Hari pekan akhirnya tiba juga. Ibu sudah berjanji padaku untuk mengajakku ke perpustakaan kota. Bangunan berbentuk kubah dan berkonsef futuristik, membuatku terkagum-kagum. Bagaimana bisa seseorang dapat merancang bangunan yang begitu rumit seperti ini. Ibu mengajakku masuk. Di dalam lebih mengagumkan lagi. Terdapat 4 tingkatan dengan dua tangga besar sebagai penghubung di sisi kiri dan kanan. Bagian tengah bangunan tengah langsung terhubung ke atap kaca transparan. Aku dapat melihat langit biru penuh awan. Dari kaca tersebut cahaya matahari bisa masuk dengan bebas menyinari seluruh ruangan besar ini. Selain rak buku terdapat air mancur ditengah-tengah ruangan menambah kesejukan mata.
"Nah, Rin. Kau bebas berkeliling disini. Ibu tidak menemani, ada perkerjaan yang harus ibu selesaikan. Kalau ada perlu telpon saja."
"Baiklah tidak apa-apa. Aku bukan anak kecil lagi."
"Hati-hati jangan sampai tersesat," ibu berlalu pergi.
Jadi sekarang aku harus mulai dari mana? Aku memperhatikan sekelilingku dan setiap tingkatan perpustakaan ini. Aku menyadari bahwa semakin tinggi semakin sedikit pengunjungnya. Rata-rata pengunjung di lantai dasar adalah anak-anak, bahkan di sudut terdapat ruang edukasi. Aku naik ke lantai dua, disini lebih banyak para remaja sepertiku. Lantai tiga sama saja. Aku memutuskan untuk naik ke lantai empat saja. Di lantai ini sedikit sepih. Mungkin buku-buku tidak terlalu menarik bagi s4bagian orang. Aku berkeliling melihat-lihat buku apa saja yang ada di rak. Cukup lama aku menjelajahi setiap rak demi rak buku di lantai empat ini, tapi aku tidak ada satupun buku yang menarik perhatian ku.
Aku masih asik berkeliling, sampai suatu ketika aku melihat seorang gadis, mengenakan baju hitam putih dan celana hitam panjang. Rambut pirang keemasaan dikuncir kuda. Tidak aku sangka ternyata aku bisa bertemu dengannya lagi disini. Aku mengikutinya secara diam-diam. Ia sepertinya paham betul tempat ini. Aku sedikit kewalahan mengikutinya. Ia pasti gadis yang pintar. Terakhir kali aku bertemu dengannya di perpustakaan sekolah. Aku terus mengikutinya sampai ia berhenti di depan pintu suatu ruangan. Aku mengintip dari balik rak buku. Ia mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya, sepertinya itu sebuah kartu. Gadis itu meletakan kartu itu di monitor yang terdapat di samping pintu. Tidak aku sangka ternyata kartu itu adalah sebuah kunci khusus ruangan itu.
Em..... Dari mana ia dapat kunci itu? Apa setiap pengunjung memilikinya? Kalau memang begitu, tidak perlu dikunci juga kan. Merepotkan. Atau mungkin gadis itu berkerja disini? Aku berlari sedikit lebih cepat sebelum pintu kembali tertutup. Lari ku cepat juga dan masih belum disadari olehnya.
Fokus ku teralihkan pada ruangan ini. Ruang luas dengan beberapa rak buku. Terdapat kursi untuk bersantai dan jendela langsung mengarah ke pusat kota. Sungguh pemandangan yang indah. Sepertinya tempat ini dikhususkan untuk tamu VIP. Aku melihat-lihat buku apa saja yang ada disini. Tidak beberapa lama ada satu buku menarik perhatianku. Buku itu kelihatanya masih baru. Judulnya "Moster di bawah cahaya bulan purnama." Aku membuka halaman demi halaman buku itu dan mulai membacanya.
"Bagaimana kau bisa ada disini?"
"E.....!" aku mengangkat wajahku melihat siapa yang berbicara. "Oh..... Ternyata kau. Hai... Kita bertemu lagi."
"...?" gadis itu menatapku aneh.
Apa aku salah bicara?
"Apa kepalamu terbentur sesuatu?" katanya kemudian.
"Apa maksudmu?"
"Sudahlah lupakan. Aku juga baru ingat ibumu berkerja disini. Tapi aku sedikit terkejut. Setahuku kau tidak pernah mengunjungi perpustakaan. Apa yang terjadi?"
"Memangnya kenapa? Tidak ada yang melarangku ke perpustakaan bukan."
"Tidak ada sih. Aku hanya terkejut saja, mungkin kau mendapat pencerahan setelah jatuh dari jurang," gadis itu berhenti sebentar. Berpikir. "Atau kau mengalami amnesia."
Cara bicara gadis ini tidak secantik parasnya, aku jadi kesal mendengarnya. Tapi aku sedikit terkejut tebakannya tepat walau bernada ejekan. Aku hanya tersenyum. "Kalau memang aku mengalami amnesia. Apa kau mau bicara sedikit lebih lembut padaku?" aku berjalan mendekat ke arahnya. Sangat dekat. "Seorang gadis cantik bicaranya jangan terlalu kasar. Tidak manis," bisikku ditelinganya. Hal itu membuat ia mundur seketika.
