"Hey!"
Rania menoleh saat mendengar suara teriakan yang sepertinya untuk dirinya. Ia mengerjap dengan memegang gagang sapu di tangannya, menatap sosok pelayan senior yang ia ketahui bernama Vina kini berdiri di hadapannya.
"I-iya, kak?" Ucap Rania, menatap sosok wanita yang berusia sekitar dua puluh satu tahun itu.
Vina berkacak pinggang, menatap penuh intimidasi pada Rania yang hanya bisa menunduk di depannya.
"Kamu ke lantai atas, beresin kamar Tuan Muda!" Ucap Vina bak seorang kepala pelayan.
Rania mengangkat satu tangannya, lalu menunjuk ke arah dirinya sendiri.
"Sa-saya kak?" Tanya Rania ragu.
"Iyalah, siapa lagi di sini! Memangnya aku bicara sama setan!" Geram Vina meninggikan suaranya.
Rania tersentak, memejamkan mata mendapat bentakan dari Vina.
"Ba-baik, kak. Sa-saya permisi," pamit Rania, bergegas mendekati tangga untuk naik ke lantai dua. Tepatnya kamar sang Tuan Muda.
Sepeninggal Rania, Vina menyeringai. Ia sengaja mengatakan hal itu pada Rania, karena ia sangat mengerti jika sang Tuan Muda sangat tidak suka ada pelayan yang masuk ke kamarnya saat dia ada di dalam.
"Setelah ini kamu pasti akan diusir dari mansion ini," guman Vina dengan seringaian di bibirnya, berlalu dari tempatnya.
Tanpa Vina ketahui, ada seseorang dibalik dinding yang mendengar gumanan dan percakapan singkat antara dia dan Rania.
'Dasar cewek gila!' kesal Rara dalam hati, beranjak dari tempat persembunyiannya untuk segera mengerjakan tugasnya.
Sementara itu, Rania tiba di lantai dua. Berjalan mendekati sebuah pintu kamar yang merupakan milik Sang Tuan Muda.
Rania menghentikan langkahnya di depan pintu, mengangkat satu tangannya lalu mengetuk pintu.
Tok! Tok! Tok!
"Tuan Muda?" Panggil Rania, tapi tidak mendapat jawaban dari dalam.
Gadis itu menunduk dalam, mencekram kuat gagang sapu di tangannya.
"Apa Tuan Muda tidak ada di dalam kamarnya, ya?" Ucap Rania, bertanya pada dirinya sendiri.
Rania menarik nafas dalam, mengulurkan tangannya meraih gagang pintu lalu membukanya.
Rania menyongdongkan kepalanya memasuki kamar itu, baru kemudian melangkahkan kakinya masuk.
Perlahan Rania menutup pintu, berniat untuk mulai membersihkan kamar itu. Tapi betapa terkejutnya ia saat menoleh dan mendapati sang pemilik kamar yang baru keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk putih melilit pinggang, hingga memperlihatkan sepaket roti sobek delapan buah.
Mulut Rania sedikit terbuka, ia menelan kasar salivanya dengan wajah yang merona merah.
"Apa yang kamu lakukan di dalam kamarku?" Suara tajam nan dingin masuk ke Indra pendengaran Rania, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Ma-ma-ma-ma-maafkan aku," seketika Rania membungkukkan setengah badannya dengan nafas yang memburu karena gugup dan degup jantung yang berdetak dua kali lebih cepat.
"Keluar!" Titah Arian, dingin nan tajam penuh penekanan.
Rania diam, segera berbalik untuk keluar dari kamar itu.
Pintu tertutup rapat, meninggalkan Revan sendiri di dalam kamar dengan perasaan kesal. Ia sangat tidak suka ada seorang pelayan yang masuk ke dalam kamarnya saat dirinya ada di dalam.
"Cih!" Revan berdecak kesal, segera mendekati Walk-in closet di dalam kamarnya, memakai baju dan menyibukkan diri untuk melupakan kekesalannya.
Karena hari ini adalah hari Minggu, maka Revan akan berada seharian di mansion. Dan malam nanti, ia akan pergi ke club untuk menikmati malam bersama dengan sahabat sialannya.
Rania terus melangkah dengan terburu-buru menuruni anak tangga, hingga tubuhnya hampir terjatuh di lantai.
"Rania, ada apa?"
Gadis itu tersentak, sontak menoleh dan mendapati Bi Susi berdiri di sampingnya.
"Ah, ti-tidak apa-apa, Bi." jawabnya, berusaha menstabilkan detak jantungnya.
Bi Susi menautkan kedua alisnya, menatap penuh curiga pada Rania lalu mengalihkan pandangannya ke lantai dua.
"Kamu abis ngapain di lantai dua?" Tanya Bi Susi.
"Rania cuma mau beresin kamar Tuan Muda, Bi. Tapi saat Rania masuk, Tuan Muda cuma pake ...." Rania seketika membekap mulutnya sendiri, menelan kasar salivanya dengan rona merah kembali terlihat di pipinya.
"Kamu masuk ke kamar Tuan Muda? Dan dia ada di dalam?" Tanya Bi Susi dengan raut wajah panik yang terlihat jelas di wajahnya.
"Eh, I-I-iya, Bi." jujur Rania.
