Rara berlari menghampiri tubuh Rania yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai dengan selimut tebal yang sedikit tersingkap, hingga memperlihatkan tubuh polos yang penuh dengan tanda kemerahan.
"Rania! Rania!" Rara menepuk pelan pipi Rania. Namun, tetap saja wanita itu tak membuka matanya.
Rara semakin khawatir melihat bibir pucat Rania, segera ia bangkit dari duduknya dan berlari keluar kamar.
Gadis berkacamata itu mengedarkan pandangannya, mencari Bi Susi yang kini entah pergi ke mana.
"Bi! Bi Susi!" Teriak Rara, menarik perhatian beberapa pelayan yang tengah bekerja.
"Bibi ada di dapur, Rara!" Sahut Bi Susi, berteriak.
Segera Rara berlari ke arah dapur, masuk dan menemukan Bi Susi yang tengah membantu koki.
"Bi Susi!" Teriak Rara mendekat.
"Ada apa, Rara?" Tanya Bi Susi, menoleh sekilas pada gadis itu.
"Sini dulu, Bi!" Tiba-tiba Rara menarik tangan Bi Susi, mengagetkan wanita paruh baya itu, hingga pasrah mengikuti langkah kaki Rara yang menarik tangannya.
"Pelan-pelan toh, Ra," nasehat Bi Susi, tetap mengikuti Rara hingga tiba di kamar Rania.
"Loh, kok kita ke kamar Rania ....," Bi Susi terdiam dengan mata terbelalak melihat Rania yang tergeletak di lantai.
"Ya Tuhan!" Pekik Bi Susi.
Rara melepaskan cekalan tangannya, mengekori Bi Susi yang kini berjongkok di samping Rania dengan wajah penuh ke khawatiran.
Saat Bi Susi tiba dan berjongkok di samping Rania, matanya terbelalak tak percaya melihat bercak merah di leher dan dada Rania.
"Ya Tuhan," ucapnya dengan mata berkaca-kaca, ia benar-benar tidak percaya dengan hal yang matanya lihat saat ini.
Perlahan Bi Susi menoleh, menatap Rara yang hanya diam sambil menunduk dalam.
"Kita angkat tubuh Rania ke atas tempat tidur dulu, Rara."
Gadis itu mengangguk patuh, dengan susah payah mereka berdua mengangkat tubuh lemas Rania ke atas tempat tidur kecil ini.
Setelah selesai, Rara berjalan ke arah pintu kamar Rania, menatap ke kanan dan kiri lalu mengunci pintu dan berbalik kembali mendekati Bi Susi.
"Bagaimana ini bisa terjadi, Rara? Semalam Rania masih baik-baik saja. Dan siapa ... siapa yang berani melakukan hal itu padanya, Nak. Kamu mengetahuinya, kan? Katakan pada Bibi, Rara."
Bi Susi bertanya dengan menatap Rara, berharap agar gadis di hadapannya itu menjelaskan hal yang menimpa Rania. Sungguh, Bi Susi tidak menyangka hal seperti ini menimpa gadis malang seperti Rania.
Rara diam, menunduk dalam sambil mengigit bibir bawahnya. Ia jelas tahu siapa yang melakukan hal seperti ini pada Rania, karena dengan mata kepalanya sendiri, Rara melihat Rania turun dari lantai atas dengan hanya berbalutkan selimut.
Tidak sembarang orang bisa naik ke lantai dua, jadi sudah jelas siapa pelaku utamanya.
Rara mengangkat kedua tangannya, menyentuh bahu Bi Susi yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri.
"Bi, tolong rahasiakan ini. Setelah Rania sadar nanti, kita akan berbicara padanya. Kita akan meminta pendapatnya, karena jika kita salah melangkah ... maka kita bertiga yang akan terkena akibatnya," jelas Rara membuat kening wanita paruh baya itu mengerut.
Bi Susi menoleh pada Rania yang masih tak sadarkan diri, lalu beralih menatap Rara yang terlihat tengah menatapnya memohon. Entah untuk apa.
Bi Susi menganggukkan kepalanya, terdengar helaan nafas lega dari bibir Rara.
"Kamu jaga Rania saja, Bibi akan keluar dan mengurus semuanya," Rara mengangguk, menatap punggung Bi Susi yang kini menjauh dan keluar dari ruangan itu.
Perlahan pintu tertutup, menyisakan Rara dan Rania di dalam kamar itu. Rara melangkahkan kakinya mendekati tempat tidur, bersimpuh di lantai lalu meraih tangan Rania dan menggenggamnya erat.
'Kamu kuat Rania, jangan takut aku akan selalu di sampingmu dan mendukungmu,' batin Rara, mencium sekilas punggung tangan sahabatnya itu. Meski baru kenal dengan Rania, tapi Rara sudah menganggap Rania sebagai sahabat dan keluarganya.
***
Rania mengerjapkan matanya beberapa kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya.
Ia menatap sekeliling ruangan kamarnya yang sepi, menatap langit-langit kamarnya dan tanpa diminta air mata lolos dari pelupuk matanya. Mengalir semakin deras kala mengingat kejadian yang menimpa dirinya.
