Kedua orang tua Revan terkejut melihat reaksi Revan saat ini, Ravendra terlihat memicingkan matanya seolah mengisyaratkan untuk Revan kembali duduk di sofa.
"Revan," ucap lirih Lidya, ibu Revan. Menatap putra sulungnya yang tak kunjung duduk dan tetap berdiri dengan tatapan penuh intimidasi.
"Bukankah aku sudah mengatakannya! Jangan mencoba untuk menjodohkanku dengan siapapun! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menyetujui hal itu, aku bisa memilih calon istriku sendiri!" Tegas Revan. Entah sudah berapa kali ia mengatakan pada kedua orang tuanya agar tak mencampuri kehidupan pribadinya. Bukan karena ia tidak suka dengan keputusan orang tuanya, hanya saja setiap pernikahan bisnis tak pernah berakhir baik. Itulah yang Revan ketahui.
"Perhatikan ucapanmu, Revan!" Ravendra bangkit dari duduknya, menatap nyalang pada putra sulungnya itu.
"Sampai kapan kau mau bersikap seperti ini, hah! Sudah Ayah putuskan, kamu tidak berhak menolak!" Ucap Ravendra final dan tak ingin dibantah.
Nafas Revan terlihat memburu mendengar hal itu, kedua tangannya terkepal kuat karena emosi.
"Sampai kapanpun aku tidak pernah menyetujui perjodohan ini! Biarpun ayah melakukan upacara pernikahanpun, aku tidak akan sudi untuk datang!" Tegas Revan dengan keras kepalanya, berbalik meninggalkan ruang tamu dan segera keluar dari mansion keluarganya.
Revan milih menggunakan mobilnya yang ada di garasi mansion, kendaraan roda empat yang sudah lama tidak ia gunakan. Segera menancap gas meninggalkan mansion dengan kecepatan tinggi.
Revan merogoh ponselnya, segera menghubungi nomor Bian. Tidak lama berdering, Bian pun mengangkat telfonnya.
"Halo, Tuan," sapa Bian di seberang telfon.
"Atur jadwalku sepadat mungkin hingga satu bulan atau dua bulan ke depan! Aku akan menyibukkan diri mengurus perusahaan," titah Revan membuat Bian terdiam di seberang telfon.
"Baik, Tuan."
Setelah mendengar hal itu, Revan memutuskan panggilan sepihak. Membuang ponsel dengan logo Apple tersebut ke kursi sampingnya, menambah kecepatan mobil menuju club. Ia akan menghabiskan waktu di sana malam ini.
Sedang di Mansion Keluarga Argantara.
Ravendra mendudukkan diri dengan Lidya yang berusaha menenangkan suaminya itu.
"Sudah, sayang. Tenanglah, mungkin Revan membutuhkan waktu," ucap Lidya membuat dua putrinya menoleh pada sosok wanita yang ingin dijodohkan dengan kakak mereka.
'Cih! Wanita ganjen, cantikan juga calon wanita pilihanku,' batin dua saudari kembar itu, memutar bola mata malas lalu bangkit dari duduk mereka.
"Kami ke kamar dulu, Ma, Pa," pamit dua wanita itu, berjalan mendekati tangga hingga salah satu gadis kembar tersebut, menghentikan langkahnya di anak tangga pertama.
"Ma, Pa," Ravendra dan Lidya menoleh pada putri kedua mereka, "Besok aku pergi lagi dan mungkin akan lama kembali," ucap gadis cantik itu dan kembali melanjutkan langkahnya.
Kini hanya tinggal Ravendra dan Lidya di ruang tamu, bersama dengan keluarga rekan bisnis Ravendra.
"Aku minta maaf, Tuan Joshwa. Anda harus melihat hal yang tidak mengenakan seperti tadi," ucap Ravendra, merasa sedikit tidak enak pada Tuan Joshwa.
"Haha, tidak apa-apa, Tuan Ravendra. Kami mengerti, lagipula hal ini cukup mendadak. Jadi mungkin Revan sangat terkejut mendengarnya, hingga membuat dia seperti tadi," Tuan Joshwa memaklumi.
"Mungkin akan baik jika kita membahasnya lain kali, dan aku pastikan saat itu Revan akan menyetujuinya," ucap Ravendra, meyakinkan rekan bisnisnya itu.
Tuan Joshwa menganggukkan kepalanya mengerti, bangkit dari duduknya dan berpamitan untuk pulang.
Ravendra dan Lidya hanya diam menatap punggung tiga orang itu yang perlahan-lahan menghilang dari balik pintu.
"Aku rasa kita sebaiknya tidak memaksa Revan sampai seperti ini, Sayang." ucap Lidya, membuka percakapan setelah hening cukup lama.
Ravendra menolehkan kepalanya, menatap sang istri dengan tatapan sulit diartikan.
