Semalam aku menutup pintu kamar rapat-rapat. Beruntunglah laki-laki yang kini menjadi suamiku itu mengurungkan niatnya. Tak ada ketukan pintu atau pun suara yang mengganggu ketenangan tidur malamku.
Sebenarnya aku merasa berdosa karena terus menolaknya. Tapi, bisa dibayangkan malam pertama dengan orang yang baru dikenal bagaimana rasanya? Ah, pasti menyeramkan.
Pagi ini, aku menyibakkan selimut dan berjalan membuka pintu kamar. Suasana rumah sepi. Dimana Rey? Pasti dia masih tidur. Aku berjalan ke kamar sebelah. Eh, dimana dia tidur? Kenapa di kamar sebelah tak ada?
Aku mengerutkan kening. Rumah yang kecil tak membuatku kesulitan mencari sosoknya, ternyata dia tertidur di sofa. Aku berjalan mendekatinya. Memandangi wajahnya dengan seksama. Sebenarnya saat tidur seperti ini dia sangatlah manis. Bibir ini tiba-tiba menyungging. Walaupun tidak kaya, pengangguran dan otak mesum, setidaknya dia good looking.
Aku mengangguk dan mencebikkan bibir, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Hari ini harus buru-buru ke toko kue membayar sebagian kecil hutangku.
Tak butuh waktu lama bagiku untuk berada di kamar mandi. Memakai sehelai handuk untuk menutupi bagian tubuhku, ini sudah menjadi kebiasaan setiap hari. Tinggal di rumah sendiri tak perlu khawatir bahkan malu.
"Aaaahhhkk," teriakku saat membuka pintu kamar mandi ada Rey yang tiba-tiba berdiri tepat di depanku. "Ka-mu mau apa? Jangan macam-macam ya!"
Matanya tak henti melihatku dari ujung kaki ke ujung kepala. Aku menyilangkan tangan untuk menutupi dada yang terbuka ini. Oh, bahkan handuk ini terlalu pendek.
Dia memiringkan kepalanya dan mendekati wajahku. "Kamu sengaja menggodaku?" tanyanya dengan percaya diri.
Aku mendorongnya kuat-kuat. "Setres." Dia terkekeh dan terus saja memandangiku.
Pintu kamar ku banting keras. Malu, benar-benar malu. Bagaimana bisa lupa ada buaya yang tinggal di rumah ini? Bukankah dia tadi masih tidur? Jangan-jangan dia tau aku tadi mendekati dan menatapi wajah. Ku usap gusar wajah ini, lalu segera mengambil baju di lemari.
Untuk pagi ini tak ada sarapan spesial, hanya ada roti yang tinggal dua lembar. Selai sarikaya kesukaanku pun tinggal satu olesan. Ini hanya cukup untuk sarapanku. Lalu bagaimana dengan Rey? Dia mau sarapan apa?
"Perutku lapar, kamu gak masak pagi ini? Ingat ya kamu udah punya suami loh!" Dia menggeser kursi di meja makan kemudian duduk bersandar. Aku mendengus kesal dan mencoba bersabar, ini ujian. Yang tidak tau lulusnya kapan.
"Aku cuma punya roti dua lembar, selainya pun tinggal dikit." Aku menaruh di piring di depannya. "Kamu makan aja!"
"Lalu kamu?" Aku mengerutkan kening dan menggelengkan kepala. Meninggalkannya dan menuju dapur. Melihat dan berdo'a, semoga ada sebungkus mie instan untuk sarapan. Karena perutku pun keroncongan.
Tanganku sibuk kesana kemari. Tidak ada sama sekali.
"Aku langsung berangkat aja."
"Kamu kerja dimana?"
Aku meliriknya. Kemudian mengambil air minum di kulkas. "Aku punya toko kue." Ku teguk air itu untuk menghilangkan rasa lapar.
"Aku antar mau? Atau ini roti untukmu saja."
"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Tumben sekali laki-laki itu baik padaku.
"Kamu belanja sana! Baru kali ini lihat kulkas isinya air doang."
"Uang dari mana?" Aku menggeprak meja yang membuatnya terlonjak.
"Kemarin sepuluh juta, terus lima ratus ribu yang ku kasih, habis semalam?"
Aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tak terasa gatal. "Itu buat bayar hutangku pagi ini."
"Hutang?" Matanya terbelalak. "Sial banget punya istri banyak hutang."
"Maksudmu apa? Yang sial itu aku, punya suami pengangguran."
Dia memicingkan matanya. Aku langsung menyambar tas yang berada di meja dan meninggalkannya, mencari taksi keluar halaman.