Sial! Sungguh sangat sial nasibnya. Rania terus bertanya dalam hati, kenapa? Kenapa hal seperti ini harus terjadi padanya? Kenapa?!!
Rara yang baru keluar dari kamar mandi di dalam kamar Rania, sedikit terkejut melihat wanita itu yang kini telah terbangun sambil menangis tanpa suara.
Bibir gadis berkacamata itu bergetar menahan tangisnya. Entah mengapa, ia sedih melihat kondisi Rania saat ini.
Segera ia melangkahkan kakinya mendekati tempat tidur, mendekati tubuh Rania yang meringkuk membelakanginya sambil menangis dengan punggung gemetar.
Rania tersentak kala merasakan seseorang memeluknya dari belakang, ia menoleh perlahan dan mendapati Rara yang juga tengah menangis.
Tangis Rania semakin pecah, memeluk erat Rara. Melampiaskan rasa sesak yang ia rasakan, Rania merasa jika hanya Rara yang akan mengerti dirinya saat ini.
"Aku kotor, Ra! Aku kotor," ucap Rania disela-sela tangisnya.
Rara tak mampu berbicara, ia hanya memeluk erat Rania, menenangkan wanita itu yang semakin menangis di pelukannya.
"Aku sudah tidak memiliki hal yang harus aku jaga di dunia ini, aku kangen ibu sama bapak, Ra. Aku pengen pergi sama ke tempat mereka aja. Aku ngga kuat," adu Rania, ia sudah tidak sanggup menahan hal yang terus menimpa dirinya tanpa henti.
Seketika Rara mendorong pelan kedua bahu Rania, menatap dalam wajah Rania tang berlinang air mata.
"Jangan berbicara seperti itu, Ran. Enggak baik, kamu kuat, kamu pasti bisa. Kamu enggak sendiri, ada aku di sini. Tolong jangan katakan hal seperti itu lagi, ayah sama ibu kamu di atas sana pasti sedih mendengar ucapan kamu itu," nasehat Rara membuat kedua bahu Rania semakin gemetar karena tangisnya.
Rara kembali memeluk tubuh yang gemetar itu, mengatakan pada Rania lewat pelukan, jika dirinya akan selalu ada untuk wanita itu.
Waktu berlalu, perlahan Rania berhenti menangis. Namun, sesekali wanita itu akan sesugukan.
"Mandi dulu, Ran. Abis itu makan, aku bawain makanan ke kamar," Rara bangkit dari duduknya di tepi tempat tidur, berjalan keluar kamar meninggalkan Rania sendiri yang hanya diam di atas tempat tidur.
Rania bergerak perlahan turun dari tempat tidur, berjalan tertatih ke arah pintu kamar mandi. Rasa perih masih ia rasakan, hingga membuat ia harus berhati-hati dalam melangkah.
Rania menutup pintu kamar mandi, menjatuhkan selimut yang menutupi tubuhnya, berjalan pelan mendekati cermin yang ada di dalam kamar mandi.
Tangan Rania terangkat, gemetar menyentuh tanda merah aneh yang ada di tubuhnya. Jelas jika hal itu disebabkan oleh seseorang yang semalam mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Dengan kasar Rania menggosok tanda merah itu, berharap agar hal tersebut menghilang. Tapi bukannya menghilang, justru hal itu malah membuat kulitnya yang putih memerah.
Setelah cukup lama berada di dalam kamar mandi, Rania memutuskan untuk keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melilit tubuhnya.
Bertepatan dengan itu, Rara masuk ke dalam kamar dengan nampan di tangannya.
Rara tersenyum manis sambil membawa nampan mendekat ke arah meja kecil yang tersedia di dalam kamar itu, ia melirik sekilas pada leher Rania yang semakin memerah akibat gosokan keras yang dibuat oleh wanita itu.
Setelah meletakkan nampan, Rara mendekati Rania, lalu mengenggam erat kedua tangan gadis itu.
"Jangan sedih, aku akan selalu ada di sisimu," ucap Rara tanpa ragu, tersenyum lembut pada Rania.
Rania membalas senyum itu, setidaknya ada Rara dan Bi Susi beserta beberapa orang yang peduli padanya.
"Terima kasih, Ra." Rania memeluk erat tubuh Rara yang dibalas pula oleh gadis itu.
***
Pukul sembilan malam, di dalam sebuah apartemen, seorang gadis tengah memegang ponselnya di telinga, berbicara pada seseorang di seberang telfon.
"Apa?! Kamu bercanda, kan?" Teriaknya, tidak percaya dengan hal yang ia dengar saat ini.
"....."
"Sialan! Aku akan segera kembali Indonesia, kamu tetap di sana dan awasi. Akan aku buat dia mempertanggung jawabkan apa yang dia lakukan!" Ucapnya penuh penekanan, lalu memutuskan panggilan sepihak dan memesan tiket pesawat ke Indonesia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Kasmawati S. Smaroni
kenapa rania ga keluar aja dri rumah majikannya,kan hutangnya dah lunas,
2021-08-28
0
Dirah Guak Kui
knp hutangnya sdh lunas tapi Rania tdk pergi dari sana aja
2021-08-19
1
yeyeh pahriah
rania...kasian banget
2021-08-13
0