"Ya ampun, Tuan Muda marah sama kamu? Dia bilang apa? Dia tidak pecat kamu, kan?" Tanya Bi Susi, ia benar-benar sangat khawatir. Karena banyak pelayan yang dipecat dari mansion tersebut, disebabkan masuk ke kamar Revan saat pria itu ada di dalam kamarnya.
"Tu-tuan Muda cuma keliatan marah aja tadi, Bi. Selain itu enggak bilang apa-apa lagi," jujur Rania dengan wajah polosnya.
Bi Susi menghela nafas lega, mengusap dadanya pelan dan menyentuh kedua bahu gadis di hadapannya.
"Lain kali jangan masuk ke kamarnya kalau Tuan Muda ada, bisa bahaya. Kamu bisa saja dipecat! Mungkin karena kamu masih baru, jadi dia cuma negur aja. Lain kali jangan diulang lagi, ya, Nia." nasehat Bi Susi, ia tidak ingin gadis polos di hadapannya mendapat amukan dari bosnya.
Rania mengangguk patuh, seketika ia mengingat sosok Vina yang memerintahkannya tadi. Tapi dengan cepat ia menggelengkan kepalanya, menyingkirkan semua fikiran buruk di benaknya.
"Iya, Bi. Rania janji enggak akan ulangin lagi," ucap Rania sambil tersenyum.
Bi Susi membalas hal itu dengan senyuman, "Ya sudah, sana kerja lagi. Kalau capek istirahat."
Rania mengangguk, berbalik dan meninggalkan Bi Susi di ruang tengah untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
***
Revan menutup laptop di hadapannya, menatap sekilas pada jam di dinding yang kini menunjukkan pukul delapan malam.
Ia beranjak dari duduknya, keluar dari ruang kerjanya untuk naik ke lantai dua.
Bertepatan dengan keluarnya Revan dari ruang kerjanya, ia menyipitkan mata saat melihat siluet seseorang yang masih mengenakan pakaian pelayan memasuki dapur, padahal jam di dinding sudah menunjukkan waktu istirahat.
Tak mau ambil pusing, ia berlalu dari sana. Menaiki satu persatu anak tangga menuju kamarnya.
Dua puluh menit berlalu, Revan dengan tergesa-gesa menuruni anak tangga, melewati ruang tamu untuk segera keluar dari mansion.
Revan berjalan mendekati mobil Lamborghini warna hitam yang telah terparkir di depan mansion, segera ia memasuki mobil tersebut meninggalkan kediamannya.
Lima belas menit perjalanan, kini mobil Lamborghini Revan berhenti di basemant sebuah club malam di Jakarta.
Revan keluar dari mobilnya, mengacak sedikit rambutnya lalu masuk ke dalam club malam. Ia akan menghabiskan malamnya di tempat itu, bersama sahabat dan juga wanita.
***
Semua orang telah beristirahat di kamar masing-masing, mengingat jika waktu yang mulai larut malam.
Rania membereskan dan menyelesaikan sedikit perkejaannya di ruang tamu, meski sebenarnya sudah bukan jam kerja lagi. Tapi ia tidak bisa tidur, membuat gadis itu memutuskan untuk membersihkan ruang tamu.
"Akhirnya, selesai!" Ucap Rania sambil menyeka bulir keringat di keningnya. Ia menoleh menatap jam dinding yang kini menunjukkan pukul setengah dua belas malam.
BRAK!
Rania terkejut saat tiba-tiba pintu terbukanya dengan keras, ia menoleh menatap sosok pria yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan sayu.
"Tu-tuan Muda!" Panggil Rania lirih, terkejut saat tubuh Revan jatuh ke lantai.
"Ya Tuhan!" Pekik Rania, segera menghampiri pemilik mansion itu, sedikit berjongkok sambil menepuk pelan pipi Tuan Muda.
'Dia mabuk berat,' batin Rania mulai mengigit bibir bawahnya. Ia bingung harus melakukan apa, membiarkan Revan di ambang pintu bukanlah pilihan yang baik.
Tanpa berfikir panjang, Rania berusaha membopong tubuh Revan. Dengan susah payah ia membawa tubuh besar nan berat itu menaiki satu persatu anak tangga.
Dengan susah payah, akhirnya dia tiba di depan pintu kamar Revan dengan keringat yang membanjiri kening dan nafas yang tidak beraturan.
Perlahan tangan Rania terulur membuka pintu kamar, membawa tubuh tegap Revan yang setengah sadar itu memasuki kamar.
Sesekali Revan akan bergumam tidak jelas dan Rania mengabaikan hal itu. Dengan susah payah ia meletakkan tubuh Revan di atas tempat tidur, mencoba mengatur nafasnya yang ngos-ngosan.
'Ya Tuhan, tubuh Tuan Muda berat sekali,' keluh Rania. Bergegas membuka sepatu Revan dan menyelimuti pria itu untuk segera keluar.
Setelah selesai menarik selimut hingga menutupi sebagian tubuh pria itu, Rania pun berbalik untuk keluar, tapi tiba-tiba sebuah tarikan keras membuat tubuhnya jatuh ke atas tempat tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Jane
ceritanya dari awa bacal sampe YG ini bisa ditebak akan seperti apa?
2022-11-21
0
Linda Hakiman
smaa
2021-10-22
0
Dirah Guak Kui
jgn sampai mabok terus oerkosa Rania pula
2021-08-19
0