"Tidak aku sangka ternyata kau gadis yang dimaksud kak Perchye."
"....!" aku menoleh ketika aku mendengar suara yang tidak asing di telingaku. "Wah....!! Lisa! Apa yang kau lakukan disini?"
"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kau selalu ada dimana aku ada? Apa kau mengikutiku?"
"Untuk apa aku mengikutimu. Lagi pula Perchye yang mengajakku kesini."
"Aku juga datang kesini karna kak Perchye."
"Wah.... Manis sekali kau memanggilnya kak Perchye."
"Memangnya kenapa? Dia memang kakakku."
"Hah...!!! Tidak mungkin Perchye memiliki adik sepertimu?!!" aku menunjuk Lisa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan.
"Hei...! Perhatikan telunjukmu itu! Apakah mau mencongkel mataku?!" Lisa menepis tanganku dengan kasar.
"Tidak! Aku ingin mencongkel hatimu itu."
"Memangnya kau berani?!!"
"Kenapa tidak! Apakah ingin mencobanya?"
"Dasar kau cewek bar-bar!!"
"Apa katamu?! Coba katakan sekali lagi!!"
"Cewek aneh!!!"
"Kau itu yang aneh!!"
"Apa kalian selalu bertengkar saat bertemu? Sampai-sampai tidak menyadari kedatanganku," mendengar suara itu membuat kami menoleh.
"Eh..... Perchye. Kenapa kau ada disini? Bukankah tadinya kau sedang bertanding?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Apa kau haus? Ini aku bawakan minum," Lisa memberikan sebotol air mineral dengan bersikap imut.
Dasar gadis kecil ini. Cepat sekali mengubah ekspresinya.
"Terima kasih adikku," Perchye menerima air meneral itu dan langsung meminumnya. "Waktu istirahat lima menit. Kedudukan sekarang imbang," jelas Perchye. Ia mengambil tempat duduk disamping Lisa.
"Em.... Perchye. Apa benar gadis aneh ini adikmu?" tanyaku memastikan.
"Sembarangan kau masih mengataiku gadis aneh!! Kau itu yang aneh!!!"
"Sudah sudah, Lisa memang sudah aku anggap seperti adikku sendiri," kata Perchye ternyata.
"Oh..... Aku kira dia adik kandungmu," lirikku pada Lisa membuatnya mendengus kesal.
"Lisa adalah gadis yang cerdas. Ia bahkan mendapat beasiswa untuk bersekolah disini dan terlebih lagi umurnya lebih mudah darimu. Aku mengagumi kepintaranya. Aku harap kalian akur satu sama lain," kata Perchye membuat senyum kebanggaan Lisa mengembang diwajahnya. "Sudah dulu ya para ladies. Permainan akan segera dimulai kembali," perchye berdiri dan berlari kelapangan, siap untuk memulai pertandingan.
Pertandingan dimulai kembali. Tidak ada percakapan antara aku dan Lisa. Kami lebih tenggelam dalam pertandingan yang mulai dramatis. Di detik-detik terakhir tim dari sekolah kami berhasil mencetak angka yang membawa kemenangan. Riuh tepuk tangan dari para penonton. Semua tim baseball dari sekolah kami melakukan selebrasi tanda kemenangan. Kekecewaan terukir di wajah tim lawan. Akhir yang bahagia.
"Selamat atas kemenangannya kak Perchye," Lisa mengucapkan selamat ketika Perchye menghampiri kami.
"Sudah aku bilang kan. Kau tidak perlu do'a dariku. Aku percaya tim kalian akan menang," kataku.
"Ini hari yang membahagiakan untuk kita semua. Setelah acara selesai, apa kalian mau ikut kami merayakannya? Kami akan membuat pesta kecil-kecilan."
"Maaf, aku tidak bisa ikut. Ibu tidak mengizinkan ku untuk keluar pada malam hari," aku menolak tawaran Perchye. Padahal aku ingin sekali pergi.
"Aku juga tidak bisa. Maaf ya."
"Sangat disayangkan kalian tidak bisa datang. Kalau begitu aku antar kalian pulang, bagaimana? Aku harap kalian tidak menolak kali ini."
"Kau tidak bisa memaksaku." kataku.
"Kenapa? Apa ada yang menjemputmu?" tanya Perchye.
"Tidak. Aku bawah mobil sendiri." kalau tahu begini jadinya. Aku tidak mau bawah mobil tadi.
"Oh.... Kalau begitu aku antar adik kecilku saja. Kau tidak bawah kendaraan sendiri kan?"
"Tidak. Aku tidak punya kendaraan."
"Bagus."
"Tapi sebaiknya tidak usah. Aku bisa pulang sendiri," kata Lisa mencoba menolak.
