Mendengar suara mobilnya berjalan menjauh dari rumah, aku tak membuang waktu lama untuk segera membersihkan diri. Masuk dalam kamar mandi, dan menatap pantulan cermin yang memberitahu bahwa tubuhku tak suci lagi. Banyak bekas tanda merah di dada serta leher. Aku tak kuat menahan buliran air mata yang keluar. Menggosok-gosokan telapak tangan pun tak akan mampu menghilangkan noda ini.
"Bodoh," teriakku.
Aku terduduk melipat kedua kaki. Menenggelamkan wajahku di lipatan tangan ditemani aliran air shower. Aku benci laki-laki buaya itu. Bisa-bisanya begitu menikmati permainan liciknya semalam.
Aku malu, marah, terluka. Dia pasti bersorak bahagia meninggalkanku kali ini. Rasanya aku ingin mengutuknya menjadi patung buaya. Tidak bisakah dia bertahan sebentar saja? Apa pantas meninggalkan begitu saja wanita yang baru memberikan seluruh hidupnya? Apa dia pikir aku ini wanita murahan, sampai hati memberikan upah dengan sebuah kartu setelah puas dengan semuanya?
Sakit, sangat sakit jika mengingatnya. Lebih sakit lagi karena aku telah membuka hati untuknya.
Menangisi penyesalan hanya itu yang ku lakukan.
Puas menangis aku langsung beranjak menuju kamar, mengganti sprei yang sudah tak berwujud dan sedikit basah gara-gara semalam. Menyeret dan membantingnya ke mesin cuci. Sebenarnya ingin rasanya ku buang barang yang menjadi saksi buruk malam bersama laki-laki itu. Semua hanya mengingatkan padanya.
Aku kemudian duduk di sofa bersandar, entah kenapa merasa perut tak enak. Badan pun seperti dipukuli. Lelah. Aku mengecek ke kamar mandi, ada bercak darah disana. Astaga kenapa baru sekarang datang tamunya? Kenapa tidak semalam? Aku menghembuskan napas gusar. Sudah, cukup sudah.
...****************...
Satu hari, dua hari, tiga hari masih berharap dia pulang. Tapi mana? Harusnya memang aku tak menunggunya. Harusnya memang aku melupakannya. Namun, kenyataan sangatlah berbeda. Ini sangatlah sulit buatku.
Aku melipat tangan di meja dan menenggelamkan wajahku disana. Menangisi seorang laki-laki dari dulu sebenarnya tak ada dalam kamus hidupku, apalagi laki-laki seperti Rey. Ah, aku menyebut namanya saja rasaya ingin muntah. Benar-benar bodoh.
Berdiam diri di rumah tanpa melakukan sesuatu hanya membuatku semakin terpuruk. Bak istri simpanan yang menunggu giliran suaminya pulang. Sekalinya pulang hanya sebentar.
Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan. Dengan menulis surat lamaran yang ku masukkan dalam amplop berwarna coklat keluar menyusuri jalanan. Bukan karena uang tabungan kurang, tapi untuk mencari kesibukan mencoba keluar dari lingkaran cinta yang menyakitkan.
Berpanas-panasan, berjalan dan terus berjalan di trotoar membuatku lelah karena tak kunjung ku temukan lowongan pekerjaan. Ini sudah lumayan jauh dari rumah. Aku menghela napas gusar, membeli sebotol air mineral dan meneguknya seraya menatap jalanan yang penuh lalu lalang kendaraan.
Mataku terhenti pada tiga gadis yang berpakaian kemeja putih berkerumun tak jauh dari tempat aku duduk.
"Tapi di hotel itu hanya membuka lowongan menjadi cleaning lady. Aku gak mau ah ...." Terdengar salah satu mereka membicarakan itu.
"Aku juga," sahut yang lainnya.
Aku berdiri, berjalan pelan mendekati mereka. "Dimana Mbak lowongannya?" tanyaku yang membuat mereka mengerutkan dahi dalam. Ah mungkin aku terlalu sok kenal, membuat mereka tak nyaman.
"Di hotel itu ... tapi hanya ada lowongan cleaning lady." Wajah nyeleneh tampak pada mereka. Tapi aku tak peduli.
"Baiklah, terima kasih infonya!"
Aku meninggalkan mereka, menyebrang jalanan menuju salah satu hotel mewah di kota ini.
Sampai di depan hotel, mataku benar-benar takjub dibuatnya. Sumpah, ini hotel tinggi dan megah sekali. Aku merasa kecil, bahkan kecil sekali seperti semut.
Dengan semangat aku masuk ke dalam. Bola mataku seketika melebar, berkeliling melihat seluruh suasana di hotel ini. Ah aku terlihat kampungan sekali.
