TAWANAN CINTA TUAN MUDA DINGIN
Seorang gadis menangis di bawah guyuran hujan yang begitu deras sore itu, tidak ada orang lain di sana, hanya dirinya seorang. Ia menangis begitu keras sambil menatap dua makam kedua orang tuanya yang dikuburkan beberapa jam yang lalu.
Di saat semua orang sudah kembali ke kediaman masing-masing, gadis itu tetap memilih menangis di depan makam. Ingin pulang, tapi tak tahu pulang ke mana. Mengingat jika saat ini dirinya tak punya apa-apa. Kedua orang tuanya pergi untuk selamanya, meninggalkan dia sendirian dengan utang di mana-mana.
"Ayah, Ibu." ucapnya lirih, menjatuhkan kepalanya di atas makam sang ayah.
"Nona Rania."
Gadis bernama Rania itu menoleh kala mendengar seseorang memanggil namanya, seketika ia menenggakkan punggungnya menatap pria dengan setelan jas rapi sambil memegang payung di hadapannya. Menatapnya dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Rania menelan salivanya dengan susah payah, mulai takut menatap wajah pria itu. Ia takut, jika orang itu adalah salah satu rentenir tempat ayahnya meminjam sejumlah uang. Ia takut jika pria itu menyeretnya dan membawanya ke tempat aneh.
"Jangan takut, Nona. Saya bukan orang jahat," ucap pria itu, seolah menyadari hal yang tengah difikirkan oleh gadis di hadapannya.
Pria itu melangkah mendekati Rania, berhenti tepat di hadapan gadis itu lalu mengulurkan tangannya.
"Nama saya Bian, sekertaris sekaligus tangan kanan Tuan Muda Argantara." ucap pria bernama Bian itu, masih mengulurkan tangannya pada Rania.
Gadis itu tetap diam, ia sangat mengenali nama yang diucapkan oleh Bian. Argantara, nama keluarga terpandang di kotanya. Keluarga yang sangat di hormati dengan begitu banyak perusahaan di mana-mana. Salah satu tempat sang ayah meminjam uang.
"Tu-tuan, sa-saya mohon beri saya waktu, saya janji akan membayar Tuan Muda. Jadi sa-saya mohon berikan saya waktu untuk mengumpulkan uangnya," mohon Rania, berharap pria itu memberikan kesempatan padanya.
Bian tidak berkutik, ia tetap diam di tempatnya sambil memandangi wajah pucat Rania dengan bibir yang gemetar karena dingin. Bayangkan saja, Rania sudah duduk selama satu jam di bawah guyuran hujan yang begitu deras, jika dibiarkan sedikit lagi. Maka gadis itu memungkinkan akan sakit.
"Mari kita pergi dari tempat ini terlebih dahulu, Nona. Kita akan bicarakan di jalan nanti," ucap Bian dengan wajah datarnya.
Rania terdiam sejenak, dengan ragu mengangkat tangannya dan meraih uluran tangan Bian padanya.
Gadis itu terdiam saat menghentikan langkahnya tepat di samping sebuah mobil sedan berwarna hitam, menoleh pada Bian yang kini membukakan pintu kursi samping kemudi padanya.
"Silahkan masuk, Nona." ucap Bian, mempersilahkan Rania untuk masuk.
"Sa-saya basah, na-nanti mobilnya kotor." lirih gadis itu, menundukkan kepalanya sambil memainkan jari tangannya yang gemetar.
"Tidak apa-apa, Nona. Silahkan masuk, Tuan Muda menunggu Anda di Mansion."
Rania menoleh menatap pria di sampingnya dengan mata terbelalak, sangat terkejut mendengar ucapan Bian yang mengatakan jika Tuan Muda Argantara tengah menunggunya di Mansion.
Bian menghela nafas pelan, terlihat jelas jika gadis di hadapannya itu sangat terkejut mendengar ucapannya.
"Anda tenang saja, Nona. Tuan Muda tidak akan membunuh Anda," ucap Bian, mencoba menenangkan Rania. Tapi wanita itu justru terlihat semakin takut sambil mengigit kuku jarinya sendiri, "Ayo, Nona!"
Rania tersentak, dengan ragu memasuki mobil dan duduk tenang dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat karena takut.
Bian segera menutup pintu, mengitari mobil lalu masuk ke kursi kemudi sambil menutup payung yang ia gunakan tadi. Setelah menutup pintu mobil, Bian menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraan roda empat itu menjauh dari sana.
Di tengah perjalanan, Bian sesekali melirik ke arah Rania yang kini memeluk tubuhnya yang gemetaran. Gadis itu tersentak kala tiba-tiba mobil berhenti di tepi jalan yang sepi, ia menoleh dan membelalakkan mata saat Bian membuka jas hitamnya, membuat fikiran buruk mulai hinggap di benak gadis itu.
