bulikmu, setiap tahun mereka selalu merayakan ulang tahun anaknya itu. Baru taun ini mereka merayakannya di sini," jawab ibuku tanpa bisa membendung air matanya lagi.
"Semoga mereka segera dipertemukan dengan anaknya, ya, Bu?" ucapku dengan nada serak. Entah mengapa, aku tiba-tiba teringat dengan almarhumah Mbah Arni.
"Aamiin ... Pasti anak Paklikmu itu lebih kecil sedikit dari kamu, Im. Kamu masih ingat nggak waktu kamu masih kecil pernah bermain dengan anaknya Paklikmu itu?" tanya ibu sambil membelai rambutku.
"Aku cuma ingat sedikit, Bu. Anaknya kayak anak cowok pokoknya," jawabku.
"He he he .... Iya bener. Anaknya emang mirip anak laki-laki, tapi cantik banget anaknya," jawab ibu dengan tertawa tapi sambil menangis.
"Ya sudah. Ayo buruan kita makan saja makanan ini. Tidak baik membiarkan makanan terlalu lama. Siapa tahu sedekahnya paklik dan bulikmu ini bisa menjadi perantara dikabulkannya doa mereka yaitu ditemukannya anak itu," ucap ibu kemudian.
"Aamiiiin .... Hm ... Keluarga Parto dan Cak Rosid nggak dikasih, Bu?" ucapku.
"Ya, dikasih dong! Kalu Cak Rosid sih sudah ibu kasih tadi. Kalau keluarga Parto masih belum karena tadi pas mau ibu kasih, nggak ada orang sama sekali di rumahnya. Kita pisahkan saja bagian mereka dan kita berikan setelah kita makan," jawab ibu.
"Emangnya Parto dan keluarganya pergi ke mana, Bu?" tanyaku.
"Sepertinya mereka sedang berkunjung ke tempat kerja ibunya duo krucil," jawab ibu.
"Emang kenapa dengan ibu mereka?" tanyaku.
"Kalau nggak salah, kayaknya dia sedang sakit di kota," jawab ibu.
"Semoga lekas sembuh kakak sepupunya Parto itu dan semoga dia bisa segera hidup berkumpul dengan kedua anaknya yang masih kecil," ucapku
"Aamiiin ...," jawab ibu dan bapakku.
"Pak, mau ditambahi telor dadarnya?" tanya ibuku pada bapak.
"Enggak, Bu. Mungkin lebih baik Ibu ngasihkan ke orang yang cakep-cakep saja," ucap bapakku masih dengan nada sewot.
Ibuku tersenyum simpul dengan tingkah bapakku. Ibu merapatkan duduknya ke bapak.
"Bapak nggak boleh cepat marah, nanti gantengnya luntur," rayu ibuku.
"Uhuuuk ... uhuuukkk!!" Aku mendadak terbatuk keselek sambel.
BERSAMBUNG
Es Campur segar rasanya
Update ini ditunggu-tunggu, nggak ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Susi Hidayati Yukky
mungkin arini ank perempuan itu yg d culikk
2023-02-20
1
Ganuwa Gunawan
es campur nya plus sm mie ayam bakso ya thor..wah tambah gadk gado plus kerupuk udang
2022-12-28
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓴𝓪𝔂𝓪𝓴𝓷𝔂𝓪 𝓐𝓻𝓲𝓷𝓲 𝓭𝓮𝓱 𝓪𝓷𝓪𝓴 𝔂𝓰 𝓭𝓲 𝓬𝓾𝓵𝓲𝓴 𝓲𝓽𝓾 🤔🤔🤔🤔🤔
2022-10-02
0