"Cinta itu bisa tumbuh perlahan. Nanti kalau kamu sudah merasakan sentuhanku pasti akan jatuh cinta juga."
Aku menggosok-gosokan telapak tanganku di leher. Astaga kenapa masih terus saja merinding tiap kali mendengarnya?
"Aku gak bisa Rey," tegasku.
"Bisa, pokoknya kamu nurut aja sama aku. Sakitnya cuma bentar. Habis itu pasti kamu bakal ketagihan. Yakin!"
Aku menggelengkan kepala dan berdiri menjauhinya. "Enggak Rey, aku ngilu bayanginya. Aku mau ngelakuin cuma sama suamiku."
"Lah emang aku bukan suamimu?"
Astaga, aku sampai lupa. "Maksudku laki-laki yang aku cintai. Tolonglah jangan paksa aku! Aku benar-benar butuh persiapan yang matang. Aku gak bisa kasih ke sembarangan orang. Sudah dua puluh lima tahun aku menjaganya. Masak iya aku kasih cuma-cuma ke kamu."
"Cuma-cuma gimana? Aku ini suamimu, aku juga ngasih sepuluh juta ke kamu. Kurang apa coba aku?" tanyanya dengan intonasi nada tinggi.
"Ya ampun. Harga diriku cuma sepuluh juta lima ratus ribu aja?" Aku mendengus kesal. Begitu murahnya.
"Eh aku gak bilang nominal harga dirimu ya? Tadi 'kan kamu sendiri yang minta sepuluh juta. Kalau kurang besok aku tambahin!"
Aku memicingkan mata. "Uangmu banyak banget? Ngepet dimana?"
"Kamu gak tau aja tadi aku di makam dikasih sekoper uang sama Mbak Kunti."
"Ih, ngimpi." Aku berjalan masuk ke dalam rumah dan dia mengikutiku.
Aku duduk di sofa, dia juga ikut duduk disofa seraya menatapku. "Tatapanmu itu tatapan kadal berbisa tau gak?"
"Mana ada kadal berbisa?"
Aku membuang muka keluar.
"Kamu beneran gak mau." Dia mengeluarkan uang sepuluh juta itu lagi. "Kalau gak mau, aku buat clubbing nih!"
Apa clubbing?
"Eh kamu itu udah berumah tangga sekarang, jika kamu punya kebiasaan itu berhenti dari sekarang. Aku gak suka ya kalau kamu sampai mabuk dan masuk rumah ini!"
Dia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Terus aku harus gimana? Oke gini aja aku kasih pinjam kamu uang ini. Tapi, kamu harus mau cium aku! Gimana?" bisiknya di telinga yang membuatku merinding kembali.
Oh tidak, ini tawaran yang sama-sama merugikan. Tapi, aku benar-benar butuh uang itu. Aku meliriknya.
"Oke, tapi ingat cuma cium aja. Jangan lebih!" Dia menggangguk dan mendekatkan wajahnya. "Eh tunggu!" Dahinya berkerut. "Pintunya ditutup dulu nanti kita digrebek lagi!" saranku.
"Oke ide bagus." Dia tersenyum menyeringai. Aku meremas-remas tangan seraya berjalan menuju pintu. "Jangan dilama-lamain! Nutup pintu aja dua jam." Tanganku mengepal rasanya tak sabar untuk melemparkan ke mulutnya.
Aku berjalan pelan menuju sofa, dia menarikku paksa untuk duduk. "Ih," Aku mengernyit.
"Ayo buruan!"
"A-ku yang nyium kamu?" tanyaku gugup.
"Iya nanti ganti aku!"
Aku seperti kesulitan menelan saliva. Jantungku rasanya berdegup tak biasa. Tanganku menjadi dingin rasanya.
"Aku ambil napas dulu ya?" Dia mengangguk.
Cup
Aku mencium pipinya. Malu, aku benar-benar malu. "Kok pipi? Mana sebentar lagi." Mataku membulat mendengarnya.
"Lalu apa?"
"Ya bibir dong. Paling lama setengah jam. Ini satu detik doang."
"Eh, bibirmu itu bau rokok. Aku gak suka ya!" tegasku.
Dia mengerutkan keningnya. "Aku kasih tau ya! Perokok itu punya teknik mencium bibir yang baik dan kamu pasti menyukainya. Bisa dikatakan mulut perokok itu mulut yang cukup aktif setiap harinya. Bayangkan saja nih ya jika mulutmu dilumat oleh perokok yang handal memanfaatkan organ tubuh yang diciptakan oleh Tuhan. Tentu kamu akan menikmati serangan demi serangan dengan kenikmatan yang membuatmu ketagihan. Aku ini termasuk a good kisser."