"Aku juga mau seperti itu, tapi sampai kapan? Kamu tidak takut jika terjadi sesuatu di luar sana saat Revan melakukan hal tidak-tidak dengan wanita malam? Jika dia sudah menikah, maka dia akan terikat dan tidak melakukan hal tidak-tidak lagi," jelas Ravendra, memijit keningnya yang terasa begitu berat.
Lidya hanya diam, ia merasa keputusan ini bukanlah hal yang baik untuk putranya.
***
Revan saat ini tengah duduk di dalam satu ruangan VIP dalam club langganannya, terlihat satu sahabat gilanya telah duduk pada sofa berhadapan dengannya.
"Ada apa, Bro? Pusing karena kerjaan lagi?" Tanya Rangga sambil meneguk Vodka pada gelas kecil di tangannya.
"Ya, seperti yang kamu lihat," ucap Revan dengan nada kesal yang terdengar begitu jelas di telinga Rangga, membuat pria dengan rambut berwarna sedikit pirang itu menautkan kedua alisnya.
Tidak biasanya sahabatnya yang satu ini seperti orang gila. Apakah sebegitu besar masalahnya, hingga membuat Revan terlihat frustasi.
"Di mana, Dave?" Tanya Revan, saat tak kunjung melihat batang hidung sahabatnya satu itu.
Rangga diam, meletakkan perlahan gelas kecil di atas meja, menuangkan Vodka pada gelas tersebut.
"Katanya dia pensiun dari tempat ini," jawab Rangga membuat Revan menautkan kedua alisnya.
"Hah?" Revan membeo tak percaya. Dave tidak ingin ke club malam lagi? Mana mungkin.
"Iya, tadi aku menelfonnya. Katanya dia tidak ingin lagi mabuk-mabukan, ingin meluruskan jalannya yang bengkok."
"Jalannya yang bengkok? Memangnya dia suka sesama jenis?" Tanya Revan tak percaya.
Rangga hanya mengedikkan bahunya acuh, tidak juga bisa menyimpulkan hal tersebut. Karena Dave akan menikmati ONS dengan wanita bukan pria! Jadi tidak mungkin dia bisa menyimpulkan hal aneh seperti itu pada sahabatnya.
Rangga sedikit mendogakkan kepalanya, menatap Revan yang kini bangkit dari duduknya.
"Mau ke mana?" Tanya Rangga, meski sudah hampir meminum satu botol Vodka, ia masih memiliki kesadaran penuh.
"Pulang!" Singkat padat dan jelas, lalu Revan melenggang pergi dari ruangan itu. Sedikit sempoyongan mengimbangi langkahnya agar tidak tersungkur ke lantai.
"Tidak biasanya dia pergi tanpa menikmati malam dengan wanita," guman Rangga, sedikit aneh menatap punggung Revan yang kini menghilang dari balik pintu.
Dengan susah payah, Revan melangkahkan kakinya mendekati mobil sport berwarna hitam yang ia gunakan tadi, mengabaikan beberapa wanita malam yang merayunya. Saat ini ia hanya ingin pulang dan beristirahat.
Lima belas menit berlalu, mobil sport itu tiba di depan Mansion, setelah memicu keributan di jalan raya karena Revan yang mengemudi saat tengah mabuk. Dan untungnya, tak ada polisi yang menemukan dirinya berkendara dengan ugal-ugalan.
Revan keluar dari mobilnya, berjalan sambil sesekali mengeleng untuk mengembalikan kesadarannya yang benar-benar sudah mabuk berat. Bagaimana tidak, dia menghabiskan tiga botol Vodka sejak tiba di club. Minuman yang kadar alkoholnya cukup tinggi, jelas akan teler juga.
Saat Revan memasuki Mansion, kondisi tempat itu cukup sepi menandakan jika para pelayan telah kembali ke kamar masing-masing.
Pria itu terus melangkahkan kakinya, bukan menaiki anak tangga atau mendekati pintu kamar tamu. Melainkan melangkah kakinya pada kamar seseorang, hingga akhirnya menghentikan langkahnya dan masuk tanpa permisi ke dalam kamar itu yang untungnya tak terkunci.
Saat berhasil masuk, Revan mengunci pintu dengan tatapan lapar penuh nafsu mengarah pada sosok wanita yang tertidur di atas ranjang kecil tidak jauh darinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Linda Hakiman
kasihan at thor jangan siksa rania lagi
2021-10-10
0
Kasmawati S. Smaroni
keluar dari rumah itu,msh banyak pekerjaan yg lebih baik di luar sana ketimbang harga dirimu yg sdh di lecehkan
2021-08-28
2
Dewi Dewi Ahmat
kasian rania udh duax ini revan mlku kn nya,,
2021-08-09
2