"Astaga...!! Menjauhlah dari ku! Apa kau sekarang belajar menjadi penggoda?" terlihat jelas wajahnya memerah.
"Baru digoda olehku sudah seperti tomat wajahmu itu. Bagaimana kalau aku ini laki-laki? Apa kau akan jatuh cinta padaku?"
"Dasar kau Sherina!!! Manjauhlah dariku!!" gadis itu pergi dengan kesalnya.
Aku hanya tersenyum melihatnya pergi. Tiba-tiba ada panggilan masuk dari hpku. Kulihat ternyata ibu yang menelpon. Aku langsung mengangkatnya.
"Hallo. Ada apa bu?"
"Rin dimana kau?"
"Lantai empat."
"Kalau sudah selesai tunggu ibu di air mancur lantai dasar. Ibu masih ada urusan sebentar."
"Iya aku akan segera turun."
Aku berjalan menuju pintu keluar. Aku mencoba mendorong pintu itu. Tidak bisa dibuka. Astaga aku terkunci. Aku mencoba mendorongnya lebih kuat lagi, tapi percuma pintu itu tidak bergeser sedikitpun. Gawat. Bagaimana ini? Aku melihat ke sekeliling, tidak orang satupun disini. Sial! Kalau aku telpon ibu?... Tidak. Aku tidak boleh menggagunya. Sudahlah aku tunggu saja harap-harap ada orang yang masuk kesini.
Tidak ada pilihan lain selain menunggu. Cukup lama aku menunggu hampir setengah jam lamanya. Akhirnya ada seseorang yang datang. Tampa basa-basi. Aku segera keluar dari ruangan itu. Aku berlari menuruni tangga dan hampir tersandung untung aku bisa menyeimbangkan diri. Sampai di lantai dua aku baru ingat, aku lupa membawa buku yang hendak aku pinjam. Sudahlah tidak ada waktu untuk mengambilnya kembali. Sampai di air mancur, kulihat ibu sudah menunggu.
"Rin! Dari mana saja kau?"
"Hehe..... Ada sedikit masalah tadi."
"Mungkin terjebak di ruang VIP," celoteh seorang gadis di belakang ibuku.
"Kau! Kanapa kau ada disini?" ternyata itu gadis tadi.
"Kalian saling kenal rupanya," kata ibuku.
"Tidak." jawabku sambil menatap tajam pada gadis itu.
"Benar juga, dia satu sekolah denganmu. Namanya Lisa."
"Lisa?!" kenapa aku begitu familiar dengan nama itu?
"Iya. Dia akan ikut makan siang bersama kita," kata ibuku sambil tersenyum.
"Apa!! Dia ikut makan siang bersama kita?" tunjuk ku pada Lisa.
"Apa kau keberatan?" tatap dingin ibuku. Perubahan sikapnya cepat sekali.
"Tidak. Tidak sama sekali," astaga tekanan ya kuat sekali.
"Baguslah kalau begitu. Ayok kita cari restoran enak di sekitar sini," ibuku menarik tangan kami keluar perpustakaan.
Di mobil. Ibu hanya berjalan pelan tampa tujuan. Hal ini membuatku bosan. Terlebih lagi aku duduk bersebelah dengan gadis satu ini.
"Baiklah anak-anak, kita mau makan dimana?" lirik ibu dari kaca spion.
"Jangan tanya aku. Aku bahkan tidak tahu restoran ada di mana," kataku tanpa melihat ke arah ibu.
"Eh..... Benar juga," kata ibuku pelan. "Bagaimana denganmu Lisa? Apa kau tahu restoran yang bagus disekitar sini?"
"Aku tidak bisa mengatakan sebagai restoran. Tapi makanan disana enak," kata Lisa memberi saran.
"Menarik. Dimana tempatnya?"
"Tidak jauh....." Lisa menunjukan arah restoran yang dimaksud.
Tidak berselang waktu lama akhirnya kami sampai di tempat yang dimaksud. Memang tidak bisa dibilang restoran sih, tempat ini lebih mirip sebagai warung makan sederhana yang ada di pinggir jalan. Tapi sepertinya tempat ini memang menyediakan makanan yang enak. Cukup ramai pelanggan mengantri untuk makan disini.
"Apa ini tempatnya? Wah..... Ramai sekali. Apa kita masih kebagian?" tanya ibuku ragu.
"Tenang saja. Ini masih belum seberapa biasanya lebih ramai dari ini. Ayahku sering mengajak kami makan disini."
"Benarkah. Pasti makanan disana enak sampai-sampai mereka mendapatkan pelanggan sebanyak ini. Tunggu apa lagi ayok kita kesana," ibu bergegas untuk turun.
"Kalian duluan saja. Aku tidak ikut."
"....?"
.
.
.
.
.
.
.
ξκύαε
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Retno Palupi
siapa Lisa?
2024-04-14
1
Siti Arbainah
apa Lisa ini prnah di bully sama Sherina krna responnya terkjut dan heran dngan sikap Sherina skrg
2022-12-19
1