Tak butuh waktu lama. Hanya sebentar interview mereka langsung menerimaku dan besok mulai bekerja. Padahal banyak yang melamar tapi aku yang terpilih. Good looking memang memberi peran penting dalam hidup. Sudut bibir ini tiba-tiba muncul. Ah, terbiasa bersama reptilia berkaki dua itu membuatku ikut besar kepala juga. Aku tersenyum seraya mencebikkan bibir berjalan ke luar hotel.
...****************...
Hari sudah berganti. Terlalu lama menunggu taksi, aku memutuskan untuk berjalan pagi ini. Semangat menjalani hari untuk melupakan suami yang tak tau diri. Tak akan ada lagi pintu terbuka saat kamu pulang nanti. Tak ada kata maaf pula.
Lelah berjalan kaki akhirnya aku menaiki taksi. Aku tak mau energi terkuras sia-sia pagi ini. Menjadi cleaning lady kedengarannya memang menguras energi. Ah aku juga belum pernah merasakan pekerjaan ini. Semoga saja mereka menerima dengan baik. Bangga saja bisa bekerja di hotel semewah itu.
Pemiliknya seperti apa ya?
Aku mengerutkan dahi. Pasti sendok makannya terbuat dari emas, tisunya bergambar uang dolar Amerika Serikat, rumahnya selebar bandara. Aku terkekeh kecil membayangkannya.
Tugasku kali ini memang agak mencengangkan membersihkan kamar VVIP yang akan ditempati putra dari pemilik hotel ini. Mendengarnya saja sudah membuat jantungku berdegup tak tenang.
"Ayo Kinan, putra pemilik hotel ini akan datang siang ini! Kita tak boleh membiarkan sebutir debu pun menempel di kamarnya!" ajak Sisil yang kini menjadi teman paling nyambung diajak bicara diantara lainnya. Untung saja aku dan dia diberikan tugas yang sama.
Kami berjalan cepat ke arah kamar itu. Saat Sisil membukanya, mataku kembali takjub melihat ini semua.
"Ya ampun Sil, ini kamar luasnya lebih dari rumahku."
Mataku terus melebar berkeliling memandangi setiap sudut. Ini mewah sekali. Andai malam pertamaku di kamar ini. Ah ini kehaluan yang sangat menyiksa. Karena kenyataannya sangat berbeda.
"Eh malah senyum-senyum, ayo buruan!" Sisil menarik tanganku. "Kamu tau gak putra pemilik hotel ini itu bak pangeran yang menjadi khayalan setiap perempuan. Sudah manis, tampan, tajir ... ah benar-benar tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. Sempurna." Sisil menghentak-hentakan kaki di lantai seraya menutup muka.
Aku memajukan bibir bawah. "Masak?"
"Yakin, kalau kamu ketemu dia, pasti terkagum-kagum juga," ejeknya.
Aku hanya menjawab dengan menggelengkan kepala seraya mengelap meja. "Menurutku ini kamar udah bersih, terus apa yang dibersihkan lagi?" Aku menatap sekeliling.
"Udah pokoknya bersih-bersih aja! Aku seneng banget dapat tugas bersihin kamar ini. Sambil ngehalu sama pangeran itu."
"Ha ha ha, kebanyak baca novel pasti," sindirku. Aku mencoba duduk di ranjang itu. "Ya ampun ini empuk banget. Kayak adonan martabak." Aku mengenjotkan diri ke ranjang.
Sisil terus saja terkekeh melihatku. "Udik banget kamu."
"Aku dari tadi tuh ngebayangin malam pertama disini pasti ...."
"Sepuluh ronde gak bakal runtuh," sambar Sisil seraya tertawa lebar memegangi perut. Perutku rasanya juga terus tergelitik membayangkannya.
"Aku benar-benar penasaran sama pangeran itu!"
"Eh Kinan, bukannya kamu udah punya suami?"
Aku meremas tangan. "Suamiku itu pangeran buaya, rasanya tangan getel pengen ngulitin. Terus itu kulit dijual biar jadi tas dan sepatunya para wanita sosialita."
"Dia suka main wanita?" tanya Sisil dengan mengerutkan keningnya. Aku hanya berdiri terdiam. Sebenarnya juga tak tau. Yang aku tau dia hanya laki-laki mesum yang menyebalkan.
❤
❤
❤
❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Selita Awini
masa ninggalin istri ngk ada nelpn apa ngrim pesan kelewatan emang
2022-09-17
0
I Gusti Ayu Widawati
Reyhan putera pemilik hotel itu akan datang hari ini.
2022-07-15
0
🌸Mom NailaAthaR⃟🌸
Kinan lagi beresin kamar hotel suami buayanya 😂
2021-11-22
0