-
-
-
Di toko kue nampak kembali dua laki-laki yang mengejarku kemarin. Kalau bukan karena mereka mungkin tak akan bernasib sial memiliki suami seperti Rey. Aku mendengus kesal. Baiklah aku akan membayarnya.
Aku keluar taksi dan langsung menghampiri mereka.
"Nah ini orangnya." Telunjuknya terus menunjukku. "Mau kabur kemana lagi?"
"Aku gak kabur ya. Nih aku bayar." Aku mengambil uang pemberian Rey semalam dan menyerahkan pada mereka. Mereka begitu serius menghitungnya. "Sepuluh juta itu," sindirku. Mereka terlalu berlebihan.
"Sepuluh juta apanya? Kurang dua ratus ribu," teriak salah satunya.
"Apa?" Bagaimana bisa? Jangan-jangan Rey menipuku lagi.
"Kamu mau nipu kami?" Aku menggelengkan kepala cepat. "Kami gak mau tau besok kamu harus melunasinya! Ingat ya! Uang ini hanya cukup untuk satu cicilan saja. Kalau besok gak mau bayar lagi, kami sita toko kuemu ini!"
Mulutku terbuka lebar. "Kasih aku waktu!"
"Gak bisa, kami udah kasih kamu waktu tapi kamu masih saja tak menepati janji. Besok harus ada dua puluh juta ditambah dua ratus ribu untuk kekurangan hari ini!"
Mereka langsung pergi meninggalkanku. Aku seperti tak ada daya untuk membuka toko kue. Karyawanku juga sudah kabur semua. Hari ini aku kembali pulang ke rumah dengan keadaan lesu.
-
-
-
-
Sampai di rumah aku melihat Rey duduk di sofa sibuk berbicara diponselnya dengan rokok yang terselip diantara dua jarinya. Kedatanganku bahkan hanya dilirik tanpa disambut dengan apik.
"Maaf sayang kita putus aja ya! Sekarang aku udah nikah," ucapnya di telepon dengan santai. "Jangan nangis dong!"
"Ih," Aku menggedikkan bahu, geli mendengarnya kemudian duduk di meja makan. Melipat tangan di atas meja dan tertunduk disana. Kepalaku tak kuat rasanya. Dimana aku mencari uang sebanyak itu besok?
Rey tiba-tiba mendekatiku. "Kamu kenapa? Kok udah pulang?" Aku hanya memandangnya sinis. Dia menggeser kursi dan duduk di dekatku.
"Uangnya kemarin kurang dua ratus ribu?" tanyaku geram.
Dia terkekeh kecil. "Maaf aku ambil semalam buat beli rokok."
"Idih." Aku membuang muka seraya menyangga dagu dengan tangan kananku. "Tadi itu telepon sama pacarmu?" Dia mengangguk kecil. "Jahat banget main putusin gitu aja."
"Terus aku harus gimana nikahin dia juga gitu? Ya kalau kamu mau aku madu boleh juga."
"Heh, aku ogah ya dimadu!" Enak saja sebagai laki-laki dia seperti itu.
"Sepertinya kamu sudah jatuh cinta padaku, ngaku!"
Aku memundurkan kepala seraya melototkan mata. Benar-benar kepercayaan diri tingkat dewa. "Aku lagi pusing mikirin uang, jadi jangan terus menggoda emosiku!"
"Makanya kerja keras, biar bisa nglunasin hutang!"
Astaga. Aku memukul pelan dahi.
"Kamu ngaca dong! Kamu aja pengangguran."
"Aku pengangguran tapi gak kekurangan."
"Idih."
Aku malas berdebat dengannya. Ku tenggelamkan wajah ini di lipatan tangan. Tertunduk diam memikirkan cara mencari uang secara instan.
❤
❤
❤
❤
Aku mau ngasih gambaran rumah kecil Kinan ya biar ngehalunya lancar. Type 36 dengan dua kamar. Kamar mandinya gak di dalam ya 🤣✌
🖤
🖤
🖤
🖤
Mobilnya Rey
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
fieth92
udah d kasih uang msih bilang pengangguran...ya bo pikirin to kin...duit darimna....
2023-06-01
0
Qaisaa Nazarudin
waaahh mobil nya aja mahal,gak mungkin pengangguran kan,??Mau mau mya Kinan di bohongin Rey,,,
2022-12-12
0
I Gusti Ayu Widawati
ya Reyhan anak sultan pemilik hotel dan usahanya juga banyak ttp pura miskin penganguran.
Dia nyari wanita polos bersahaja jujur dll bukan yg matre.
2022-08-06
0