"Sudahlah Lisa. Terima saja. Lagi pula hari sudah mau malam nih," bujukku agar Lisa mau diantar Pechye. Bukan tanpa alasan sih, hanya saja sekedar memberitahu lebih baik menerima bantuan jika memang diperlukan. Aku tidak tahu mengapa, walau Lisa sepertinya tidak begitu menyukaiku dan kami sering bertengkar saat bertemu. Aku merasa dia orang yang sangat berharga bagiku dan hatiku mengatakan aku harus melindunginya. Perasaan aneh ini muncul sejak aku bertemu dengannya di perpustakaan. Kenapa ya? Apa Lisa ada hubungannya dengan masa lalu ku? Atau.....?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Akhir pekan minggu ini. Aku sudah berencana untuk ke kafe bersama teman-temanku, hanya sekedar mengisi waktu luang. Berkumpul bersama teman lama semasa SD dulu. Aku sampai disana sekitar jam 09.00 kulihat mereka sudah datang. Aku menyapa mereka sambil melambaikan tangan. Aku berjalan mendekat dan mengambil tempat duduk di samping Jane. Aku memesan kopi latte pada pegawai kafe.
"Dari mana saja kau Rin?" tanya Esme
"Maaf. Sedikit macet tadi," jelas ku. Tak lama kemudian pesanan kopi latte ku sampai.
"Maaf terlambat."
"....?!" aku terkejut mendengar suara yang ada di belakangku. Hal itu membuatku menoleh.
"Sofia akhirnya kau datang juga," kata Luxy tersenyum lebar.
"Tentu saja aku datang. Masa tidak. Kita kan teman lama, sesekali kumpul tidak apakan," kata sofia sambil tersenyum manis.
Sofia mengambil tempat duduk tepat di depan ku. Hari ini ia sangat berbeda dari biasanya. Ia sekarang tersenyum, tertawa bersama hanyut dalam cerita kenangan semasa SD yang menjadi pokok pembicaraan saat ini. Suasana menjadi canggung bagiku. Cerita yang dibawakan Aro bercampur humor tidak terdengar lucu di telingaku. Aku hanya menanggapinya dengan senyum tipis. Bukan hanya aku tidak mengingat semua kenangan itu, tapi juga karna Sofia yang menggangu pikiranku. Kenapa ia sangat berbeda hari ini? Sifatnya sangat ramah dan ceria ketika berbincang dengan teman-teman. Jauh berbeda ketika ia ada sekolah. Ia sangat pendiam dan suka menghilang entah kemana.
Yang membuatku aneh lagi adalah cerita yang aku dengar dari teman-temanku ini. Kenapa mereka mengatakan bahwa aku dan Sofia sangat akrap? Akraf dari mananya?! Sofia bahkan belum pernah menegurku semenjak aku keluar dari rumah sakit. Jangankan menyapa tersenyum saja tidak. Apa itu yang disebut sebagai sahabat? Aku mala berpikir bahwa kami ini adalah orang yang tidak perna saling kenal. Aku cuman mendengarkan mereka sambil menikmati kopi ku. Aku merasa seperti tidak dianggap oleh mereka ketika kedatangan Sofia. Semua perhatian teman-temanku ini hanya tertuju padanya saja.
"Rin.... Rin....!"
Aku tersadar dari lamunan ketika Jane menepuk pundak ku. Kopi ku hampir tumpah karna terkejut.
"Rin, kau melamun?" kata Luxy.
"Tidak. Siapa.... Siapa yang melamun. Aku hanya sedang berpikir," sangkalku pada mereka.
"Hari ini kau sangat berbeda Rin," kata Esme kemudian.
"Iya. Hari ini Sherina jadi pendiam. Ada masalah?" tanya Aro.
"Tidak ada masalah. Cuman......" aku kembali diam. Apa aku harus memberitahu mereka kalau aku hilang ingatan? Bahwa semua cerita yang mereka ceritakan semasa SD dulu tidak ada dalam kepalaku. Tapi bagaimana caranya aku memberitahu mereka? Aku..... Aku tidak mau sikap mereka berubah padaku ketika mendengar kenyataan ini dan aku tidak mau dikasihani karna mengalami amnesia.
"Cuman?" ulang Luxy meminta keterangan.
"Cuman....." mereka semua melihat ke arahku dan tatapan sama. "Ah... Tidak. Tidak ada," aku langsung menggelengkan kepala.
"Ya sudah kalau kau tidak mau cerita. Kami tidak memaksa," kata Jane.
"Kami harap kau ceria kembali seperti dulu. Jangan terlalu memikirkan masalah yang terjadi. Semuanya pasti ada solusinya," nasehat Luxy padaku.
"Iya."
"Bukan hanya itu saja yang berbeda hari ini." kata Esme membuat kami menoleh padanya.
"Apa lagi yang berbeda?" tanya Luxy penasaran.
"Apa kalian tidak menyadari, Sofia dan Rin.... Mereka.... Sepertinya ini masalahnya," Esme melirik padaku dan Sofia.
.
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments