"Alamat rumah kamu di mana?" Tanya Dave, menoleh sekilas ke arah Rania lalu fokus ke jalan.
Rania mulai menyebutkan alamat mansion pada Dave, membuat kening pria itu mengerut.
'Bukannya itu alamat Mansion Revan,' guman Dave dalam hati, lalu menepis semua hal yang ada di benaknya.
'Tidak mungkin,' kilahnya sambil menggelengkan kepala.
Rania menautkan kedua alisnya, menatap aneh pada Dave yang tiba-tiba mengelengkan kepalanya.
Setelah perbincangan singkat itu, hanya ada keheningan diantara Dave dan Rania. Pria itu fokus dengan jalan, sedang Rania menatap keluar jendela dengan lamunannya.
Ia menghela nafas pelan saat bayangan kejadian seminggu yang lalu kembali memenuhi fikirannya.
Rania menepuk pelan pipinya, menenangkan diri agar melupakan kejadian itu. Ia masih ingin bekerja di mansion, bukan karena Rania menerima begitu saja perlakuan Revan padanya malam itu. Tapi karena Rania masih membutuhkan uang, karena utang-utang kedua orang tuanya telah lunas, seperti yang dikatakan Revan. Kini ia hanya perlu fokus pada kebutuhannya untuk bertahan hidup.
Setelah menempuh perjalanan cukup lama, kini mobil Lamborghini berwarna biru tua itu, berhenti di depan gerbang Mansion Revan.
Dave diam sejenak, menatap ke kanan dan kiri lalu menatap Rania.
"Yang mana rumah kamu?" Tanya Dave lembut.
Seketika Rania menunjuk ke arah Mansion, mengerjapkan matanya melihat raut wajah terkejut Dave.
'Dia ... tinggal di mansion, Revan?!' batin Dave, mencoba mencerna kenyataan yang ia dapatkan.
"Kamu ... tinggal di sana?" Dave memberanikan diri untuk bertanya lagi, tanpa ada niatan untuk keluar dari kursi kemudi.
Rania yang tengah melepaskan sabuk pengamannya, menoleh menatap Dave lalu mengangukkan kepalanya.
"Iya, saya bekerja di situ," ucap Rania sambil menunjuk ke arah Mansion.
'Dia sungguh ... bekerja di Mansion Revan,' batin Dave mulai tak karuan. Ia tidak menduga, jika gadis yang membuatnya terpesona adalah salah satu pelayan di Mansion sahabatnya.
Tiba-tiba seutas senyum aneh terbit di bibir Dave, matanya tertuju pada Rania yang tengah berniat membuka pintu mobil untuk keluar.
'Sepertinya aku memiliki kesempatan,' batin Dave senang, segera keluar dari kursi kemudi dan mengambil dua kantong kresek di bangku belakang mobilnya.
"Terima kasih untuk tumpangannya, Dave." ucap Rania dengan senyum di bibirnya, berniat meraih kresek di tangan Dave, tapi pria itu dengan sengaja menjauhkan kresek tersebut.
Rania memiringkan kepalanya, menatap penuh tanya pada pria itu.
"Biar aku bantu membawa ke dalam mansion," mata Rania terbelalak, segera mengelengkan kepalanya. Tanda tidak setuju dengan saran Dave, bisa semakin buruk dirinya di mata para pelayan yang membencinya di dalam mansion itu.
"Ti-tidak perlu, Dave. A-aku bisa sendiri," ucap Rania, masih mencoba merebut kresek di tangan Dave.
Namun, pria itu enggan untuk memberikan kresek tersebut, hatinya kekeh ingin membantu Rania membawa dua kresek itu ke dalam mansion.
"Tidak apa-apa, Rania. Lagipula ini berat, aku tidak tega melihat kamu mengangkatnya ke dalam mansion sendirian," jelas Dave dengan kekehannya. Entah mengapa, ia ingin dekat dan mengetahui semua tentang gadis di hadapannya secara langsung. Penasaran dan keingintahuannya menjadi meningkat melihat sosok Rania.
"A-aku akan segera memanggil satpam!" Rania berbalik, meninggalkan Dave untuk segera memanggil satpam yang akan membantunya membawa kresek itu ke dalam.
Dave menghela nafas kasar, sepertinya Rania tidak nyaman dengannya. Tapi, tidak apa, toh dia sudah mengetahui alamat rumah gadis itu, membuatnya lebih leluasa untuk mengunjungi Rania setiap hari lantaran tempat kerja gadis itu adalah Mansion sahabatnya.
Terlihat dari kejauhan, di mana Rania sedang berlari bersama satu satpam menghampiri Dave.
Satpam itu sedikit terdiam saat tiba di hadapan Dave, ia sanga mengenali sosok pria asing yang dimaksud oleh Rania.
Sang satpam memilih bungkam saat mendapato Dave mengisyaratkan padanya untuk diam.
"Maaf, Tuan," ucap satpam itu meraih dua kresek besar tersebut lalu berbalik untuk masuk ke mansion.
"Terima kasih, Dave." Rania membungkukkan setengah badannya, setelah itu berbalik pergi meninggalkan Dave tanpa menunggu jawaban pria itu.
Dave tersenyum kecil, memasukkan kedua saku celananya sambil menatap punggung Rania yang perlahan menghilang dari pandangannya.
"Aku semakin penasaran padanya," guman Dave dengan senyuman di bibirnya, tiba-tiba sebuah ide gila hinggap di benaknya.
"Aku harus segera bertemu dengan Revan lagi," seru Dave tidak sabaran. Segera berbalik dan masuk ke kursi kemudi mobilnya, melajukan kendaraan roda empat itu meninggalkan gerbang mansion tersebut.
***
Sementara itu, Revan begitu sibuk berkutak dengan dokumen penting di atas meja kebesarannya. Sesekali menghela nafas pelan untuk melepaskan lelahnya.
Saat Revan tengah fokus membubuhi tanda tangannya pada salah satu dokumen di hadapannya, tiba-tiba pintu terbuka dengan keras tanpa di ketuk.
"Revan!" Teriak seorang pria dengan lantangnya.
Hembusan nafas kasar terdengar, dengan malas Revan mendogak menatap seonggok tamu tak diundang itu.
"Aku sibuk. Segera keluar dari ruangan itu, aku tidak ingin ada nyamuk pengganggu!" Ucap Revan dingin, kembali fokus pada dokumen di tangannya.
Tatapan kesal diberikan pria itu pada Revan, ia bahkan belum memasuki ruangan itu lebih dari satu menit. Namun, pria itu justru mengusirnya.
"Aku akan mengatakan dengan jelas, aku bukan pengganggu. Dan harusnya kamu menyambutku dengan senang hati, bukannya memasang wajah ketus seperti itu. Hitung-hitung bersyukur karena dikunjungi oleh sahabat sialanmu ini!" Ucap Rangga sahabat Revan selain Dave. Sama-sama brengsek, tapi sepertinya Rangga sudah bisa dinobatkan sebagai pawang buaya profesional.
Revan hanya memberi tatapan malas, seolah mengisyaratkan pada Rangga untuk segera keluar dari ruangannya.
Bukannya keluar, pria itu malah mendekati meja kebesaran Revan, mengebrak meja lalu menatap serius ke arah sahabatnya.
"Kamu baik-baik saja, kan?" Tanya Rangga khawatir, mengingat perubahan sikap Revan beberapa hari terakhir.
Revan menutup dokumen penting di hadapannya, menatap malas sosok menyebalkan yang kini menatapnya penuh ke khawatiran.
"Aku baik-baik saja, Ga! Bisa segera keluar, wajahmu mengganggu kenyamananku!" Tegas Revan.
Rangga menyentuh dadanya dramatis, seolah begitu terluka karena ucapan Revan. Padahal tidak sama sekali, karena itu sudah menjadi kebiasaan Revan sebelumnya.
"Sungguh kejam, Baby."
Revan menatap horor pada Rangga, ingin sekali membuang tubuh sahabatnya itu melalui jendela besar kaca transparan yang memperlihatkan gedung-gedung pencakar langit lainnya di sekitar Perusahaan.
"Pergi, sebelum aku memasakmu menjadi daging rebus," ucap Revan bak seorang psikopat.
"Ah, jangan, baby. Aku masih ingin hidup," ucap Rangga dramatis, bak seorang wanita yang terluka.
"Keluar sialan!" Revan bangkit dari duduknya, berniat melempar dokumen di tangannya pada tanggal, hingga tiba-tiba pintu ruangan terbuka menampilkan sosok teman sialanmu yang lain.
"Revan, biarkan aku menginap di mansionmu malam ini!" Teriak Dave sambil berjalan mendekati meja kebesaran Arian.
Revan dan Rangga mengeryitkan kening mereka, bertukar pandang mendengar ucapan aneh Dave.
"Hah?! Apa?" Ucap keduanya penuh tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Felisa Febryani
wahhh revan.. siap² dapat saingan nih..
2021-08-19
0
Dewi Dewi Ahmat
hmm kyk nya revan ad saingn brt ni..
2021-08-09
1
naneun
siapa Arian?
2021-08-08
0