"Pakailah ini, agar tubuh Anda tidak terlalu merasakan dingin." ucap Bian lembut sambil menyodorkan jasnya pada gadis di sampingnya.
Wajah Rania merona mendengar hal itu, meraih jas itu perlahan dengan rasa malu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
"Terima kasih," lirih Rania yang hanya dibalas deheman oleh Bian.
Mobil kembali melaju dengan kecepatan sedang ke tempat tujuan, tidak ada yang berbicara hingga mobil tiba di sebuah Mansion yang cukup mewah.
Rania terdiam menatap keluar jendela, keluarganya pernah memiliki mansion atau properti lainnya. Hanya saja semuanya telah hilang, dijual untuk melunasi hutang ayahnya.
"Mari, Nona." ucap Bian, sambil membuka pintu untuk Rania.
Gadis itu mengangguk patuh, keluar dari mobil sambil mengekori Bian mendekati pintu utama Mansion yang mewah itu. Rania tak henti-hentinya kagum saat pintu terbuka, memperlihatkan ruang tamu yang begitu luas di hadapannya.
"Nona Rania."
Rania tersentak menoleh pada Bian yang kini menatapnya dengan seorang wanita paruh baya di sampingnya, menatap pada Rania dengan senyum lembut di bibir, membuat gadis itu teringat akan mendiang sang ibu.
"Ini Bibi Susi, kepala pelayan di Mansion ini." ucap Bian, memperkenalkan wanita paruh baya di sampingnya.
Rania mengangukkan kepalanya sambil tersenyum ke arah wanita paruh baya itu.
"Tolong bantuannya, ya, Bi. Dia harus rapi beberapa menit lagi, setelah itu diantar ke ruangan Tuan Muda." ucap Bian pada Bi Susi.
Bi Susi mengangguk mengerti, lalu menarik lembut tangan Rania hingga mengikutinya. Sedang Bian berjalan keluar dari mansion, meninggalkan Rania yang terus menatap penuh tanya padanya.
"Ayo, Nak."
Rania hanya menunduk sambil mengikuti langkah Bi Susi yang entah ingin membawanya ke mana, sesekali gadis itu akan menatap sekeliling, melihat beberapa wanita yang memakai pakaian pelayan, tengah menatap sinis dan tajam padanya.
"Siapa wanita itu?"
"Apa dia pelayan baru?"
"Ya Tuhan, kenapa wajahnya begitu menyebalkan, ingin sekali aku menghancurkan wajahnya yang sok cantik itu."
Rania hanya diam mendengar hal itu, terus mengikuti langkah kaki Bi Susi hingga tiba di depan sebuah pintu kamar.
"Masuklah, Nona. Bersihkan diri Anda, setelah itu saya akan mengantar Anda untuk bertemu dengan Tuan Muda." ucap Bi Susi dengan senyum lembut di wajahnya.
Lagi-lagi gadis itu mengangguk patuh, mengikuti perintah Bi Susi tanpa bertanya atau membantah.
Setelah selesai mandi dan berpakaian, kini Rania kembali mengekori Bi Susi ke ruang kerja sang Tuan muda. Ia kini hanya mengenakan kaos berwarna kuning yang begitu kebesaran di tubuhnya, dipadukan dengan rok panjang berwarna hitam. Karena hanya pakaian itu yang ia temukan di dalam lemari di kamar itu, selain pakaian pelayan.
Rania menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah pintu ruangan berwarna coklat, ia menelan kasar salivanya saat melihat Bi Susi mengetuk pintu.
Tok! Tok! Tok!
"Tuan Muda, ini saya. Saya datang mengantar Nona Rania," ucap Bi Susi, sedikit berteriak pada sosok di dalam ruangan itu.
"Masuk!"
Tubuh Rania merinding seketika kala mendengar suara dingin nan berat dari balik pintu yang perlahan kini terbuka di hadapannya.
Rania memasuki ruangan itu dengan kepala menunduk, berhenti saat melihat langkah Bi Susi terhenti.
"Bi Susi bisa keluar!"
"Baik, Tuan Muda." patuh Bi Susi, berbalik untuk keluar dari ruangan itu.
Rania menatap punggung Bi Susi yang perlahan-lahan lenyap di balik pintu, menyisakan dirinya dengan sang pemilik Mansion.
"Halo, Nona Rania Odelia." suara dingin nan tajam itu mengagetkan Rania, hingga membuat ia menoleh perlahan dan menatap wajah pria yang memanggil namanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Rachelya Permatasari
nongol ah biar keliatan 🙈
2022-11-03
1
Mita Balian
mall
2021-09-17
0
Si Ocha
Nyimak duluu
2021-09-14
0