"Ih," Aku menggedikkan bahu seraya mengernyit.
"Apalagi perokok basah kayak aku. Jangankan filter rokok yang basah, lidah yang basah pun aku bisa mengajaknya bergoyang dan kamu pasti akan bergelinjang sampai basah."
"Eh berhenti kamu berbicara mengenai rokok! Aku geli mendengarnya!" Aku berdiri meninggalkannya, namun dia masih menarikku paksa hingga aku duduk dipangkuannya.
Dia mengunci tubuhku dengan tangannya. "Kamu mau bohongin aku lagi?"
Aku mencoba melepaskan diri namun seperti percuma. "Ya udah aku cium tapi sebentar aja ya?"
Dia berdehem dan mendekatkan mulutnya. Perlahan-lahan aku menempelkan bibirku ke bibirnya. Jantungku rasanya berdegup kencang kembali.
Cup
"Baiklah sudah, aku mau tidur!"
Dia masih belum melepaskanku. "Aku belum, ciumanmu itu ciuman kaku. Masak sama anak pacaran aja kalah."
"Idih," Dia menghinaku.
"Sekarang gantian aku! Kamu siap!"
"Hah," Mulutku ternganga.
Dia merubah posisiku menjadi bersandar di sofa. Wajahnya mendekatiku perlahan-lahan. Aku hanya mampu menutup mata dan mengernyitkan muka. Oh tidak, ingin rasanya mendorongnya sampai terjatuh jika bukan karena uang.
Hembusan napasnya semakin bisa ku rasakan. Rasanya aku kesulitan untuk mengirup oksigen. Napasku terengah-engah padahal dia belum mendaratkan bibirnya ke bibirku.
Aku meliriknya dengan sebelah mata, Rey memiringkan kepalanya dan kini dia menarik daguku. Oh tidak. Ku pejamkan lagi mata ini.
"Rileks," bisiknya.
Rileks dari Hongkong? Dia tidak tau saja jantungku lagi-lagi seperti ingin lepas dari sarangnya.
Deg deg deg deg
Aku merasakan bibirnya sudah menyatu dengan bibirku. Bau nikotin begitu menyengat di hidung.
"Eem," Aku ingin menyudahi ini semua. Namun dia semakin menekanku. Lidahnya mencoba masuk kedalam mulutku.
"Buka dikit dong mulutnya!" Astaga kenapa dia malah marah padaku?
"Aku tuh gak bisa napas ya," teriakku.
"Ya napas dong! Kamu ingin mati."
Aku mendengus kesal. Dia kembali mencium bibirku. Lidahnya masuk dalam mulutku. Kini aku bisa merasakan manisnya. Manis? Entah kenapa bibirnya terasa manis. Entah kenapa juga ini rasanya seperti naik roller coaster.
Beberapa menit kemudian dia melepaskan bibirnya. Aku malu, dia mengelap bibir ini dengan ibu jarinya.
"Gimana?"
"Kamu habis makan permen?"
"Enggak."
"Kok kayak ada manis-manisnya?"
Dia tertawa memegangi perutnya. Emangnya lucu pertanyaanku?
"Ini karena filter rokok yang ku hisap tadi."
"Ih," Aku menggedikan bahu. "Minggir aku mau tidur."
"Ganti celana dulu sana!"
"Untuk apa?"
"Basah tuh."
Aku mendorong tubuhnya hingga dia terjatuh dari sofa. Berlari ke kamar membawa rasa malu. Ingin aku mencakar-cakar wajah ini. Bisa-bisanya aku ikut menikmati. Kalau bukan karena uang ... eh tunggu! Uang. Aku melupakan uang itu.
Aku keluar kamar dan mendekatinya yang lagi-lagi sedang merokok. "Kenapa mau lagi?"
"Idih, mana uangnya?"
Dia memberikanku uang itu. "Satu ciuman aja sepuluh juta, mana kaku banget kayak kanebo kering."
"Heh,"
❤
❤
❤
❤
Ayo dilanjutin lagi gak!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
istrinya namjoon
good kisser, setengah jam ciuman bisa pingsan tu sikinan.ap Rayhan murahan ya.aku suka klo crazy rich itu yg gak suka mainin cewek yang cool gitu
2023-08-14
0
aisyahara_ㅏㅣ샤 하라
kenapa baru novel ini,ringan kocak kata nya bagus..🤣🤣🤣
2023-02-17
0
linanti yani
wkwkwkwkwkk 🤣🤣🤣
2023-01-14
0